Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Topik tentang pakaian apa yang harus dipakai saat kencan pertama tak pernah basi. Topik tersebut sangat relevan dengan 23,8 juta orang dewasa di Amerika Serikat dan mungkin juga di Indonesia. Apalagi, kencan pertama adalah momen mendebarkan bagi orang dewasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jung Jaehee, profesor studi mode dan pakaian di Universitas Delaware, Amerika Serikat, mengatakan untuk melakukan eksperimen andal diperlukan orang-orang dengan tingkat daya tarik yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau tidak, hal tersebu benar-benar mempengaruhi hasil berdasarkan kombinasi karakteristik fisik dan pakaian,” kata Jung, dikutip dari Huffpost.
Dia pun menambahkan bahwa sains telah memberinya beberapa bukti kuat untuk membantu orang dewasa dalam memilih busana terbaik saat melakoni kencan pertama.
Pria lebih suka warna merah
Dalam sebuah penelitian pada 2008, peneliti Andrew Elliot dan Daniel Niesta mengemukakan bahwa pria menilai daya tarik fisik wanita yang mengenakan busana merah. Hal itu pun sangat kontras dengan warna lain. Dalam setiap konteks, pria menemukan wanita berbaju merah lebih menarik dan diinginkan secara seksual. Tren ini berlaku di seluruh dunia.
Warna hitam lebih populer
Jika merah bukan warna kesukaan atau takut dianggap terlalu seksi, sains punya kabar baik. Hitam menjadi pilihan warna busana populer untuk berkencan. Pada 2018, Robin Kramer dari Universitas Lincoln dan Jerrica Mulgrew dari Universitas Trent menugaskan sebuah tim untuk menonton pertunjukan realitas di Inggris, yakni First Dates.
Dalam acara tersebut, para peneliti menonton rekaman lebih dari 500 peserta, baik pria maupun wanita, lalu mengamati warna yang dikenakan dalam wawancara dan sehari sebelum mereka syuting. Hasilnya, banyak pasangan yang mengenakan pakaian hitam karena dianggap lebih aman. Kramer mengatakan bahwa warna merah cenderung memiliki asosiasi tertentu, seperti maksud atau ketersediaan secara seksual.
“Jadi orang lebih suka mencoba terlihat menarik, tetapi di sisi lain menghindari asosiasi tersebut,” tuturnya.
Berpakaian sesuai keinginan
Dengan kata lain, praktikkan kognisi tertutup, yakni sebuah istilah yang diciptakan oleh Hajo Adam dan Adam Galinsky, peneliti di Northwestern. Keduanya mencoba menggambarkan fenomena yang diamati dalam studi pada 2012. Menurut mereka, pakaian benar-benar mengubah otak. Hal itu terlihat saat studi membagi subyek ke dalam dua kelompok. Satu, mengenakan jas laboratorium putih dan lainnya mengenakan pakaian yang tidak terkait dengan profesi tertentu.
Pada akhirnya, kru yang mengenakan jas laboratorium putih melakukan lebih baik pada tugas-tugas yang mengukur perhatian. Menurut keduanya, tidak berlebihan ketika membayangkan bahwa pilihan busana calon pasangan kencan mempengaruhi pola pikir dan perilaku. Sepatu hak tinggi, misalnya, secara budaya terkait dengan feminitas dan daya tarik seks.
“Jadi, memakainya dapat membuat orang menunjukkan perilaku yang lebih genit atau seksual,” ungkap keduanya.
Demikian pula, perbedaan yang halus dalam pakaian pria, dapat mempengaruhi persepsi orang tentang kepercayaan diri serta kesuksesan pria tersebut.
Riasan moderat mendapat respons terbaik
Dalam studi 2011 yang dilakukan beberapa univeristas bersama seorang ilmuwan Procter & Gamble, peserta studi diperlihatkan foto wanita yang menampilkan empat penampilan berbeda, yakni yang tak tahu malu, alami (make up sangat ringan), profesional (make up moderat), dan glamor (berat). Hasilnya, semua tata rias wajah mampu meningkatkan persepsi pemirsa terhadap kompetensi dan daya tarik pemakainya. Peringkat kesukaannya pun bervariasi sesuai dengan jumlah riasan yang mereka pakai.
Nancy Etcoff dari Harvard, salah satu penulis utama studi itu, mengatakan kepada The New York Times bahwa makeup dalam tingkatan sedang adalah taruhan teraman perempuan. “Jika memakai busana glamor, Anda akan terlihat sangat menarik. Namun, dalam jangka panjang mungkin ada penurunan kepercayaan, jadi jika berada dalam situasi di mana perlu menjadi sumber tepercaya, mungkin Anda harus memilih tampilan yang berbeda,” ujarnya.
Penulis Brinton Parker, yang melakukan eksperimen tidak ilmiah di Tinder pada 2014 juga menunjukkan hasil serupa. Dia mengunggah tiga profil berbeda pada aplikasi tersebut. Semuanya identik, kecuali setiap foto menampilkan riasan dalam kadar yang berbeda.
Parker menyimpulkan bahwa pria lebih tertarik pada perempuan yang tidak memakai riasan tetapi cenderung agresif terhadap perempuan yang merias dirinya secara moderat.
Jadilah diri sendiri
Jung mengatakan bahwa ada pertimbangan untuk dilihat oleh orang lain saat menentukan busana yang ingin dipakai. “Ini adalah bagian dari perilaku manajemen penampilan sehari-hari. Pakaian itu sendiri tidak memiliki arti tertentu sampai dikenakan oleh seseorang,” ujarnya.
Dia pun berpesan ketika seseorang sedang mencari cinta, berpakaianlah untuk mencerminkan kepribadian. Dengan demikian, hal itu akan membuat seseorang lebih merasa nyaman dan percaya diri. Itu kuncinya.