Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Mengenang Demam Citayam Fashion Week 2 Tahun Lalu

Pada 2022, Citayam Fashion Week yang mengusung konsep nyaris sama layaknya Harajuku di Jepang. Ini kilas balik kehebohannya.

15 Juni 2024 | 18.27 WIB

Gaya remaja di kawasan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta, Ahad, 17 Juli 2022. Fenomena Citayam Fashion Week oleh remaja SCBD (Sudirman, Citayam. Bojonggede, Depok) yang viral di Media Sosial merupakan istilah bagi para remaja yang berpenampilan modis dan nongkrong di kawasan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Gaya remaja di kawasan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta, Ahad, 17 Juli 2022. Fenomena Citayam Fashion Week oleh remaja SCBD (Sudirman, Citayam. Bojonggede, Depok) yang viral di Media Sosial merupakan istilah bagi para remaja yang berpenampilan modis dan nongkrong di kawasan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Awalnya, Citayam Fashion Week hanya sebutan karangan dari pengguna media sosial. Sebutan ini menunjuk pada berpakaian kelompok anak muda yang sering nongkrong di kawasan Dukuh Atas, Jakarta. Kemudian, kegiatan nongkrong ini dijadikan konten video dan foto kreasi oleh pembuat konten (content creator) yang diunggah di media sosial TikTok. Konten yang menampilkan anak muda di kawasan Dukuh Atas tersebut viral dan menjadi perbincangan pada awal Juli 2022. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Berdasarkan Majalah Tempo, anak-anak muda yang berasal dari beberapa daerah pinggiran Jakarta nongkrong di kawasan Dukuh Atas karena menyukai ruang terbuka publik berlatar gedung pencakar langit. Selain itu, kawasan Dukuh Atas juga memiliki akses yang mudah dijangkau dari daerah-daerah sekitar Jakarta, yaitu Stasiun MRT Dukuh Atas, Stasiun KRL Sudirman dan BNI City Dukuh, serta Transjakarta. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah konten video anak-anak muda tersebut viral, publik menyoroti gaya berpakaian mereka yang nyentrik. Akibatnya, kawasan SCBD atau Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok (pelesetan dari Sudirman Central Business District) menjadi catwalk fashion street dengan pelbagai gaya dan kostum nyentrik. Beberapa kelompok anak muda tersebut mengubah zebra cross yang menghubungkan pintu masuk stasiun MRT Dukuh Atas dengan kedai kopi Janji Jiwa sebagai ajang catwalk jalanan.

Keberadaan komunitas SCBD dan kegiatan Citayam Fashion Week mendorong beberapa kelompok anak remaja bergabung dengan komunitas ini. Mereka berasal dari daerah dalam dan luar wilayah Jakarta yang datang dengan dandanan dan busana nyentrik agar dapat membaur. Partisipasi dalam Citayam Fashion Week ini pun menjadi identitas yang ingin dimiliki anak-anak muda. 

Bahkan, Citayam Fashion Week juga menjadi ajang menampilkan ekspresi dirinya. Sebab, anak-anak subkultur ini kerap mengalami kesulitan menemukan wadah menggunakan pakaian sesuai keinginannya akibat stereotipe dan standar umum masyarakat. Namun, mereka dapat menampilkan semua koleksi pakaian dan aksesori dengan nyentrik tanpa takut dipandang negatif di SCBD.

Menurut salah satu anggota komunitas SCBD, Bayu, kelompok anak muda yang meramaikan Citayam Fashion Week ini merupakan pengamen jalanan dari Bojonggede dan Cibinong. Mereka mulai datang ke kawasan Sudirman sejak pandemi Covid-19 pada pertengahan 2020 silam. Saat itu, kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat membuat pendapatan mengamen di daerah turun sehingga mereka mengadu nasib di Jakarta.

Fenomena Citayam Fashion Week ini mendapatkan apresiasi dari beberapa pihak. Salah satu apresiasi tersebut diberikan oleh Sosiolog UGM, Derajat Sulistyo Widhyarto.

“Kemunculan anak muda yang menggunakan area publik di pusat kota sebagai lokasi unjuk ekspresi serta memilih gaya busana sebagai pilihan budaya baru justru sangat brilian,” ungkap Derajat Sulistyo Widhyarto, pada 20 Juli 2022.

Menurut Derajat, ekspresi melalui gaya busana Citayam Fashion Week menjadi bagian dari budaya yang bisa diterima seluruh lapisan masyarakat. Para anak muda yang berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah ini menunjukkan perlawanan arus fenomena budaya konsumerisme dan pamer kemewahan influencer di media sosial. Mereka memilih menggunakan baju pinjaman atau membeli dengan harga murah yang berbeda dengan anak muda perkotaan.

RACHEL FARAHDIBA R  | M.A. MURTADHO| FRANSISCO ROSARIANS ENGA GEKEN | PRIBADI WICAKSONO

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus