Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Pasien Kanker Paru Datang dengan Stadium Lanjut Penyebab Kematian Tinggi

Kebanyakan pasien kanker paru terlambat mendapat penanganan karena datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi berat.

7 Februari 2021 | 20.15 WIB

Ilustrasi Kanker paru-paru. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi Kanker paru-paru. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kanker paru masih menjadi yang paling mematikan lantaran kebanyakan pasien terlambat mendapat penanganan karena datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi berat. Menurut data Globocan 2020, terdapat 34.783 kasus baru kanker paru di Indonesia dan 30.843 di antaranya meninggal dunia atau sekitar 84 orang dalam sehari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pokja Onkologi Toraks Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Sita Laksmi Andarini mengatakan kebanyakan pasien datang ke rumah sakit sudah dalam stadium 4. Hal ini sesuai temuannya di RS Persahabatan Jakarta, sebesar 80 persen pasien kanker paru terlambat melakukan pengobatan dan datang ke dokter sudah dalam kondisi berat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Jadi sudah ada penyebaran, baik itu cairan di paru, rongga dada, atau tempat lain. Biasanya karena di paru tidak ada saraf sehingga pasien tidak merasakan sakit atau nyeri, jadi datang sudah terlambat,” katanya.

Untuk itu, diperlukan pemeriksaan kesehatan rutin, terutama pada kelompok orang yang berisiko tinggi, seperti laki-laki di atas 40 tahun dengan riwayat merokok, dengan gejala respirasi, batuk, sesak, batuk darah dua pekan tidak hilang dengan pengobatan biasa. Mereka wajib melakukan deteksi dini dan diagnosis kanker paru, seperti biopsi dan bronkoskopi hingga pemeriksaan lanjutan seperti rontgen toraks dan CT scan.

Senada dengan Sita, Ketua Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN) Tubagus Djumhana mengatakan banyak menemukan kasus keterlambatan pengobatan pada pasien kanker paru pada pria di atas 40 tahun yang sudah lama merokok.

“Tiba-tiba sudah ada cairan di luar selaput paru-paru. Begitu disedot ada darahnya dan diperiksa dalam darahnya ada sel kanker,” ujarnya.

Saat ini angka tahan hidup pasien kanker paru sangat tergantung pada diagnosis. Mayoritas kasus kanker paru baru diketahui saat stadium lanjut 3 atau 4 dengan angka bertahan hidup yang semakin rendah.

Oleh sebab itu, diagnosis yang tepat dan cepat sangat berarti guna memastikan pasien mendapatkan penanganan yang juga tepat dan akurat sesuai tipe kanker paru. Diperlukan kerja sama multidisiplin yang baik agar dapat menangani pasien kanker paru secara menyeluruh mulai diagnosis, pengobatan, hingga pemantauan.

Sita menjelaskan 90 persen dari kanker paru merupakan jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK). Tatalaksana kanker paru tergantung pada jenis, stadium, dan performa status pasien. Untuk stadium 1, 2, 3 dapat dilakukan tindakan pembedahan, yang dapat diikuti oleh radioterapi atau kemoterapi.

Sedangkan pada stadium 4, tatalaksana kanker paru bergantung pada driver oncogen atau penanda molekuler yang menyertainya. Beberapa terapi yang tersedia untuk kanker paru di antaranya adalah kemoterapi, targeted therapy, dan imunoterapi.

Targeted therapy beberapa sudah ditanggung pemerintah, yaitu EFGR therapy. Jadi, kalau pasien dengan mutasi EFGR obatnya bukan kemoterapi tetapi tablet. Kalau sudah tidak mempan lagi, juga akan dilanjutkan tablet dengan generasi ketiga,” terang Sita mengenai pengobatan kanker paru.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus