Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Selain Penjara dan Denda, Pelaku KDRT Bisa Diberi Hukuman Tambahan

Bukan di dalam KUHP, sejak 2004 KDRT telah memiliki undang-undangnya sendiri diluar KUHP.

12 Januari 2023 | 11.40 WIB

Ilustrasi Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), istri terhadap suami. shutterstock.com
Perbesar
Ilustrasi Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), istri terhadap suami. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini, Kepolisian Resor Jakarta Selatan telah menangkap pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang diduga dilakukan oleh salah satu eks petinggi perusahaan startup di Indonesia, Raden Indrajana Sofiandi atau RIS. Atau yang menimpa Venna Melinda. Lantas, bagaimana hukuman KDRT ditinjau dari hukum pidana Indonesia?

Aturan hukum tentang KDRT diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, pengertian dari KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, hingga penelantaran. Kesengsaraan ini termasuk ancaman untuk memaksa, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Pelaku KDRT dapat dijerat dengan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp15 juta. 

Baca : Dampak Anak Saksikan KDRT, Berpotensi Menjadi Pelaku saat Dewasa 

Mengutip dari publikasi Fakta Kekerasan dalam Rumah Tangga, di Indonesia secara resmi ketentuan itu mulai berlaku sejak 2004. Tujuan disusun undang-undang itu sebagai upaya negara mencegah terjadinya KDRT, sekaligus menindak pelaku dan melindungi korban KDRT.

Dilansir dari artikel Penegakan Hukum Kejahatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Kemenkumham RI, selain mendapat hukuman penjara dan denda, pelaku KDRT juga bisa dijerat hukum pidana tambahan oleh hakim. 

Di samping itu, terdapat perlindungan sementara yang ditetapkan oleh Pengadilan sebelum persidangan dimulai.

Salah satu bentuk perlindungan hukum yang dirancang khusus untuk merespon kebutuhan korban kejahatan KDRT dan anggota keluarganya adalah perintah perlindungan oleh Pengadilan yang diatur dalam pasal 28 hingga 38 UU No. 23 tahun 2004.

Isinya, Ketua Pengadilan wajib mengeluarkan surat perintah perlindungan dalam tenggang waktu  tujuh hari sejak diterimanya surat permohonan. Permohonan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan.

Pasal 29 UU ini mengatur bahwa permohonan untuk memperoleh surat perintah perlindungan dapat diajukan oleh: korban atau keluarga korban, teman korban, polisi, relawan pendamping hingga pembimbing rohani.

Penegakan hukum dalam penerapan Undang-Undang Penghapusan KDRT secara garis besar akan berusaha memenuhi perlindungan hak-hak korban dan keluarganya yang memerlukan komitmen yang kuat dengan nilai keadilan, non diskriminasi dan hak asasi manusia sebagaimana telah dijamin oleh konsititusi.

MUHAMMAD SYAIFULLOH 

Baca : Tidak Melulu Kekerasan Fisik, Ini 4 Jenis KDRT Menurut Komnas Perempuan 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus