Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Rokok Elektrik juga Bisa Menyebabkan Kecanduan

Banyak perokok yang beralih ke rokok elektrik atau vape karena diklaim lebih aman. Meski demikian, rokok elektrik juga bisa menyebabkan kecanduan.

10 April 2019 | 05.35 WIB

Ilustrasi rokok elektrik atau vaping dan rokok tembakau atau konvensional. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi rokok elektrik atau vaping dan rokok tembakau atau konvensional. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Nikotin yang terdapat dalam rokok bisa menyebabkan kecanduan. Itu sebabnya, banyak orang yang ingin berhenti merokok tapi sulit melakukannya. Rokok elektrik atau vape pun menjadi alternatif. Banyak perokok yang beralih ke vape karena diklaim lebih aman. Tapi jangan salah, rokok elektrik tak serta merta membuat orang berhenti dari kecanduan nikotin.

Baca: Asap Rokok Elektrik Sama Bahayanya bagi Anak-anak

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Rokok elektrik juga bisa menyebabkan kecanduan kalau yang mengandung nikotin,” kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia (PDK3MI) dr. Mariatul Fadilah, MARS, saat peluncuran Gerakan Bebas TAR dan Asap Rokok (GEBRAK!) di Jakarta, Selasa, 9 April 2019.

Rokok elektrik memiliki kandungan nikotin yang beragam. Ada produsen yang mengklaim cairan vape bebas nikotin, ada pula yang mengandung nikotin. Hanya saja, kadar nikotin yang terkandung dalam rokok elektrik tidak sebanyak rokok konvensional.

Mariatul mengatakan, kecanduan nikotin sulit dihentikan. Seseorang yang sudah mengalami adiksi parah, akan mengalami kondisi seperti orang sakau jika tidak mengonsumsi nikotin.

“Ini karena nikotin mengubah susunan saraf pusat yang disebut dengan adiksi. Kecanduan nikotin adalah kecanduan yang paling sulit dihentikan dibandingkan dengan kecanduan yang lain, kecuali heroin,” kata Mariatul.

Mariatul menambahkan, bahaya yang ditimbulkan nikotin bukan hanya kecanduan, tapi juga meningkatkan risiko penyakit pada organ tubuh yang ditempelinya, antara lain kanker, pengerasan pembuluh darah dan hati.

Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) yang juga Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Amaliya, mengatakan bahwa asupan niktoin tidak bisa dihentikan begitu saja dari seseorang yang mengalami adiksi. Itu sebabnya, dikenal istilah terapi berhenti merokok atau nicotine replacement therapy. Terapi ini menggantikan asupan nikotin melalui produk lain selain rokok, seperti rokok elektrik, koyo, inhaler, dan permen karet.

Menurut Amaliya, dari beberapa metode tersebut, rokok elektrik jadi cara paling mudah berhenti merokok. “Ada beberapa penelitian yang membuktikan bahwa menggunakan e-cigaret membuat lebih banyak perokok berhenti dibandingkan dengan metode lain. Ini karena vape bisa menciptakan kebiasaan seperti merokok, tapi bahayanya berkurang,” kata dia.

Ia mengungkapkan sebuah penelitian di Georgetown terhadap asap rokok dan uap vape. Hasilnya, rokok yang dibakar dapat menyebabkan kematian sel tubuh, sementara yang diuapkan bahayanya lebih rendah 95 persen.

“Rokok elektrik tidak bahaya sama sekali itu salah, tetap ada bahayanya 5 persen. Tapi jangan dibandingkan dengan yang tidak merokok, bandingkanlah dengan yang merokok,” kata Amaliya.

Baca: Bukan Hanya Serangan Jantung, Ini Risiko Lain dari Rokok Elektrik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus