Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018, angka kejadian kanker paru atau prevalensi di Indonesia meningkat 30 persen pada 2013 hingga 2018, sementara 58 persen prevalensi berada di kota-kota besar. Adapun, 85-95 persen kanker paru adalah dari jenis kanker paru bukan sel kecil atau disebut juga dengan kanker sel gandum, terdiri atas 10-15 persen dari seluruh jenis kanker paru dengan sifat cenderung menyebar dengan cepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD, mengatakan gejala kanker paru kerap tidak terdeteksi sehingga penting mendeteksi dini agar peluang sembuh kian besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Gejala pada kanker paru seringkali tidak tampak pada stadium awal. Data saat ini menunjukkan 60 persen pasien kanker paru datang dalam stadium lanjut," kata Aru.
Ia menjelaskan kanker paru sering memiliki gejala yang serupa dengan penyakit umum lain seperti TBC. Maka penting untuk meningkatkan pengetahuan tentang faktor risiko, gejala, dan perawatan yang tersedia, termasuk perawatan inovatif terkini sebagai harapan baru bagi pengobatan kanker paru.
Angka kematian akibat kanker paru kurang dari satu tahun di Indonesia terus meningkat sejak data Globocan 2018. Padahal, angka kematian akibat kanker paru untuk wilayah Asia secara keseluruhan justru mengalami penurunan sebanyak 3 persen.
Gejala awal kanker paru dapat berupa batuk terus-menerus, nyeri dada yang memburuk bersama pernapasan dalam, batuk, atau tertawa, suara serak atau sesak napas, penurunan berat badan dan kehilangan nafsu makan, batuk darah atau dahak yang berwarna karat, mudah lelah, juga infeksi persisten seperti bronkitis dan pneumonia.
Bila sudah berlanjut, penderita akan merasakan nyeri tulang, terutama di bagian punggung atau pinggul, mengalami perubahan neurologis seperti sakit kepala, kelemahan atau mati rasa dari tangan atau kaki, pusing, masalah keseimbangan atau kejang. Gejala lanjutan juga berupa penyakit kuning serta pembengkakan kelenjar getah bening.
Aru menambahkan, kanker paru adalah jenis kanker yang kejadiannya paling tinggi pada laki-laki di Indonesia sebab 95 persen akibat lingkungan serta gaya hidup, dan kebiasaan merokok, yang dalam hal ini Indonesia menempati posisi nomor satu dalam jumlah perokok laki dewasa di dunia- serta polusi sekitar yang tinggi.
Para perokok disarankan untuk berhenti secara total, bukan bertahap, untuk mengurangi risiko terkena kanker sebab merokok terlepas dari jumlahnya sedikit atau banyak tetap menimbulkan risiko penyakit yang sama. Gaya hidup sehat, mengurangi stres, rajin berolahraga sesederhana berjalan kaki 15 menit, serta menjaga pola makan agar berat badan tetap ideal bisa mengurangi risiko kanker.