Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sastrawan dan jurnalis, Sori Siregar wafat di rumahnya di bilangan Tangerang Selatan, Banten, pagi ini, 21 Juni 2021. "Meninggal tadi sekitar pukul 07.00," kata Yono, salah satu tetangganya di Jalan Manyar Dalam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Namun, dia belum mengetahui secara pasti penyebab meninggalnya Sori. "Kemarin sempat melihat dia menerima paket." Jenazah Sori saat ini disemayamkan di rumahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sori Siregar lahir di Medan, 12 November 1939. Pemilik nama lengkap Sori Sutan Sirevi Siregar ini merupakan salah satu yang membubuhkan tanda tangan mendukung Manifes Kebudayaan pada 1963.
Saat mendukung Manifes Kebudayaan, Sori bekerja sebagai Sekretaris Redaksi Mingguan Waspada Teruna. Di Medan, Sori aktif dalam berbagai kegiatan kebudayaan, termasuk teater.
Pada 1962, dia bahkan terpilih sebagai aktor terbaik dalam Festival Drama Sumatera Utara II.
Sejak Presiden Soekarno melarang dan menyatakan, "Ganyang Manikebu karena melemahkan revolusi," pada 8 Mei 1964, kehidupan Sori berubah 180 derajat. Dia dipecat dari kantornya.
Ia pun tak lagi bebas melakukan aktivitas kesenian. "Saya kembali bergantung pada orang tua, tanpa pekerjaan," ujarnya seperti dikutip Majalah Tempo, 30 September 2013.
Bersama 22 seniman Medan, Sori menjadi pendukung Manifes karena setuju kesenian dan politik mesti dipisahkan. "Aktivis Lekra dan PKI menuduh kami kontrarevolusi, padahal tidak," katanya.
Sori Siregar terakhir menerbitkan kumpulan cerpen Nanaimo yang Jauh di Sana pada Januari lalu. Buku ini memuat 14 cerpen yang pernah dimuat di media cetak dari 1983-2019.