Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lini masa di Twitter pernah gaduh dan pergunjingan tentang isi kamar kos yang ditinggal kabur penyewanya disesaki sampah tak berguna. Mulai botol bekas, pembungkus makanan, kemasan pembalut dan berbagai sampah lainnya, menyebabkan ruang kamar sesak tanpa ruang gerak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kondisi yang dialami penyewa kamar kos tersebut bisa disebut sebagai kondisi hoarding disorder. Menurut Hoarding.iocdf.org, hoarding Disorder ialah penyakit kejiwaan di mana pengidapnya menimbun barang secara berlebihan. Orang dengan hoarding disorder merasa setiap barang yang ia miliki berguna atau menyimpan nilai sentimen tertentu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengidap horading disorder akan kesulitan membuang atau menyingkirkan benda-benda yang dianggapnya berharga. Akibatnya, sedikit demi sedikit, tanpa disadari, barang-barang sudah menumpuk hingga bahkan menyentuh langit-langit rumah.
Kamar atau rumah penuh dengan barang-barang yang sebenarnya tidak berguna. Tak ada lagi ruangan yang tersisa. Puncaknya pengidap hoarding disorder akan mengalami kesulitan bersosialisasi), terganggu dalam perkerjaan dan hal lainnya.
Situs psychiatry.org menjelaskan, penimbunan yang dilakukan pengidap hoarding disorder tidak sama dengan seseorang yang mengumpulkan barang-barang tertentu atau kolektor. Kolektor kerap mengumpulkan barang tertentu yang disukai, lalu dirawat dan dipajang dengan rapi.
Adapun orang dengan hoarding disorder kerap menyimpan barang secara acak dan menyimpannya sembarangan. Dalam beberapa kasus, pengidap hoarding disorder memiliki kekhawatiran akan memutuhkan barang di masa depan, sehingga tidak mau membuangnya.
Dalam kasus lain, pengidap hoarding disorder menganggap barang yang ditimbunnya sangat berharga, memiliki nilai sentimental, sementara beberapa lainnya merasa nyaman dikelilingi benda-benda yang mereka timbun.
American Psychiatric Association menjelaskan gangguan hoarding disorder terjadi pada sekitar dua hingga enam persen dari populasi, dan sering menyebabkan pengidapnya mengalami tekanan substansial dan masalah fungsional.
Beberapa penelitian menunjukkan gangguan hoarding disorder lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, dan lebih umum dialami orang dewasa usia 55 hingga 94 tahun dibandingkan orang dewasa 34 hingga 44 tahun.
Dalam situs Anxiety Canada dikatakan pengidap hoarding disorder secara bersamaan kerap memiliki gangguan mental lainnya, yakni: sekitar 70 persen memiliki gangguan Major Depressive Disorder (MDD), 25 persen memiliki gangguan kecemasan umum (GAD), 30 persen memiliki kecemasan sosial atau tipe ADHD-lalai, dan 20 persen menderita Obsessive Compulsive Disorder (OCD).
Dijelaskan dalam situs mayoclinic.org pengidap gangguan hoarding disorder menimbun barang karena:
- Mereka meyakini barang-barang yang ditimbunnya bersifat unik dan dibutuhkan di masa depan.
- Mereka memiliki kedekatan emosional dengan barang-barang yang ditimbunnya, difungsikan sebagai pengingat saat-saat bahagia atau pengingat pada orang atau hewan yang dicintainya.
- Mereka merasa lebih aman ketika dikelilingi benda-benda yang ditimbun.
- Dan mereka tidak ingin menyia-nyiakan apapun.
Mayoclinic.org turut berpesan jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala gangguan HD sesegera mungkin temui dokter atau ahli kesehatan mental. Guna mendapat diagnosa dan penyembuhan secepat mungkin.
DELFI ANA HARAHAP