Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Data Global Cancer Observatory 2020 mengungkap kanker payudara memiliki jumlah kasus baru tertinggi di Indonesia sebesar 65.858 kasus atau 16,6 persen dari total 396.914 kasus kanker. Kanker serviks (leher rahim) menempati urutan kedua dengan jumlah 36.633 kasus atau 9,2 persen dari total kasus kanker dengan kematian 21.003.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Kesehatan pun mengingatkan masyarakat jangan enggan memeriksakan atau melakukan deteksi dini kanker serviks demi menekan angka kematian akibat penyakit yang banyak menyerang perempuan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau di Indonesia, kanker serviks menempati urutan kedua. Kedua banyaknya, kedua tingkat kasus dan kematiannya. Kenapa banyak banget? Selain karena faktor risiko yang menyebabkan kanker serviks, program deteksi dini di Indonesia belum berjalan optimal. Jadi, ketemunya selalu stadium lanjut, akhirnya tingkat kematiannya tinggi," kata ahli madya epidemiologi Kemenkes, Sylviana Andinisari.
"Jadi, pemerintah itu sudah mengadakan program deteksi dini. Tapi mau disokong kayak gimana pun kalau enggak ada orang yang mau diperiksa susah," tambahnya.
Ia juga mengungkapkan alasan wanita enggan melakukan deteksi dini kanker serviks karena merasa malu dan takut mengetahui hasil pemeriksaan.
“Yang terbanyak selama ini kalau kita survei kenapa enggak mau periksa, satu karena malu, dua enggak pingin tahu hasilnya karena takut,” jelasnya.
Tetap deteksi meski tanpa keluhan
Sementara itu, spesialis kebidanan dan kandungan dr. Boy Abidin, Sp.OG(K) mengungkapkan deteksi dini kanker sangat perlu dilakukan meskipun tidak merasakan keluhan apapun sebab jika sudah timbul keluhan hal tersebut sudah masuk ke gejala stadium kanker.
“Yang menarik, proses perubahan ini terjadinya tidak mendadak. Yang sering kali kita temukan, pasien datang sudah dengan stadium 2, bahkan sstadium 4. Itu pentingnya deteksi dini,” jelasnya.
Kalau sudah ada keluhan pendarahan seusai berhubungan seks, keputihan yang berulang, kadang disertai darah hingga bau, dan nyeri panggul, sudah ada gejala-gejala kanker pada umumnya, itu bisa dibilang terlambat deteksi. Boy mengatakan wanita yang wajib melakukan pemeriksaan dini kanker serviks bukan hanya yang sudah menikah, yang sudah melakukan aktivitas seksual perlu melakukan pemeriksaan dini. Terlebih bagi yang melakukannya di bawah usia 20 tahun.
“Kalau kanker serviks semuda-mudanya yang sudah berhubungan seksual itu perlu dideteksi dini. Sampai 65 tahun itu perlu deteksi karena usia harapan hidup dianggap di bawah 70,” papar Boy.
Bagi yang sudah melakukan hubungan seksual di bawah usia 20 tahun perlu lakukan deteksi dini karena sel-selnya masih rentan. Begitu ada virus HPV masuk, terjadilah kerusakan itu. Deteksi dini juga sangat penting dilakukan karena proses perjalanan virus yang mengakibatkan kanker serviks baru muncul setelah 5-20 tahun. Sebelum terlambat, para wanita perlu melakukan deteksi dini dan melakukannya secara berulang lima tahun sekali.
“Mulai dari stadium normal kemudian prakanker, lalu masuk ke stadium kanker ini ada proses perjalanan 5 sampai 20 tahun. Jadi, virus itu masuknya mungkin 5 atau 10 tahun yang lalu. Dia enggak ada keluhan apa-apa. Karena tidak deteksi dini, kemudian dia sudah masuk stadium prakanker. Jadi, masuknya virus itu tidak serta merta langsung jadi kanker,” jelas Boy. "Para single parent yang sudah tidak melakukan aktivitas suami istri juga tetap periksa. Kalau sudah pernah melakukan aktivitas suami istri, ada kemungkinan virus itu masuk, jadi harus deteksi.”