Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

150 Tahun Lalu, Pulau Penyengat Dilintasi Gerhana Matahari Cincin

Fenomena gerhana matahari cincin lekat dalam khasanah budaya masyarakat Kepri. Salah satunya dari tulisan Raja Ahmad, cendekia Pulau Penyengat.

25 Desember 2019 | 18.00 WIB

Awan menutupi gerhana matahari yang tampak dari kawasan Jakarta Selatan pada pukul 16.54 Posisi gerhana di Jakarta tidak sepenuhnya berbentuk cincin. TEMPO/Budi Yanto
Perbesar
Awan menutupi gerhana matahari yang tampak dari kawasan Jakarta Selatan pada pukul 16.54 Posisi gerhana di Jakarta tidak sepenuhnya berbentuk cincin. TEMPO/Budi Yanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Batam -  Masyarakat di Kepulauan Riau (Kepri) akan menyaksikan fenomena langka gerhana matahari cincin, tepatnya besok 26 Desember 2019. Dalam catatan masyarakat Kepri, fenomena gerhana matahari cincin terjadi satu kali dalam 150 tahun. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Fenomena tersebut sudah pernah terjadi pada salah satu pulau berserjarah di Provinsi Kepri, Pulau Penyengat, Tanjungpinang. Kejadian tersebut terdapat dalam catatan sejarah tokoh melayu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahkan catatan fenomena tersebut masih ditulis dalam bahasa Belanda. "Itu dari kajian budayawan kami, bahwa sudah pernah terjadi di Penyengat 150 tahun lalu, dan menjadi pembahasan di Jakarta," kata Surjadi Kepala Dinas Pariwisata Tanjungpinang, kepada Tempo, Selasa, 23 Desember 2019. 

Catatan terjadinya gerhana matahari tersebut dihitung dalam ilmu falaq Melayu oleh Raja Ahmad Engku Haji Tua, "Ia adalah cendekia Pulau Penyengat," kata dia.

Raja Ahmad sendiri menuliskan fenomena gerhana matahari cincin Tuhfat al Nafhis yang kemudian dilanjutkan oleh puteranya Raja Ahli Haji.
Selain itu Raja Ahmad menulis Syair Raksi (Syair tentang raksi bintang).

Tulisan tersebut masih terdapat di Perpustakaan Nasional Jakarta berjudul “Kitab Bintang” itu merupakan naskah dari Pulau Penyengat.

Dan di dalam sebuah buku berjudul Old Muslim Calendars South East Asia (Kalendar Islam Asia Tenggara) karya Ian Proudfoot disebutkan, bahwa perubahan kalender yang terbukti terbaik di wilayah Melayu berasal dari Johor-Riau.

Gerhana matahari cincin terjadi di Johor-Riau pada 8 Juli 1861. Berada agak jauh ke arah utara dari Pulau Penyengat. Ketika itulah Raja Ahmad Engku Haji Tua melakukan perhitungannya dengan ilmu falaq Melayu. "Tetapi astronom Belanda bernama Oudemans sangsi, tidak percaya orang pribumi bisa canggih menghitung hal demikian," kata Surjadi.

Foto udara Laman Boenda Gongong Tanjungpinang, lokasi ini akan dijadikan pusat menyaksikan fenomena gerhana matahari cincin. Foto: Tutus RK

Ia melanjutkan, karena itu di Pulau Penyengat juga dilaksanakan beberapa kegiatan memperingati gerhana matahari cincin tersebut. "Artinya kami memperingati itu, bahwa dulu cendekia di Pulau Penyengat sudah lama memperhitungkan ini," kata dia. 

Surjadi menjelaskan, selain di Pulau Penyengat, gerhana matahari cincin juga dapat diperhatikan di Laman Boenda Monumen Gongong, Tanjungpinang. Pihaknya sudah melakukan persiapan mulai dari penempatan titik teropong dan lainnya. 

YOGI EKA SAHPUTRA

Yogi Eka Sahputra

Kontributor Tempo di Tanjungpinang, Kepulauan Riau

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus