Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Masa, dimana kehidupan mundur?

Banyak pensiunan yang merasa hidupnya mundur, apalagi yang tak punya keahlian. kenaikan uang pensiun tidak juga membuat mereka gembira, bila harga-harga juga naik. (sd)

14 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK semua orang seperti Sudiro, bekas Walikota Jakarta yang tambah banyak jabatan setelah pensiun. Kebanyakan pensiunan akhirnya seperti orang kesepian, kehilangan kerja, malas dan akhirnya cepat melayu. Sementara Departemen Kesehatan sudah menyimpulkan bahwa orang Indonesia dalam umur 60 tahun masih sanggup bekerja. Pernah dikabarkan di Yogya ada seorang pensiunan PJKA yang berusia 112 tahun. Mungkin Suro yang dimaksud. Tapi orang ini sudah meninggal 1977. KBN Yogya menunjuk Mbah Djojosentono, pensiunan PJKA sebagai pemegang rekor umur tertua di antara para pensiunan di Kota Gudeg. Kakek itu berusia 106 tahun sekarang. "Saya ingin mati umur 120 tahun," ujarnya dengan yakin kepada Syahril Chili dari TEMPO. Kapabelitas Kurang Djojosentono berambut putih. Giginya ompong, penglihatannya kabur, pendengaran kurang, ingatan luntur. Ke mana-mana perlu ditemani tongkat. Sekarang ia tidak berani pergi terlalu jauh dari rumahnya yang berdinding gedek di Pengok Blok E no. 23. Setiap bulan, pada tanggal 6, cucunya mengantarkan ke Kantor Kas Negara untuk mengambil uang pensiunan yang berjumlah Rp 20.450. "Uang itu untuk dibagi-bagikan sama cucu," kata mbah Djojo. Dari dua anak yang masih hidup (dua orang meninggal) orang tua ini memiliki l3 orang cucu dan 23 orang buyut. Dia memang tidak hidup untuk dirinya sendiri lagi. Anak-anaknya sendiri yang juga mengabdikan dirinya pada PJKA sekarang masing-masing berusia 63 dan 58 tahun. Keduanya juga sudah pensiun. Djojo sendiri pensiun pada 1953 setelah mengalami 37 tahun masa kerja. Di Kantor Bendahara Negara Yogya umurnya tercatat baru 93 tahun -- itu akal-akalan waktu ia melamar kerja -- dipermuda agar bisa memenuhi persyaratan dari Belanda. Soeradi PW seorang polisi pensiunan juga dari Yogya mengatakan bahwa pengunduran batas usia pensiunan sampai 60 tahun dari 56 tahun adalah tepat. Ia sendiri pensiun 1973 pada usia 45 tahun. Ia menderita cacad pada jari tangan. Karena anggota ABRI diperkenankan meminta pensiun apabila menderita cacad. "Sebenarnya bagi orang yang punya keahlian lain, seperti saya, sebagai pelukis misalnya, lebih senang cepat-cepat pensiun" ujarnya. Lalu ia tambahkan: "Namun kebanyakan orang tak punya keahlian lain, sehingga masa pensiun dianggap suatu masa di mana kehidupan mundur. Di Surabaya ada pensiunan Bengkel Air Minum Kodya Surabaya yang bernama Mustakim. Ia bebas tugas sejak 1965. Sekarang usianya 71 tahun. Meskipun tak memiliki keahlian lain, tapi dengan usaha seradak-seruduknya, ia berhasil mendapat uang lebih banyak daripada waktu sebelum pensiun. Uang pensiunan terakhir yang diterimanya sebelum kenaikan satu April, berjumlah Rp 25.000. Tapi karena ia rela menjadi penunggu penitipan sepeda di daerah Pasar Gubeng, setiap hari ia mendapat tambahan Rp 400. Selain itu ia membantu dokter praktek pada sore hari dengan gaji Rp 15 ribu sebulan. Walhasil meskipun hanya pensiunan golongan C-3, ia sudah punya TV di rumah. Di Balaikota Ujungpandang ada pensiunan pesuruh bernama Baco, sudah berusia 109 tahun. Ia pensiun 1960, tapi kemudian diangkat kembali sebagai pesuruh honorer Mungkin mengingat pengabdiannya sejak tahun 1920-an. Pensiunan golongan I B ini mengeluh bahwa distribusi seperti kain, minyak, beras yang diterimanya sebelum pensiun, kini tak ada lagi. Meskipun dihujani tanda penghargaan sebagai pegawai eladan sebanyak 6 kali -- hidupnya agak kewalahan. Kenapa? Dua dari enam isterinya (empat lainnya sudah meninggal) masih menjadi tanggungan Baco. Perlu disebut juga pesuruh ini memiliki 45 orang anak, 4 di antaranya masih hidup. Wasiat Ibu Pada 1960, uang pensiunan Baco hanya Rp 80. Pada zaman Walikota Patompo naik menjadi Rp 13 ribu. Sesudah Kenop 15, Walikota Abustam mengatrol jumlah itu menjadi Rp 22.500. Inilah penghasilan Baco sekarang di samping honornya sebagai pesuruh yang berjumlah Rp 7.500 itu. Seperti cerita film si Mamad, Baco biasa berangkat ke kantor pukul 5 subuh naik sepeda merek "Sumiko" pemberian Patompo tahun 1969. "Dengan pendapatan saya sekarang, kehidupan saya belum memadai," ujar Baco mengeluh. Namun demikian setelah Walikota Abustam ia menerima uang pensiunan pada awal bulan. "Memang gaji pensiun biasa terlambat diterima tapi tidak bagi saya, mungkin karena saya sudah banyak menerima tanda penghargaan, termasuk Bintang Mas sebagai Pegawai Teladan," ujarnya. Kemudian ditambahkannya "Tapi sebetulnya yang saya harapkan bukan tanda penghargaan, tapi bantuan uang sebagai pegawai kecil." Di Jakarta sendiri banyak pensiunan yang memang merasa hidupnya mundur setelah tak bertugas. Adalah yang bernama Siahaan, pensiunan Departemen Kesehatan RI golongan III-B. Ia menguasai dengan baik bahasa Inggeris, Belanda dan Jerman. Tetapi setelah pensiun 4 tahun lalu, ia sama sekali tak punya tambahan penghasilan. "Aku ini pensiunan yang tidak cerah," katanya mengaku kepada Muthalib dari TEMPO, "setelah pensiun ini, kapabelitas saya berkurang. " Ia seorang olahragawan yang sampai usia 40 tahun masih doyan main "ringen." Ia menyatakan kalau tidak diganggu sakit, ia masih kuat kerja di kantor sampai usia 70 tahun. "Asal pekerjaannya benar-benar kita senangi," ujarnya menambahkan. Untuk menghadapi sisa umur selanjutnya Siahaan ini berniat masuk perguruan tinggi lagi, meneruskan studi hukumnya yang terbengkalai pada 1962. Ia ingin menjadi pengacara untuk membela orang-orang yang tidak mampu. "Kalau Tuhan mengizinkan, saya akan mengamalkan ilmu itu nanti sampai usia 80 tahunlah!" ujarnya dengan pasti. Waktu pensiun, Siahaan sempat membeli cicil sebuah Jeep Willys 1957 milik Depkes. Mobil yang masih gesit itu memang banyak membantu dan merupakan kenang-kenangan berharga buat pengabdiannya. Di jalan Kusen, Rawamangun, isterinya juga aktip berjualan barang kebutuhan sehari-hari. "Aku pakai catatan, paling-paling sehari cuma Rp 500 untungnya, tapi lumayan untuk tambah-tambah," kata Siahaan. Kalau banyak orang mengeluh dalam mengurus surat pensiun, Siahaan yang tertarik pada soal-soal hukum ini ternyata tidak mengalami kesulitan. "Ah tidak sulit untuk saya. Kita tahu kan permasalahan pensiunan itu, jadi tidak adalah itu orang mempermainkan," jawabnya. Berbeda dengan Siahaan, MohamInad Saleh, pensiunan Letnan Dua TNI AD (55 tahun) tetap aktif bekeria setelah pensiun. Bapak ini sebenarnya sudah tidak langsung aktip sebagai tentara sejak l950, dengan jabatan terakhir sebagai Ajudan Batalyon I di Cirebon. Namun baru 1969 ia mengurus surat pensiun. "Saya mulai tidak aktif sebagai tentara lantaran wasiat ibu saya, menjelang meninggal. Ia bilang kalau selamat pulang dari tugas di Bandung, agar tidak jadi tentara lagi," ujarnya menerangkan. Tahun 1951, pak Saleh merantau ke Jakarta, bekerja di perusahaan asing. Pindah dari satu kantor ke kantor yang lain. Sejak 1977 sampai sekarang ia mengurusi rumah sakit di daerah Depok milik kelompok Harian Benta Yudha-sebagai staf keuangan. "Uang pensiunan kecil tak lebih dari Rp 20 ribu, tapi cukup untuk menambah-nambah ongkos anak-anak sekolah," ujarnya. Ia memiliki 7 anak -- 3 orang masih menjadi tanggungannya. Dengan adanya penyesuaian pensiunan pokok sekarang, pak Saleh belum tahu berapa akan menerima pensiunan. Tapi ia kelihatannya agak pesimis. "Bagi yang setingkat saya, kalau mengharap pensiun saja, jelas tidak cukup. Dan saya bisa merasakan mereka yang lebih kecil terimanya dibanding saya. Padahal bagi saya pensiun itu seharusnya saat untuk merasa tenang di hari tua. Ya, kan dik?" ujarnya. Untunglah ia mendapat Rp 40 ribu dari pekerjaannya sekarang. Jadi meskipun tidak ayem, toh ia bisa lebih tenang daripada hanya mengandalkan uang pensiunan. Mengenai soal kenaikan uang pensiun sebenarnya pak Saleh tidak begitu gembira. "Kalau harga-harga juga pada naik, hitung-hitung juga hampir sama dengan sebelum ini," ujarnya. Untuk barang barang pangan ia masih optimis bisa dijangkau. Ia hanya termenung kalau memikirkan biaya jalan atau biaya sekolah untuk anak-anak. "Mudah-mudahan perbaikan terus dilakukan, seperti pensiunan dulu kita cuma terima berapa itu, Rp 5000 pertama kalinya. Sekarang dinaikkan lagi. Asal diteruskan supaya lebih baik, lumayan." Sandang, pensiunan Kantor Gubernur di Banda Aceh juga acuh tak acuh mendengar kenaikan uang pensiunan. Lelaki berusia 62 tahun ini sekarang bekerja di terminal bus, karena uang pensiunannya hanya Rp 16.800. aji pokok pensiunannya Rp 600. "Tak tahulah berapa yang bakal saya terima kelak. Kalaupun pensiunan naik, pasti saya tidak bisa hidup dari duit itu tok," ujarnya kepada TEMPO. Tetapi ia tidak ingin mengeritik Pemerintah, ia justru ingin mengeritik teman-temannya yang sama-sama antre di loket. "Mereka hanya membicarakan tentang pensiun kecil tanpa mau berusaha membebaskan diri mereka. Kan pensiun itu bukan berarti menganggur, ya tidak nak," katanya polos. Sementara Sukiman seorang pensiunan Mantri Ukur dari kawasan yang sama menambahkan bahwa keputusan penyesuaian pensiunan adalah sesuatu yang adil. "Kita iri melihat mereka yang pensiun tahun terakhir ini pendapatannya besar. Sebenarnya apa sih bedanya pengabdian mereka dengan kita" tanyanya. Ketampiasan Rezeki Perkara saling pacu antara harga barang yang selalu menguntit perbaikan gaji memang perkara sulit. Berbagai akal juga dicoba oleh pensiunan. Di Yogya misalnya pernah ada koperasi para pensiun. Di sana para pensiun dilayani untuk meminjam uang dengan bunga yang sama besarnya dengan pinjaman di bank. Tapi sekarang usaha itu musnah. "Sudah bubar tahun 1974," kata Sukirman Kusumosaputro, bekas pimpinan Koperasi Timbul Usaha yang berkedudukan di Jalan Ngampilan Yogya itu. Koperasi yang almarhum itu sempat menggabungkan 300 orang anggota. Didirikan dengan maksud menghindarkan anggotanya dari cekekan rentenir. Sukirman tidak mau menjelaskan secara terperinci sebab-sebab kegagalan usaha yang baik itu. Ia hanya berkata pendek: "Gara-gara kemasukan orang lain." Tapi kemudian ia menambahkan bahwa anggota menerima Rp 1.000 setiap orang waktu dibubarkan, padahal waktu berdiri tahun 1969 hanya menyetor Rp 500. Sementara itu yang masih aktip sekarang untuk mencari jalan keluar bersama adalah para purnawirawan ABRI Yogya. Untuk memelihara kesejahteraan anggota mereka memiliki kegiatan tersendiri. Misalnya dengan membentuk Ketoprak Sapta Mandala pimpinan pensiunan Kapten CPM Sunarjadi. Setiap kali pementasan para pensiunan yang langsung aktip sebagai kru ketampiasan rezeki. Mungkin kecil, tapi daripada tidak?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus