Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Aritmia merupakan salah satu gangguan produksi impuls atau tidak normalnya impuls listrik ke otot jantung. Kondisi tersebut ditandai dengan irama jantung yang terlalu lambat atau terlalu cepat (berdebar).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Secara garis besar aritmia terdiri dari dua kelompok besar, yaitu bradiaritmia atau laju jantung terlalu lambat (kurang dari 60 kali per menit) dan takiaritmia yakni laju jatung yang terlalu cepat atau melebih dari 100 kpm. Baca: Ahok Gugat Cerai, Akhirnya Happy Ending? Intip Ramalan Suhu Naga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dicky Armein Hanafy, Ketua Indonesian Heart Rhythm Society Meeting (InaHRS) mengatakan, gejala atritmia cukup luas mulai dari berdebar, pusing, pingsan, stroke, bahkan meninggal mendadak.
Menurut Dicky, penyakit aritmia mungkin masih awam di telinga masyarakat. Masyarakat kurang memahami terkait penyakit tersebut, kalah populer dengan jantung koroner atau sindrom gagal jantung.
“Pengetahuan tentang aritmia masih sangat rendah,” katanya di Rumah Sakit Harapan Kita, Rabu 24 Januari 2018. Baca: Sys NS Pakai Ring Lebih dari 15 Tahun, Dokter: Jaga Pola Hidup
Terlebih lagi, ketersediaan sumber daya manusia atau dokter subspesialis aritmia juga masih sagat minim di Indonesia. Hingga saat ini, hanya sekitar 22 dokter spesialis yang menangani permasalahan tersebut. Kendati demikian, angka tersebut telah meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya terhitung dua dokter spesialis aritmia. Baca: Mau Tidur Nyaman? Singkirkan 10 Benda Ini
Terdapat perkembangan yang pesat di Jakarta, tetapi di kota-kota lain masih sangat perlu untuk ditingkatkan, baik jumlah dokter subspesialis aritmia maupun fasilitas atau alat yang diperlukan, padahal lebih dari 1.000 orang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah.