Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Badak Putih Jantan Terakhir di Bumi Sangat Membutuhkan Pasangan  

Sudan, badak putih jantan (yang diklaim) terakhir di muka bumi, sedang membutuhkan pasangan kencan.

27 April 2017 | 14.33 WIB

Anggota tim Criket Maasai, berpose dengan salah satu badak putih yang masih ada di taman nasional Laikipia, Kenya 14 Juni 2015. Selain berkampanye untuk hidup sehat dan terhindar dari HIV/AID, tim Maasai juga mengkampanyekan kesadaran manusia dalam menjag
Perbesar
Anggota tim Criket Maasai, berpose dengan salah satu badak putih yang masih ada di taman nasional Laikipia, Kenya 14 Juni 2015. Selain berkampanye untuk hidup sehat dan terhindar dari HIV/AID, tim Maasai juga mengkampanyekan kesadaran manusia dalam menjag

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sudan, badak putih jantan terakhir di muka bumi, sedang membutuhkan pasangan kencan. Umurnya sudah 43 tahun, dan bila tak segera mendapat pasangan, tentu saja, ancaman kepunahan kian nyata.

Baca juga: Badak Putih Utara Ini Mati, Tinggalkan Hanya 3 Ekor Penerus

Dulunya Sudan masih punya rekan bernama Suni. Namun Suni ditemukan mati pada Oktober 2014.

Sudan, yang kini berada di tempat konservasi Ol Pejeta, Kenya, sebenarnya sudah diarahkan untuk mendekati dua badak putih betina yang ada: Fatu, 17 tahun, dan Najin, 27 tahun.

"Kami sudah mencoba segalanya agar mereka kawin alami," kata Elodie Sampere, manajer pemasaran konservasi Ol Pejeta, di mana tiga badak putih yang di ambang kepunahan itu dijaga 24 jam. "Saat pertama kali ia (Sudan) akan mengawini seekor betina, penjaga hutan membimbingnya…, tapi susah untuk badak." 

"Kami menjauhkannya dari lingkungan kebun binatang yang tidak kondusif untuk insting alami dan menempatkan mereka di lingkungan semi-liar. Ada beberapa perkawinan, tapi tak pernah terjadi kehamilan," ujarnya.

Baca juga: Hampir Punah, Badak Putih Lahir di Taman Safari

Kini para ilmuwan berharap bisa menggunakan cara lain. Mereka ingin melakukan pengobatan kesuburan dan menggunakan sperma Sudan untuk membuahi sel telur, entah Fatu atau Najin. Namun, untuk itu, dibutuhkan biaya tak sedikit, yakni sekitar US$ 9 juta.

Tak kurang akal, akhirnya mereka memunculkan Sudan ke aplikasi perjodohan Tinder di Internet. Profilnya di Tinder bertulisan: “Saya tak bermaksud untuk terburu-buru, tapi nasib spesies saya benar-benar bergantung pada saya. Saya bisa tampil bagus kalau berada di bawah tekanan. Saya suka makan rumput dan bersantai di kubangan lumpur. Tak masalah. Tinggi saya 6 kaki dan bobot saya 5.000 pon (2.267 kilogram).”

Para ahli konservasi berharap kemunculan Sudan di aplikasi kencan Tinder bisa membantu mereka menggalang dana yang dibutuhkan. Mereka memang berburu dengan waktu. Sudan bisa mati kapan saja, baik oleh sebab alamiah maupun perburuan liar.

Para pemburu menjual cula badak putih utara seharga US$ 50 ribu per kg (sekitar Rp 664,9 juta). Itu membuatnya jauh lebih berharga ketimbang emas atau kokain. Maka para penjaga takut kalau Sudan, yang sudah 43 tahun, dibunuh sebelum mereka bisa mengumpulkan dana. "Selalu ada ketakutan itu. Dia sudah tua dan bisa segera mati," kata pakar badak Richard Vigne, CEO Ol Pejeta. "Selama masih ada permintaan cula badak di Timur Jauh, ancaman akan selalu ada."

ANTARA


 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tulus Wijanarko

Tulus Wijanarko

Wartawan senior dan penyair.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus