Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Mengapa Nikotin Bikin Perokok Kecanduan?

Kecanduan nikotin sering kali menjadi alasan perokok berat sulit menghentikan kebiasaan merokok. Mengapa nikotin membuat candu?

2 November 2018 | 21.52 WIB

Ilustrasi rokok linting. Wisegeek.com
Perbesar
Ilustrasi rokok linting. Wisegeek.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Kecanduan nikotin sering kali menjadi alasan perokok berat sulit menghentikan kebiasaan merokok. Namun alasan itu bisa dijelaskan secara ilmiah. Mengingat nikotin merupakan salah satu zat adiktif, yaitu zat yang membuat kecanduan pemakainya.

Baca: Penelitian soal Rokok Semakin Aktif demi Turunkan Jumlah Perokok

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Nikotin merangsang produksi dopamine. Dopamine itu hormon yang menimbulkan sensasi kenikmatan,” kata Dewan Penasehat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Jawa Barat, dokter Ardini Raksananagara dalam Diskusi Publik Produk Tembakau Alternatif dalam Perspektif Kesehatan dan Hukum di UC Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu, 31 Oktober 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nikotin mulai bekerja pada 10 detik pertama ketika merokok. Nikotin akan masuk ke pusat saraf otak yang merangsang kemunculan hormon dopamine. Efek kenikmatan dari nikotin yang berbahaya karena membuat kecanduan itu muncul 15 menit sesudahnya. Tidak heran, perasaan ingin merokok lagi akan muncul pada menit selanjutnya.

Perokok berat acapkali diasumsikan menghabiskan dua bungkus rokok dalam sehari. Semisal, satu bungkus rokok berisi 16 batang. Satu batang rokok mengandung satu milligram nikotin. Artinya, perokok mengkonsumsi 32 miligram nikotin dalam sehari.

“Esok harinya harus memasukkan nikotin lagi (karena kecanduan),” kata Ketua Koalisi Bebas TAR (Kabar) dan Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, Amaliya.

Saat perokok berat diminta langsung berhenti merokok akan memunculkan ekses sakaw, gampang marah, tidak fokus, tidak bisa menghasilkan ide cemerlang, tidak kreatif. Kondisi yang sama dialami suami dokter yang mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung itu yang pernah menjadi perokok berat, tetapi kini sudah dinyatakan zero nicotine (bebas dari nikotin) itu. “Suami saya mengeluh tidak fokus bekerja, sulit memunculkan ide baru untuk desainnya,” kata Amaliya.

Sementara berbagai metode untuk membuat perokok berat berhenti merokok (smoking cessation) sulit dijalani. Acapkali perokok hanya berhenti merokok sementara, kemudian kambuh kembali.

Secara garis besar ada dua metode untuk berhenti merokok. Pertama, metode non-farmakologi, seperti konseling, terapi perilaku, juga niat berhenti merokok dari perokok sendiri. Kedua, metode farmakologi, meliputi Nicotine Replacement Therapy (NRT), pemberian obat Varenicline, Bupropin, maupun Electronics Nicotine Delivery Systems (ENDS).

Baca: Sebabkan Radang Paru, Vape Lebih Berbahaya dari Rokok Tembakau

Produk NRT bisa dalam bentuk permen karet, koyok yang ditempel pada kulit, inhaler, ataupun semprotan pada rongga mulut. Sedangkan produk ENDS bisa berbentuk rokok elektrik (vape). Rokok elektrik inilah produk yang paling banyak ditemukan dan dijual di Indonesia. Sedangkan produk NRT yang dulu pernah disediakan di apotik, kini sulit ditemukan, bahkan kini menghilang. Lantaran banyak dokter tidak menuliskannya dalam resep sebagai obat untuk upaya menghentikan kebiasaan merokok. “Karena dokter tidak banyak yang tahu produk itu,” kata Amaliya.

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus