Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Merawat Situs Cagar Budaya Lewat Sadar Vegetasi Diserukan di Candi Prambanan

Kondisi lingkungan dan alam, seperti di wilayah gunung berapi, bisa mengancam keberadaan situs cagar budaya.

26 Oktober 2023 | 19.00 WIB

Forum dialog gerakan Siap Sadar Lingkungan di Komplek Candi Prambanan, Rabu petang (25/10/2023). Dok.istimewa
Perbesar
Forum dialog gerakan Siap Sadar Lingkungan di Komplek Candi Prambanan, Rabu petang (25/10/2023). Dok.istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah potensi bencana hingga topografi yang kurang menguntungkan dinilai bisa mengancam keberadaan situs cagar budaya seperti candi-candi di Nusantara. Di Yogyakarta dan Jawa Tengah misalnya, ada kondisi-kondisi alam yang dinilai bisa membahayakan keberadaan candi-candi di wilayah itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Di Candi Dieng misalnya, karena berada di lingkungan dengan aktivitas vulkanik tinggi, candi itu kerap terpapar uap belerang yang berbahaya bagi situs itu," ujar Kepala Sub Bagian Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah Septina Wardhani dalam forum "BLDF Siap Sadar Lingkungan (Siap Darling)" di Candi Prambanan pada Rabu petang, 25 Oktober 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kawasan Dataran Tinggi Dieng di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, merupakan suatu kompleks gunung api aktif tipe A. Paparan intens uap belerang itu lambat laun bisa mengikis dan merusak lapisan bebatuan candi. Diperlukan upaya agar uap belerang yang dihasilkan tidak langsung mengenai bebatuan candi itu.

"Untuk melindungi bebatuan candi di Dieng itu perlu diperbanyak vegetasi yang punya sifat menyerap uap belerang kawasan itu, salah satunya jenis Cemara Gimbal," kata Wardhani.

Tak hanya Candi Dieng, Wardhani menuturkan, kawasan Candi Gedong Songo yang berada di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah juga perlu mendapatkan perhatian serius.

"Topografi di Candi Gedong Songo yang berada di perbukitan, lereng lereng cukup curam, berpotensi rawan longsor," kata dia. "Sehingga dukungan vegetasi sangat dibutuhkan untuk meminimalisir potensi bencana di Gedong Songo itu," kata Wardhani.

Adapun di wilayah Kabupaten Sleman, Yogyakarta, dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Wardhani menuturkan bahwa situs situs candi yang banyak tersebar juga butuh perhatian. Sebagian telah dirintis pengayaan vegetasinya seperti di Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sojiwan, juga Candi Kedulan. Vegatasi yang digencarkan sesuai karakter candi-candi di Sleman dan Klaten itu, seperti jenis Kemuning dan Melati.

Wardhani menuturkan, pihaknya melibatkan berbagai komunitas dan instansi swasta dan pemerintah dalam memperbanyak vegetasi di berbagai kompleks candi itu. Sebab, kebutuhan vegetasinya cukup banyak. 

Kampanye lewat web series

Pegiat Gerakan Siap Sadar Lingkungan Dandy Mahendra dalam forum itu mengatakan, selain berkolaborasi dengan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam gerakan vegetasi situs cagar budaya, mereka juga mengkampanyekan sadar lingkungan lewat aktivitas digital.

"Kami telah memproduksi film-film web series yang mengambil latar keindahan alam dan warisan sejarah Indonesia, untuk menumbuhkan kepedulian lingkungan itu di kalangan generasi muda," kata Dandy.

Dalam film web series itu, gerakan ini mengolah isu lingkungan dengan membawa tema persahabatan, petualangan, dan imajinasi dari aktivitas yang pernah mereka lakukan selama ini. 

Oktober ini, misalnya, gerakan itu meluncurkan serial web Pusaka yang menceritakan perjalanan tiga orang sahabat, yaitu Getuk (Ucup Klaten), Risa (Audya Ananta), dan Bima (Rezky Mickey) dalam menemukan pelajaran berharga yang mengubah pandangan mereka tentang kecintaan terhadap alam. 

Lokasi syuting web series itu antara lain di Situs Candi Sewu Prambanan, Gunung Api Purba Nglanggeran Gununvkidul, dan Watu Lumbung Bantul.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nunu Anugrah dalam dialog itu menuturkan, saat ini dunia sedang menghadapi triple planetary crisis, yakni perubahan iklim, pencemaran udara, dan hilangnya keanekaragaman hayati. "Ketiganya saling terkait dan sangat mendesak untuk diatasi, terutama lewat gerakan pertumbuhan ekonomi hijau yang ramah lingkungan,” kata Nunu.

PRIBADI WICAKSONO

Mila Novita

Mila Novita

Bergabung dengan Tempo sejak 2013 sebagai copywriter dan menjadi anggota redaksi pada 2019 sebagai editor di kanal gaya hidup. Kini menjadi redaktur di desk Jeda yang meliputi gaya hidup, seni, perjalanan, isu internasional, dan olahraga

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus