Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Roti Ganjel Rel, Makanan Khas Penyambut Ramadan

Roti ganjel rel dinikmati usai penabuhan bedug sebagai tanda memasuki bulan puasa.

17 Juni 2015 | 17.05 WIB

Roti Gandjelrel khas Semarang. Wikipedia.org
material-symbols:fullscreenPerbesar
Roti Gandjelrel khas Semarang. Wikipedia.org

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Semarang - Rasanya khas oleh aroma rempah-rempah yang sangat terasa di lidah. Ketika dikunyah, roti ini terasa lembut bercampur gurih oleh wijen yang bertaburan di tekstur kue itu. Penduduk Kota Semarang tak asing dengan roti yang selalu disajikan saat puncak pesta Dugderan, atau pesta menyambut bulan puasa.

“Roti ganjel rel dibagikan ke masyarakat saat pengumuman bulan puasa. Tahun ini kami memproduksi 8 ribu pesanan takmir Masjid Kauman (Masjid Agung Semarang),” kata Aulil Marzuki, produsen roti ganjel rel, saat ditemui Tempo, Selasa, 16 Juni 2015.

Biasanya roti ganjel rel dinikmati usai penabuhan bedug sebagai tanda memasuki bulan puasa. Sajian roti ganjel rel bersamaan dengan air khatam Al-Quran, atau air putih yang disajikan saat santri Masjid Agung Semarang membacakan Al-Quran. “Cocok dengan air putih karena karakter roti ganjel rel kadang bikin seret di tenggorokan,” kata Aulil.

Selain hadir di saat menjelang Ramadan, roti ganjel rel kadang bisa ditemukan dalam keranjang makanan pedagang tradisonal keliling. Roti itu menjadi pilihan bagi masyarakat setempat yang biasa sarapan makanan tradisional saat pagi hari.

Roti ganjel rel bukanlah makanan biasa. Ramuan bahan baku serta proses pembuatan yang sangat detail menjadi alasan makanan ini sulit ditemukan. Menurut Aulil, bahan utama roti ganjel rel dulu merupakan tepung gaplek dan gula jawa yang dicampur rempah-rempah.

“Namun saya kini menggunakan terigu. Selain rasanya lebih lembut, terigu mudah dicari,” kata perempuan yang mendapat resep pembuatan roti ganjel rel dari tantenya itu.

LIHAT: JADWAL IMSAK DAN SHOLAT RAMADAN 2015

Untuk mempertahankan rasa agak kenyal seperti gaplek, Aulil juga mencampur adonan terigu dengan tepung kanji. Selain itu, bahan utama lain seperti telur, gula jawa, wijen, rempah-rempah dan minyak goreng tetap menjadi bahan yang wajib digunakan. Minyak goreng dipakai untuk mempertahankan agar roti tak mudah basi. Roti khas ini sengaja tak menggunakan margarin untuk mempertahankan agar tak cepat basi.

Keberadaan roti ganjel rel yang banyak diproduksi warga Kauman dan sekitar Johar sempat nyaris punah. Dulu roti ini banyak dibuat oleh masyarakat Tionghoa yang kemudian banyak dikembangkan warga sekitar Masjid Agung. Bahannya juga dimodifikasi sesuai selera sekarang. Di antaranya gula jawa diganti dengan gula palm karena gula jawa sekarang banyak campurannya.

Tempo berusaha menelusuri pusat pembuatan roti ganjel rel di kawasan jalan gang baru kawasan pecinan tak jauh dari Johar, Kota Semarang. Di jalan yang banyak didominasi pedagang itu ini tak lagi memproduksi roti khas Semarang itu.

“Pembuatnya sudah tak ada, meninggal satu tahun lalu,” kata Arayani, kerabat Kang Kiem Hong, pembuat roti ganjel rel yang pernah tersohor di Kota Semarang.

Dulu masyarakat Kota Semarang banyak memesan roti ganjel rel di Jalan Gang Baru Nomor 92, tempat Kang Kiem Hong menetap. Sepeninggal Kang Kiem, keluarganya tak mampu meneruskan. “Sulit, tak tahu bumbunya. Termasuk pembantu setia Kang Kiem juga tak bisa. Padahal roti ganjel rel enak,” katanya.

Menurut Aryani, Kang Kiem selalu membuat roti ganjel rel saat pukul 03.00 dinihari dan dilakukan sendiri, sehingga sulit dipelajari orang lain.

EDI FAISOL


Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Zed abidien

Zed abidien

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus