Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kandungan dan kebidanan sub-spesialis onkologi di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. Kartiwa Hadi Nuryanto, Sp.OG(K) Onk, menjelaskan rasa takut dan malu menghalangi perempuan menjalani pemeriksaan genital untuk deteksi dini kanker serviks.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Rasa takut kalau hasilnya akan jelek, rasa malu, ini tampaknya memang menjadi kendala tersendiri untuk bisa deteksi dini kanker serviks," kata Kartiwa dalam diskusi daring mengenai kanker serviks, Selasa, 6 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan prosedur untuk deteksi kanker serviks memang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman bagi perempuan karena mencakup pemeriksaan genital oleh bidan atau dokter. Kartiwa mengatakan perlunya pemerintah memberikan pendidikan kepada bidan-bidan agar perempuan bisa lebih nyaman menjalani pemeriksaan untuk deteksi dini kanker serviks atau kanker leher rahim.
"Pemerintah sudah menyediakan fasilitas kesehatan, baik pelayanan primer maupun swasta, untuk menegakkan kemungkinan adanya keganasan. Jadi, puskesmas sudah bisa, jadi enggak ada alasan. Ini dicakup oleh BPJS, jadi harusnya tidak ada alasan lagi untuk tidak Pap Smear dan IVA," jelas Kartiwa merujuk pada prosedur pemeriksaan kanker leher rahim.
Periksa setiap dua tahun
Ia menyarankan perempuan yang sudah menikah menjalani pemeriksaan Pap Smear atau inspeksi visual asam asetat (IVA) dua tahun sekali. Menurutnya, pemeriksaan Pap Smear atau IVA sebaiknya dilakukan minimal tiga hari setelah bersih dari darah haid dan keputihan.
Perempuan yang hendak menjalani pemeriksaan ini juga dianjurkan tidak melakukan hubungan seksual tiga hari sebelum diperiksa untuk menghindari munculnya gangguan dalam deteksi kanker serviks. Di samping menyediakan layanan deteksi dini, pemerintah telah menjalankan program pemberian vaksin human papillomavirus atau HPV dalam upaya menekan risiko infeksi virus penyebab utama kanker serviks.