Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Beda Habib Palsu dan Keturunan Nabi yang Asli

Enam orang menjadi korban penipuan untuk mendapat gelar habib. Gelar yang melekat eksklusif kepada keturunan Nabi Muhammad.

6 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Polisi membongkar modus penipuan yang memperjualbelikan gelar habib.

  • Korban bersedia membayar jutaan rupiah untuk mendapatkan gelar habib.

  • Padahal gelar habib melekat secara eksklusif kepada keturunan Nabi Muhammad.

JAKARTA – Modus penipuan yang digunakan pria berinisial JMW itu bisa dibilang sederhana. Ia membuat situs berdomain Blogspot dan mencatut nama Rabithah Alawiyah, organisasi Islam yang memberi legitimasi kepada ahli waris garis keturunan Nabi Muhammad di Indonesia. Lewat situs itu, pria 24 tahun tersebut mengklaim sebagai wakil Rabithah Alawiyah yang bertugas mendata dan mencatat keturunan Rasul untuk kemudian divalidasi dengan gelar habib.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski sederhana, perangkap yang dibuat JMW itu ternyata cukup ampuh untuk menjerat korban. Dengan modus tersebut, setidaknya ia telah memperdaya enam korban. Keuntungan yang diperoleh sekitar Rp 18,5 juta.

Penyidik Subdirektorat Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya telah menangkap JMW pada 28 Februari 2024 di Bulak Simpul, Kalideres, Jakarta Barat. Saat ini JMW telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan melanggar Pasal 35 juncto Pasal 51 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak mengatakan JMW tidak memiliki pekerjaan tetap. Polisi membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk melacak keberadaannya. "Tersangka sekarang ditahan di Rutan Polda Metro Jaya," ujar Ade melalui keterangan tertulis.

Modus yang digunakan JMW mulai tersibak setelah seseorang menghubungi Rabithah Alawiyah untuk menanyakan pencatatan nasab pada Desember 2023. Orang itu mengaku sudah menyetorkan uang Rp 4 juta sesuai dengan persyaratan, tapi namanya belum muncul sebagai keturunan nabi dalam situs Maktabdaimi.blogspot.com. “Kami tidak punya Blogspot tersebut. Kami punya website resmi,” kata Ketua Departemen Hukum dan Legal Rabithah Alawiyah, Ahmad Ramzy Ba'abud, kemarin, 5 Maret 2024.

Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Taufiq bin Abdul Qodir Assegaf (kanan) dan Ketua Departemen Hukum & Legal Rabithah Alawiyah Ahmad Ramzy Ba'abud. Istimewa

Menurut Ramzy, situs resmi organisasinya adalah Rabithahalawiyah.org. Pencatutan nama Rabithah Alawiyah itu jelas-jelas telah merugikan organisasinya. Apalagi Rabithah Alawiyah tidak pernah mempublikasikan informasi tentang nasab untuk menghindari klaim-klaim sepihak. Atas dasar itulah Ramzy kemudian melapor ke polisi pada 26 Desember 2023. Laporan itu tercatat dengan nomor LP/B/7725/XII/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA.

Secara umum, gelar “habib” diberikan kepada keturunan Nabi Muhammad dari garis Husein bin Ali. Husein, cucu Nabi Muhammad sekaligus anak Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra. Sebutan lain untuk keturunan Muhammad ini adalah “sayid” dan “sayidah”.

Ahmad Ramzy menjelaskan, untuk mengurus pencatatan silsilah dengan gelar habib, pemohon harus mengisi formulir dan diberikan kepada Dewan Pengurus Cabang Rabithah Alawiyah. Formulir itu akan diverifikasi kebenarannya selama kurang-lebih sebulan oleh Dewan Pengurus Pusat.

Adapun formulir itu antara lain memuat informasi tentang nama lengkap pemohon, nama saudara sekandung atau seayah, nama saudara ayah, nama saudara kakek, marga, tempat dan tanggal lahir, alamat, dan nama anak-anak, serta mencantumkan tanda tangan dua saksi. Selain itu, kata Ramzy, pemohon wajib mencantumkan lima nama keturunan yang di atasnya. “Kalau namanya terdaftar, kami akan keluarkan buku nasab,” katanya.


Setelah data itu diverifikasi, pengurus Rabithah Alawiyah akan memberikan validasi bahwa pemohon memang keturunan Nabi Muhammad. Pengurus akan memberikan buku nasab kepada pemohon. “Biaya pembuatan buku nasab itu juga tidak sampai jutaan rupiah, hanya Rp 50 ribu,” kata Ahmad Ramzy. 

Buku nasab habib, kata Ahmad Ramzy, memiliki sekitar 10 halaman yang berisi nama-nama keturunan atau silsilah orang itu yang telah diresmikan sebagai habib. Pemberian gelar habib ini tidak melalui musyawarah atau sidang oleh Dewan Pimpinan Pusat. “Kami memiliki buku besar, dari situ memverifikasi nama orang ini,” katanya.

Berdasarkan catatan Rabithah Alawiyah, saat ini jumlah habib di Indonesia lebih dari seratus ribu orang. Pencatatan ini dianggap penting untuk menjaga kelestarian jalur nasab Nabi Muhammad. Untuk mengantisipasi penipuan adanya habib palsu, Ramzy mengimbau masyarakat meminta informasi langsung dari Rabithah Alawiyah. Jika ada yang mengklaim sebagai bagian dari nasab, dipersilakan juga untuk mendaftarkan namanya. “Kalau memang tidak terdaftar, kami tidak mengumumkan,” kata Ramzy.

Antropolog Islam dari New York University, Ismail Fajrie Alatas, mengatakan masyarakat masih menganggap gelar habib memiliki prestise yang dapat menjadi modal untuk mencapai kekuasaan religius, seperti menjadi ulama. Tidak sedikit orang menginginkan gelar itu karena melihat pengaruh besar seorang habib di masyarakat.

Apalagi di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, seorang habib sering kali dimuliakan dan mendapat penghormatan yang sangat besar. “Mungkin karena itu ada orang-orang yang menginginkan sertifikasi tersebut hingga membuka peluang pemalsuan nasab,” ucap Ismail. Padahal, kata Ismail, gelar habib itu sudah melekat secara eksklusif sejak lahir kepada mereka yang memiliki garis keturunan Nabi Muhammad.

Ilustrasi seorang pria sedang membaca Al-Quran. Shutterstock

Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta, Asep Suryana, menjelaskan bahwa habib memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia. Mereka masuk melalui jalur perdagangan di pesisir antara pedagang dari Arab dan India dengan penduduk lokal. “Salah satunya itu dari Yaman, masuk ke Indonesia,” katanya.

Dalam perkembangan selanjutnya, kata Asep, habib juga memiliki posisi penting dalam perkembangan masyarakat. Mereka menjaga ikatan dalam keluarga dan melestarikan ajaran agama secara mendalam di kalangan sendiri hingga menyebarkannya ke masyarakat.

Menurut Asep, gelar habib juga sebagai pengontrol psikologis agar seseorang menjaga perilaku. Masyarakat tentu akan menilai dan membandingkan dengan karakter nabi yang penuh keteladanan. Dia menilai modus penipuan dan pemalsuan untuk mendapatkan gelar habib itu semata untuk mendapatkan status sosial yang diterima keturunan Nabi Muhammad. “Habib itu dipandang tinggi status sosialnya, punya ilmu, dan sebagainya,” tutur Asep.

M. FAIZ ZAKI | HAN REVANDA PUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus