Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Prahara Perselingkuhan, Boleh Saja Curhat kepada Anak, Asal?

Anak sering jadi tempat curhat saat orang tua menghadapi prahara perselingkuhan. Amankah?

9 Desember 2017 | 20.00 WIB

Ilustrasi selingkuh. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi selingkuh. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketika menghadapi masalah rumah tangga berat, apalagi menyangkut perselingkuhan, anak sering menjadi tempat berkeluh kesah dan meluapkan amarah, tanpa menyadari batas masalah yang bisa dicerna oleh anak.

“Tidak jarang pihak yang diselingkuhi menceritakan masalahnya kepada anak, sehingga akhirnya anak merasakan hal sama dengan apa yang dirasakan orang tua yang diselingkuhi,” ucap psikolog Tiara Puspita M.Psi dari rumah konsultasi TigaGenerasi, Jakarta.

Baca juga: Efek Cinta? Rela Operasi Plastik 30 Kali demi Pujian dari Si Dia

Mencurahkan perasaan kepada anak mungkin dapat mendatangkan perasaan nyaman bagi pihak yang diselingkuhi, karena menyadari ia tidak sendirian dan mereka sama-sama menjadi pihak yang disakiti. Apalagi, perselingkuhan sering dianggap aib yang tidak perlu diketahui orang lain, selain anggota keluarga.

“Namun sebaiknya, orang tua tidak menceritakan hal-hal detail terkait dengan perselingkuhan, khususnya jika itu dianggap bisa menjadi cara membalas pasangan yang berselingkuh. Jangan menjadikan anak sebagai sarana untuk menampung kemarahan, kekecewaan, atau perasaan tersakiti orang tua, karena akibatnya anak akan dipaksa menanggung masalah yang belum sanggup ia hadapi,” ujar Tita memperingatkan.

Lantas apa yang semestinya dilakukan ketika menghadapi prahara perselingkuhan dalam rumah tangga? Ceritakan secara mendetail hanya kepada anak yang usianya telah dewasa, bukan lagi anak-anak atau remaja. Ketika anak sudah dewasa, pola pikirnya dan pendiriannya sudah matang.

baca juga: Ada Model Ganteng di Klip Video Anggun C. Sasmi, Siapa Dia?

Anak juga bisa melihat masalah dari perspektif sendiri sehingga tidak mudah terhasut cerita yang disampaikan salah satu pihak. Namun orang tua harus memberi informasi secara berimbang, tidak mendramatisasi, dan tidak melebih-lebihkan. 

Tita juga menyarankan agar orang tua mempersiapkan anak untuk menghadapi kemungkinan terburuk (seperti perceraian). Usahakan tenang ketika berhadapan dengan anak untuk membicarakan masalah ini. Perilaku orang tua dapat mempengaruhi reaksi anak.

“Sadari betul reaksi dan perilaku Anda di hadapan anak, sehingga tidak memicu masalah yang lebih luas,” ucap Tita.

Bagaimana pun, perceraian merupakan kejadian yang membuat stres, traumatis, dan emosional bagi siapa pun yang terlibat.

Baca: Heboh Martabak, Netizen Indonesia dan Malaysia Ramai di Medsos

“Kesabaran, ketenteraman hati, dan kemauan mendengarkan keluh kesah anak akan meminimalkan tensi, selagi anak beradaptasi dengan situasi yang tidak familier itu,”  ujar Tita soal menghadapi prahara perselingkuhan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus