Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Donny Permana Lenggono dan bengkel Hantu Laut di Gandaria Utara, Jakarta Selatan, menjadi nama yang kerap disebut penggemar motor custom. Aktor Rio Dewanto jadi satu pelanggannya. Saat Tempo menyambanginya pekan lalu, Donny sedang membongkar Suzuki Thunder 250 tahun 2005 untuk dijadikan Street Tracker: motor jalanan yang tampilannya layaknya trail zaman dulu.
Tangki, knalpot, dan obeng menggantung di langit-langit. Beberapa bagian mesin berserakan. Jadi, tak usah membayangkan sosok Donny seperti apa jika sedang berada di bengkelnya itu. "Kata orang sih gue mirip hantu, ha-ha-ha. Berantakan soalnya," kata dia, seperti ditulis Koran Tempo Minggu, 9 Agustus 2015.
Donny, 37 tahun, adalah satu potret builder motor custom. Dia mewarisi bengkel Samijan Lenggono, 64 tahun, ayahnya, pemilik Sari Service—bengkel mesin Volks Wagen yang masyhur pada 1980-an di Jakarta. "Dulu main VW kodok drag dari 1989," katanya. Bengkel Hantu Laut kini berdampingan dengan Sari Service, yang eksis sejak 1960-an.
Donny mulai merambah dunia roda dua pada 2007. Awalnya ia mengerjakan modifikasi motor berkonsep low rider (ukuran ban yang lebih besar dengan velg tapak lebar tapi dengan diameter kecil). Kemudian ia berkembang memodifikasi sepeda motor jenis batangan dengan aliran Chopper, Jap’s Style, Brat Style, Cafe Racer, juga Street Tracker. Empat tahun lalu, Donny menciptakan aliran motor custom-nya sendiri yang dinamai No Rule.
Konsep No Rule, menurut Donny, adalah keluar dari kotak. Khasnya adalah tangki gas yang berbentuk kotak dan memanjang dengan motif berganti-ganti.
Cafe Racer Magazine asal Inggris dan Custom Burning Magazine Jepang memuat hasil karyanya itu. "No Rule awalnya coba-coba, kemudian dicela orang, tapi sekarang banyak yang mengikuti."
Coba-coba itu juga yang mengawali builder Yusuf Abdul Jamil, salah satu pendiri Lawless Jakarta--di Kemang, Jakarta Selatan--, gerai yang menggabungkan unsur motor, musik, fashion, dan tato. Dia mulai mengoprek motor ketika duduk di kelas VII sekolah menengah pertama. Sepeda motornya ketika itu adalah Honda S90, yang dibuat ceper. Percobaannya sempat berkali-kali gagal. Kala itu, ia jalan sendiri untuk membuat rangka motor di tukang las pagar dekat rumahnya. "Bodi dan jok juga buat sendiri," kata Yusuf.
Klien pertamanya juga pemilik motor yang sama: Honda S90. Ucup membuatnya menjadi jenis Cafe Racer. "Klien itu puas," ujarnya. Nah, dari situ dorongan membuat motor custom menjadi besar.
Idealisme builder dipertaruhkan saat berhadapan dengan klien. Donny mengatakan motor custom adalah tentang karya seni. Karena itu, ia suka bosan jika ditanya soal apa yang menginspirasinya ketika membuat sepeda motor. Itu pertanyaan klise karena seni adalah selera builder. "Gue mencoba membangun motor yang terbaik dalam batas anggaran klien. Kasih gue Rp 18 juta, itu udah bisa bagus," kata Donny, yang mendapat order rata-rata empat dalam dua bulan.
Sebelum membangun motor custom, biasanya seorang builder membuat sketsa. Seperti yang dilakukan Erwan, builder dari bengkel Custom32 Kemang, Jakarta. Sketsa ini memberikan garis untuk Erwan agar mengikuti sampai akhir.
Yusuf, Donny, dan Erwan, mengatakan bagian terbaik pekerjaannya adalah saat pelanggan sumringah. Hal terburuknya adalah ketika di tengah jalan, klien meminta ganti gaya. "Ada banyak keringat yang masuk ke setiap bagian motor yang dibangun," kata Donny.
HERU TRIYONO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini