Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Waspadai Kelebihan Cairan pada Pasien Cuci Darah

Pakar mengingatkan pasien cuci darah mewaspadai terjadinya kelebihan cairan yang bisa berdampak pada kondisi tubuh.

18 Maret 2022 | 09.32 WIB

Pasien tengah melakukan perawatan cuci darah di Klinik Hemodialisis Tidore, Jakarta, Senin, 13 Januari 2020. Dengan cara ini, BPJS berharap ada kemudahan bagi pasien JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat) mengakses layanan cuci darah. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Pasien tengah melakukan perawatan cuci darah di Klinik Hemodialisis Tidore, Jakarta, Senin, 13 Januari 2020. Dengan cara ini, BPJS berharap ada kemudahan bagi pasien JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat) mengakses layanan cuci darah. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Cuci darah menjadi salah satu terapi penyakit ginjal yang digambarkan sebagai sebuah mesin dan ginjal buatan untuk mengeluarkan cairan dan zat sampah dari dalam darah. Terapi ini tidak menggantikan seluruh fungsi ginjal, hanya fungsi pembuangan saja yang dapat digantikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal dan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), dr. Adi Wijaya, Sp.PD-KGH, mengingatkan pasien cuci darah mewaspadai terjadinya kelebihan cairan yang bisa berdampak pada kondisi tubuh. Dampak yang bisa dirasakan pasien saat kelebihan cairan yakni bengkak di seluruh tubuh, termasuk pada paru-paru, yang bisa menimbulkan sesak pada pasien.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Yang paling bermasalah pada pasien hemodialisa (HD) pada satu sampai enam bulan pertama yaitu kelebihan cairan, di mana pasien akan merasa lebih haus dan minum lebih banyak sehingga dapat mengalami kelebihan cairan," kata Adi.

Menurut Adi, kelebihan cairan dapat diatasi dengan membatasi asupan cairan, asupan garam, dan frekuensi hemodialisis yang lebih sering. Di sisi lain, masih ada masalah yang juga dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal yang menjalani cuci darah, yaitu penyakit jantung, anemia, hipertensi, penyakit tulang, gangguan pencernaan, gangguan saraf, infeksi, gatal-gatal, dan masalah psiko-sosial.

"Permasalahan yang sering terjadi pada pasien hemodialisis yaitu nyeri dada, sesak napas, sakit kepala, dan keluhan lain yang membuat cemas," ujar Adi.

Selain hemodialisis, ada sejumlah terapi lain yang bisa menjadi pilihan pemilik masalah ginjal, yakni cangkok ginjal dan dialisis peritoneal (CAPD). Pasien bisa memilih terapi mana yang ingin dijalankan dan setiap terapi memiliki keuntungan dan kekurangan sendiri. Terapi CPAD memiliki waktu yang lebih fleksibel dan tidak terikat jadwal seperti cuci darah. Terapi ini juga dapat dilakukan di rumah, di tempat kerja, atau tempat-tempat pasien berada dan durasi waktu CPAD juga lebih singkat.

Penyakit ginjal kronis yakni terganggunya fungsi dan struktur ginjal menahun atau lebih dari tiga bulan dengan berbagai implikasi kesehatan. Menurut Adi, saat ini diperkirakan sebanyak 850 juta orang terkena penyakit tersebut dan akan meningkat setiap tahun seiring dengan meningkatnya penyakit degeneratif.

Penyebab penyakit ginjal kronis bermacam-macam dan tiga di antaranya yakni hipertensi, diabetes, dan peradangan ginjal kronik atau disebut glomerulonefritis. Penyebab lain yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis yaitu penyakit jantung, autoimun, obat-obatan yang merusak ginjal, dan adanya sumbatan saluran kemih.

Ada sejumlah tanda yang perlu diperhatikan terkait penyakit ini, yaitu tekanan darah tinggi, perubahan frekuensi dan jumlah urine dalam sehari, adanya darah dalam urine, lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, tidak dapat berkonsentrasi, gatal, sesak, mual dan muntah, serta timbul bengkak terutama pada kaki dan pergelangan kaki dan kelopak mata di pagi hari.

"Penyakit ginjal kronis pada tahap awal, sebagian besar hampir tidak bergejala, sehingga diperlukan skrining,” ungkap Adi.

Skrining pemeriksaan fungsi ginjal dapat dilakukan melalui pemeriksaan darah dan pemeriksaan urine. Pemeriksaan darah dengan melihat kadar kreatinin, ureum, dan laju filtrasi glomerulus. Pemeriksaan urine dengan melihat kadar albumin atau protein.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus