Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Stephanie Kurlow Balerina Berhijab Perjuangkan Hak Minoritas  

Selain menjadi balerina profesional berhijab pertama, Stephanie Kurlow punya impian lain.

12 Oktober 2016 | 11.12 WIB

Stephanie Kurlow (14 tahun), remaja berhijab yang bercita-cita jadi balerina profesional. Alarabiya.net/Stephanie Kurlow
material-symbols:fullscreenPerbesar
Stephanie Kurlow (14 tahun), remaja berhijab yang bercita-cita jadi balerina profesional. Alarabiya.net/Stephanie Kurlow

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Stephanie Kurlow, 15 tahun, menjadi perbincangan di media tentang launch good crowfunding campaign, sebuah kampanye yang bertujuan mengumpulkan dana bagi keperluan sekolah baletnya.

Ia berhasil mengumpulkan sekitar Aus$ 7.000 atau Rp 68 juta. Ia juga mendapatkan beasiswa dari brand olahraga asal Swedia, yang bertujuan mendukung para atlet yang memiliki impian besar. Kini, Stephanie menjalani pelatihan selama 25 jam setiap minggu.

"Saya ingin menyemangati anak muda, wanita, dan mereka yang memiliki latar belakang ras dan budaya berbeda, dan mendobrak batasan tersebut dan stereotip tentang balet dan industri perfilman bagi mereka yang tidak memenuhi standar yang ditentukan," ujar balerina asal Australia ini.

Menurut dia, kaum minoritas kerap tidak terwakilkan dalam industri balet di Australia, meskipun kini industri tersebut telah berubah secara perlahan dengan mengajak mereka yang memiliki latar belakang berbeda untuk ikut serta. "Menjadi balerina berhijab pertama cukup menantang karena masyarakat dunia baru pertama kali melihat hal ini," kata penganut agama Islam sejak enam tahun lalu itu. Ia mengaku pelatihan baletnya tidak menjadi penghalang bagi agama yang dianutnya, demikian pula sebaliknya.

Selain menjadi balerina profesional berhijab pertama, Stephanie memiliki impian lain: "Saya ingin mendirikan sekolah seni pertunjukan dan perusahaan yang menyediakan kebutuhan bagi masyarakat yang memiliki keahlian dan latar belakang berbeda."

Ia juga ingin mengembangkan support group yang menyediakan terapi berupa seni pertunjukan untuk masyarakat difabel dari daerah pedesaan dan komunitas Aborigin. Keinginannya tidak berhenti sampai di situ. Stephanie juga ingin menembus industri perfilman dengan tujuan membantu merepresentasikan muslim dan kelompok lain yang tidak mendapatkan banyak kesempatan dalam industri tersebut.

Perjuangan Stephanie tidaklah mudah. Ia juga mendapat banyak komentar negatif anti-muslim di media online. Namun ia tidak ambil pusing akan komentar tersebut. "Banyak orang di dunia ini yang tak acuh tentang budaya dan agama lain, dan saya berharap bisa mengedukasi mereka dengan cerita dan pesan yang saya sampaikan serta menghilangkan stereotip tentang budaya, ras, keahlian, dan gender."

Stephanie pun mengingatkan para wanita yang kini tengah berjuang melakukan hal yang dicintai untuk tidak menyerah dan memanfaatkan setiap kesempatan, tapi tetap memegang teguh nilai personal.

TABLODIBINTANG


 


 


 


Baca juga:
Kiat Nyaman Beraktivitas dengan Hijab Syar`i
Hijabers Indonesia Dukung Pemakai Burkini di Prancis
Blakblakan Blogger Muslimah Ascia AKF tentang Busananya


 


 


 


 


 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yunia Pratiwi

Yunia Pratiwi

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus