Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Merauke – Kepala kepolisian daerah atau Kapolda Papua, Mathius Derek Fakhiri, mewanti-wanti investor untuk tidak merenggut hak-hak masyarakat adat. Fakhiri berharap masalah masyarakat adat termasuk gugatan hukum masyarakat adat Suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan, dan Suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya dapat selesai dalam waktu dekat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Media sosial sebelumnya diramaikan dengan unggahan poster dan tagar ‘All Eyes on Papua’. Tagar itu digunakan sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat Papua yang tengah berjuang untuk menolak pembangunan perkebunan sawit di Papua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Masyarakat adat Awyu dan Moi mengajukan gugatan hukum melawan pemerintah dan perusahaan sawit demi mempertahankan hutan adat mereka. Gugatan keduanya kini sampai tahap kasasi di Mahkamah Agung.
“Saya ingatkan kepada para perusahaan yang sedang bekerja di tanah Papua bahwa sangat penting itu memperhatikan bagaimana masyarakat lokal yang ada di situ. Setiap jenis tanah yang ada di tanah Papua ini mempunyai tuanya,” kata Fakhiri ditemui di salah satu hotel di Merauke, Papua Selatan, pada Selasa, 4 Juni 2024.
Fakhiri mengatakan dia dan Kapolres Mappi serta Kapolres Boven Digul sudah mengirimkan Dirkrimsus untuk segera menurunkan tim ke lokasi untuk meninjau langsung persoalan yang terjadi. Lulusan Akpol 1990 ini mengharapkan ada titik temu antara masyarakat adat dengan pemerintah dan perusahaan.
“Saya berharap dalam minggu ini bisa kita selesaikan,” kata Fakhiri.
Suku Awyu menggugat Pemerintah Provinsi Papua karena mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL). PT IAL mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektare, atau lebih dari setengah luas DKI Jakarta, dan berada di hutan adat marga Woro–bagian dari Suku Awyu.
Sementara sub Suku Moi Sigin melawan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) yang akan membabat 18.160 hektare hutan adat Moi Sigin untuk perkebunan sawit.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Asep Komaruddin, mengatakan hutan adat tersebut harus dikembalikan ke pemilik aslinya, yakni Suku Awyu dan Suku Moi. “Harusnya hutan adat tersebut dikembalikan kepada masyarakat adat selaku pemilik hutan adat tersebut,” ujar Asep ketika dihubungi, Selasa, 4 Juni 2024.
DEFARA DHANYA