Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Pilih-Pilih Teman, Awas Ada Rumus Penularan Sosial

Studi menunjukan berteman dengan orang yang bahagia akan tertular kebahagiaannya.

27 September 2017 | 14.05 WIB

Seorang wanita ditaburi bubuk pewarna oleh temannya saat merayakan Festival Holi di Aviles, Spanyol, 27 Agustus 2017. REUTERS
Perbesar
Seorang wanita ditaburi bubuk pewarna oleh temannya saat merayakan Festival Holi di Aviles, Spanyol, 27 Agustus 2017. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Permisalan penjual minyak wangi dan pandai besi sering dijadikan dasar pertemanan. "Untuk mendapatkan teman yang baik, maka bertemanlah penjual minyak wangi, mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sebaliknya berteman dengan pandai besi, bisa jadi percikan apinya mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap".

Istilah itu mirip dengan studi baru yang ada dalam Jurnal Royal Society Open Science. Dalam penelitiannya, seseorang rentan tertular suasana hati temannya yang sedang baik atau justru buruk. Dengan kata lain, kebahagiaan dan kesedihan - serta gaya hidup dan faktor perilaku seperti merokok, minum, obesitas, kebiasaan menjaga kebugaran, dan bahkan kemampuan untuk berkonsentrasi - dapat menyebar melalui jejaring sosial, baik online maupun di kehidupan nyata.

Namun, hal ini seharusnya tidak menghentikan Anda bergaul dengan teman-teman yang mengalami kesedihan, karena efeknya tidak cukup besar untuk mendorong Anda ke dalam depresi. Baca: Psikolog: 4 Alasan Berteman dengan Mantan

Secara tak langsung, studi itu menunjukkan bagaimana teman benar-benar saling mempengaruhi, dan membantu menyingkirkan kemungkinan pertemanan terjadi karena orang cenderung tertarik dan bergaul dengan orang lain seperti mereka.

Untuk keperluan studi, para peneliti melibatkan sejumlah kelompok siswa menegah pertama dan atas, menanyai mereka soal depresi dan pertanyaan tentang teman terbaik mereka.

Hasilnya, secara keseluruhan, anak-anak yang teman-temannya menderita bad mood lebih cenderung melaporkan mood buruk mereka sendiri. Suasana hati mereka bahkan cenderung tidak membaik saat hal ini diingatkan lagi setelah enam bulan sampai satu tahun kemudian.

Sebaliknya, ketika para partisipan memiliki lebih banyak teman yang suasana hatinya bagus dan bahagia, suasana hati mereka cenderung membaik seiring berjalannya waktu. Baca: 6 Tanda Dia Sudah Tak Nyaman Berteman Denganmu

Beberapa gejala yang terkait dengan ketidakberdayaan seperti depresi, kelelahan, dan kehilangan minat - juga tampaknya mengikuti pola ini, atau oleh para ilmuwan disebut "penularan sosial'.

"Tapi ini bukan sesuatu yang orang perlu khawatirkan, mungkin ini hanya sebuah "respons empatis normal yang kita semua kenal, dan sesuatu yang kita kenali dengan akal sehat," ujar Robert Eyre, seorang mahasiswa doktoral di University of Warwick's Centre for Complexity Science seperti dilansir laman Health.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mitra Tarigan

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro serta John Doherty Asia Pacific Journalism Internships Program di Melbourne, Australia, pada 2019. Saat ini fokus menulis isu kesehatan dan gaya hidup serta humaniora

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus