Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Masjid di Bantul ini Sediakan Takjil Bubur Lodeh  

Bubur lodeh ini merupakan peninggalan Panembahan Bodho, murid Sunan Kalijaga.

15 Juni 2016 | 14.22 WIB

Ratusan porsi bubur sayur dipersiapkan sebagai hidangan buka puasa bersama di Masjid Sabiilurrosyaad, Bantul, Yogyakarta, 10 Juni 2016. Bubur yang telah dituangkan di piring dicampurkan dengan sayur tahu dan tempe untuk menambah rasa pedas. TEMPO/Pius Erl
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ratusan porsi bubur sayur dipersiapkan sebagai hidangan buka puasa bersama di Masjid Sabiilurrosyaad, Bantul, Yogyakarta, 10 Juni 2016. Bubur yang telah dituangkan di piring dicampurkan dengan sayur tahu dan tempe untuk menambah rasa pedas. TEMPO/Pius Erl

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Bantul - Sejak pukul 16.30, warga Padukuhan Kauman, Kelurahan Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, telah berdatangan ke Masjid Sabiilurrosya’ad. Sembari menunggu berbuka, warga mendengarkan pengajian serta memenuhi selasar bagian dalam dan luar masjid. Di sini selama Ramadan, warga berbuka dengan bubur sayur lodeh.

Sekretaris Takmir Masjid Sabiilurrosya’ad Haryadi menjelaskan, tradisi berbuka dengan bubur sayur lodeh merupakan peninggalan Panembahan Bodho yang memiliki nama asli Adipati Trenggono. Ia merupakan murid terakhir Sunan Kalijaga. Masjid Sabiilurrosya’ad sendiri merupakan peninggalan Panembahan Bodho pada awal abad 15.

Menurut Haryadi, Panembahan Bodho menolak meneruskan jabatan Adipati di Terong, sehingga banyak orang pada zamannya yang menganggapnya bodoh. Hal itu ia pilih karena ingin menyebarkan agama Islam. “Para wali menyampaikan agama Islam menggunakan kegiatan sekaten dan gunungan. Takjil dengan bubur merupakan salah satu metode yang digunakan,” katanya kepada Tempo pada Jumat, 10 Juni 2016.

Dia menuturkan bubur merupakan makanan yang berasal dari Gujarat, India, yang dibawa melalui jalur perdagangan. Karena berdekatan dengan Keraton Yogyakarta, bubur yang disajikan ditambahkan dengan sayur lodeh yang dianggap tahan lama saat masa paceklik. “Bubur sayur lodeh kami menggunakan tempe dan tahu,” ucapnya.

Menu takjil bubur di Masjid Sabiilurrosya’ad, menurut Haryadi, memiliki tiga arti. Pertama, bibirin, yang berarti suatu hal yang bagus dalam ajaran Islam. Kedua, beber, yang berarti ketika jemaah sedang berada di masjid akan dijelaskan tentang Islam. Ketiga, babar, ajaran Islam harus menyatu dengan umatnya dari berbagai kalangan tanpa memandang status.

Pada hari itu, ibu-ibu turut membantu bapak-bapak memasak bubur di dapur masjid sejak pukul 09.00. Bahan utama yang digunakan adalah beras 10 kilogram dan kelapa sepuluh butir. Jumlah tersebut bisa untuk makanan takjil sebanyak 400 porsi. Selain menggunakan sayur lodeh, juga terdapat krecek, mi bihun, dan opor ayam yang sudah dipotong-potong. “Hari Jumat biasanya ada tambahan daging,” tutur Haryadi.

IQBAL | BETRIQ KINDY ARRAZY


 


 


 


 


 



Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus