Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu kuliner khas Betawi adalah dodol. Makanan manis dengan tekstur yang kenyal ini ada di sejumlah daerah di Pulau Jawa dan masing-masing memiliki karakteristik berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Adonan dodol yang kental berwarna coklat diaduk dalam kenceng -wadah memasak berbahan tembaga ukuran jumbo. Alat pengaduknya pun besar. Tumpukan kayu yang dibakar menjadi sumber panas untuk memasak adonan dodol tersebut.
"Tradisi membuat dodol menggunakan kayu bakar. Ini juga mempengaruhi rasanya," kata Juani, pedagang Dodol Nyak Mai di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan, Minggu, 23 Juni 2019. Dodol Betawi Nyak Mai mengisi stan Pameran Kuliner Betawi Tempo Doeloe di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
Dodol Nyak Mai termasuk yang dikenal di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Saat mengikuti bazar Pameran Kuliner Betawi Tempo Doeloe, Juani sengaja menjual dodol sambil membuatnya langsung di stan.
Produk Dodol Nyak Mai yang ditawarkan dalam Pameran Betawi Tempo Doeloe Setu Babakan, Minggu, 23 Juni 2019. TEMPO | Bram Setiawan
Sembari menjual dodol Nyak Mai, dia menceritakan proses pembuatan dodok kepada setiap pengunjung yang mampir ke stan. "Bahan baku yang digunakan, yaitu gula aren, tepung ketan, dan santan," kata Juani. "Proses mengaduknya dari jam 08.00 sampai hampir jam 18.00. Sekitar sepuluh jam."
Kepala Sub Bagian Tata Usaha Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Syaiful Amri menjelaskan dodol memiliki makna kebersamaan. "Zaman dulu, membuat dodol dikerjakan bersama-sama untuk acara pesta menyambut Idul Fitri atau Idul Adha," katanya.
Dodol yang identik dengan tekstur kenyal dan lekat, menurut Syaiful juga berhubungan dengan makna kebersamaan itu. "Filosofi orang Betawi melekatkan rasa persaudaraan dengan canda," tuturnya.