Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Mengintip Bakdo Sapi di Boyolali, Tradisi Nenek Moyang yang Digelar setiap Akhir Lebaran

Tradisi Bakdo Sapi digelar di akhir perayaan Lebaran, bertepatan dengan kupatan atau syawalan

18 April 2024 | 08.46 WIB

Gunungan sayur-mayur dan ketupat menjadi bagian dari rangkaian acara Bakdo Sapi yang diadakan di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Rabu, 17 April 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Perbesar
Gunungan sayur-mayur dan ketupat menjadi bagian dari rangkaian acara Bakdo Sapi yang diadakan di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Rabu, 17 April 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Boyolali - Tradisi Bakdo Sapi atau Lebaran Sapi di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, sudah ada sejak zaman nenek moyang dan hingga kini masih lestari. Tepat di hari ketujuh Lebaran atau Rabu, 17 April 2024, warga desa di kawasan lereng Gunung Merapi itu menggelar tradisi syawalan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Hal unik atau ciri khas dalam rangkaian kegiatan Bakdo Sapi adalah adanya arak-arakan ratusan sapi dan kambing milik warga. Hewan-hewan ternak itu diangon atau digembala dengan berkeliling kampung. Sebagian dari hewan ternak itu diberi kalung ketupat. Bahkan, sebelum diarak, sapi dan kambing itu diberi minyak wangi. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut tokoh masyarakat Dukuh Mlambong, Abdul Somad, tradisi Bakdo Sapi yang sudah ada sejak zaman nenek moyang dan hingga saat ini terus dilaksanakan oleh warga setempat setiap tahunnya. 

Sejumlah warga mempersiapkan sapi-sapi dan kambing-kambing mereka untuk diarak dalam rangkaian acara Bakdo Sapi di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Rabu, 17 April 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE

"Tradisi angon sapi ini melanjutkan budaya dari nenek moyang dan sampai sekarang masih masih dilestarikan oleh warga di sini," ujar Abdul Somad saat ditemui wartawan di sela-sela acara Bakdo Sapi di Dukuh Mlambong, Rabu, 17 April 2024.

Digelar H+7 Lebaran

Dia menjelaskan, tradisi angon sapi yang sudah berlangsung turun-temurun ini merupakan tradisi tahunan. Acara ini digelar di akhir perayaan Lebaran atau di H+7 Lebaran, bertepatan dengan kupatan (ketupat) atau syawalan. Oleh masyarakat setempat, tradisi ini juga biasa disebut bakdo kupat dan bakdo sapi. 

"Bakdo kupat karena hari ini warga juga menggelar kupatan dan bakdo sapi, pada tradisi ini warga membawa ternak sapinya keluar kandang digembala keliling kampung," katanya.  

Dia menambahkan acara tersebut diikuti oleh warga 4 RT di wilayah RW 4 Desa Sruni, yaitu RT 3 dan 4 Dukuh Mlambong, RT 5 Dukuh Rejosari dan RT 6 Dukuh Gedongsari. 

Ratusan warga Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, menggelar kenduri dalam rangkaian acara Bakdo Sapi yang diadakan di wilayah itu, Rabu, 17 April 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE

Ketua RW 4, Jaman, menambahkan dalam tradisi Bakdo Sapi itu warga membawa hewan ternaknya keliling kampung. Pada hari itu, dipercaya bahwa Nabi Sulaiman memeriksa hewan-hewan ternak milik warga. 

"Ini mengikuti Kanjeng Nabi Sulaiman yang dulu mendapat perintah Allah, untuk mengurusi hewan peliharaan baik berkaki dua maupun empat. Jadi tradisi ini sudah berlangsung turun temurun sejak zaman dahulu," dia menjelaskan. 

Tradisi ini diawali dengan kenduri menggunakan ketupat berikut sayur dan lauknya, yang berlangsung di jalan utama Dukuh Mlambong. Selesai kenduri, warga kemudian membawa sapi-sapinya keliling kampung. Saking banyaknya sapi yang dibawa, jalan di kampung itu seakan dipenuhi sapi. 

Arak-arakan diawali dengan gunungan sayur-mayur dan ketupat. Di belakangnya kelompok kesenian reog, lalu siswa-siswi SMP dengan mengenakan pakaian tradisional misalnya kebaya. Baru di belakangnya arak-arakan sapi.

Wujud syukur

Jaman mengemukakan tradisi itu juga merupakan wujud syukur kepala Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rezekinya melalui hewan ternak sapi, sekaligus memohon kepada Tuhan agar hewan-hewan ternak yang dipelihara warga dapat berkembang biak dengan baik. 

Ternak sapi, khususnya sapi perah, telah mampu menopang rezeki warga. Itu sebabnya, tradisi ini juga merupakan wujud warga memuliakan hewan ternaknya, sebagai tanda syukur kepada Allah. 

"Dengan sapi-sapi yang dikumpulkan ini, diharapkan sapi betina cepat birahi sehingga bisa cepat bunting (mengandung) lagi dan berkembang biak," kata dia.

 

Septhia Ryanthie

Septhia Ryanthie

Sebelum bergabung dengan Tempo sebagai kontrubutor di Surakarta, ia wartawan Solopos pada 2006-2018. Menyelesaikan studi magister manajemen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (YKPN) Yogyakarta pada 2006

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus