Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Kronologi Pelecehan Seksual di KRL yang Berujung Dugaan Pelanggaran Kode Etik Anggota Polres Tebet

Korban menyayangkan tindakan aparat tersebut dan berbelitnya birokrasi untuk penanganan kasus pelecehan seksual.

23 Juli 2024 | 08.28 WIB

Ilustrasi pelecehan seksual dengan merekam video di ponsel. Sumber: asiaone.com/The Strait Times.
Perbesar
Ilustrasi pelecehan seksual dengan merekam video di ponsel. Sumber: asiaone.com/The Strait Times.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pelecehan seksual kembali terjadi di transportasi umum Kereta Rel Listrik atau KRL. Kali ini, pelecehan tersebut dialami oleh seorang wanita berinisial QHS yang merupakan jurnalis magang di salah satu media online.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Usai menjadi korban pelecehan seksual, QHS pun melaporkan hal tersebut ke Polsek Tebet pada Selasa, 18 Juli 2024 lalu. Namun, dia justru mendapat tanggapan yang tidak profesional dari aparat saat melaporkan dugaan pelecehan tersebut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“‘Mbanya divideoin karena cantik kali’,” kata QHS menirukan ucapan anggota Polsek Tebet dalam keterangan tertulisnya dalam sebuah utas di media sosial X, Kamis, 18 Juli 2024.

‘Mungkin bapanya fetish, terobsesi dari video Jepang’,” ucap QHS menirukan kembali perkataan polisi padanya.

Sebagai korban, dia pun menyayangkan tindakan aparat tersebut dan berbelitnya birokrasi untuk penanganan kasus pelecehan seksual. 

“Sebagai seorang korban yang masih dalam rasa trauma dan ketakutan, harus berhadapan dengan birokrasi pelaporan yang berbelit, belum lagi dihadapkan dengan oknum-oknum polisi yang justru ada kesan ditolak dengan beragam alasan,” ujar korban.

Akibat utas yang viral di media sosial X tersebut, Seksi Profesi dan Pengamanan Polres Metro Jakarta Selatan memeriksa lima personel Polsek Tebet dalam kasus pelanggaran kode etik. Lima personel itu diperiksa setelah diduga mengeluarkan kalimat tak pantas saat menerima laporan pelecehan seksual terhadap korban QHS. 

“Sudah diperiksa lima orang oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam),” ujar Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Polisi Nurma Dewi saat dihubungi, Ahad, 21 Juli 2024.

Lantas, bagaimana kronologi pelecehan seksual di KRL yang seret anggota Polres Tebet tersebut? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.

Kronologi Pelecehan Seksual di KRL

Kasus ini berawal ketika QHS naik KRL dari Stasiun Duren Kalibata tujuan Stasiun Jakarta Kota pukul 20.15 WIB pada Selasa 16 Juli 2024. Seorang laki-laki berinisial HG (50 tahun) yang duduk tepat di depannya diketahui diam-diam merekamnya tanpa izin.  

Tindakan HG itu dipergoki seorang petugas keamanan kereta yang sebenarnya sedang tak bertugas. Petugas itu lantas memberitahukan aksi HG kepada QHS yang kemudian melapor kepada petugas keamanan lainnya yang sedang bertugas. Pelaku pun sempat ditahan petugas keamanan kereta saat tiba di Stasiun Kota.

Saat diperiksa, petugas menemukan sejumlah video QHS yang sedang duduk di dalam kereta di ponsel HG. Terdapat sekitar tujuh video korban dengan durasi yang cukup panjang, sekitar tiga sampai tujuh menit. Bahkan, QHS mengatakan dia bukan korban pertama, karena banyak video serupa di ponsel pria tersebut.

Mengalami hal itu, QHS awalnya melaporkan aksus ini ke Polsek Metro Tamansari, namun ditolak karena alasan perbedaan wilayah hukum. Selanjutnya korban melapor ke Polsek Metro Menteng, laporannya ditolak lagi dengan alasan yang sama. 

Kemudian dia diarahkan melapor ke Polsek Tebet, namun QHS merasa dilayani dengan tidak patut oleh polisi yang berjaga di sana. Petugas bahkan membuat komentar tidak pantas, seperti “Mbaknya divideoin karena cantik kali,” dan “Bapaknya ngefans sama mbaknya, mba jadi idol.”

Korban lalu diminta melapor ke Polres Metro Jakarta Selatan. Tetapi kasus ini lagi-lagi tidak bisa diproses karena tidak memenuhi kriteria pelecehan seksual sesuai ketentuan hukum. 

“Mbak, kasus ini tidak bisa ditindak pidana karena memang harus sesuai dengan ketentuan harus kelihatan alat vital atau sensitif,” tutur seorang polwan, kata QHS yang mengingat ucapan itu.

Akhirnya, pelaku hanya diminta membuat surat pernyataan dan video permintaan maaf. QHS yang merasa menjadi korban pelecehan pun merasa kecewa terhadap penanganan polisi, tapi dia mengapresiasi tindakan cepat dan koordinasi pihak PT KAI (Persero) yang membantu selama proses ini.

Terlepas dari hasil yang mengecewakan, QHS berharap kejadian pelecehan seksual di KRL ini dapat menjadi peringatan bagi para perempuan lain untuk selalu waspada dan berusaha melindungi diri. “Saya berharap agar para perempuan pengguna transportasi publik di Jabodetabek lebih berhati-hati menjaga dirinya sendiri,” ujar dia.

RADEN PUTRI | TIM TEMPO

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus