Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika Mufiammad Feriandi Mirza mengakui lembaganya telah membayar lunas biaya proyek BTS 4G sebesar Rp 10 triliun kepada para kontraktor. Dia mengatakan pembayaran tetap dilakukan kendati banyak menara BTS Kominfo sebenarnya belum terbangun, demi penyerapan anggaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Penyerapan anggaran, Yang Mulia," kata Mirza saat bersaksi di sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 25 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mirza dihadirkan sebagai saksi untuk tiga terdakwa, yakni mantan Menteri Kominfo Johnny G. Plate; eks Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif; dan tenaga ahli Human Development UI Yohan Suryanto.
Kejaksaan Agung mendakwa ketiganya terlibat dalam kasus korupsi proyek BTS 4G yang digarap oleh Bakti. Kerugian negara dalam kasus itu diperkirakan mencapai Rp 8 triliun. Para terdakwa didakwa ikut diperkaya, misalnya Johnny yang disebut ikut diperkaya mencapai Rp 17 miliar.
Mirza mengatakan Kementerian Kominfo mengajukan anggaran sebesar Rp 10,8 triliun untuk pembangunan menara pemancar ini. Proyek menargetkan pembangunan 4.200 BTS di daerah terpencil di Indonesia. Ada tiga korsorsium perusahaan yang jadi kontraktor proyek ini. Mereka harus menyelesaikan pekerjaannya hingga Desember 2021.
Akan tetapi, Mirza mengatakan ternyata proyek itu molor. Hingga Desember 2021, para kontraktor baru bisa menyelesaikan sebanyak 1.700 tower. Sementara, sebanyak 2.156 tower lainnya masih dalam tahap konstruksi. Kendati banyak yang belum selesai, Mirza mengakui bahwa Bakti sudah melakukan pembayaran 100 persen kepada kontraktor, yakni sebesar Rp 9,8 triliun.
"Pembayaran dilakukan 100 persen pada saat tanggal 31 Desember 2021," ujar dia.
Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri lantas menanyakan kenapa Bakti telah membayar penuh kendati banyak tower yang belum kelar. Di situlah, Mirza mengatakan ongkos tetap dibayar demi penyerapan anggaran.
"Penyerapan anggaran, penyerapan anggaran, tapi kenapa tetap dibayarkan," balas Fahzal Hendri.
Mirza menjawab kendati anggaran sudah dibayarkan, namun Bakti tetap menerapkan sistem sanksi kepada kontraktor yang lelet. Dia mengatakan kontraktor wajib menyerahkan bank garansi sesuai dengan proyek yang belum mereka kerjakan.
Fahzal Hendri tetap tidak puas dengan jawaban Mirza. Dia tetap menganggap aneh bahwa Bakti telah membayar kendati proyek belum selesai. Meski ditekan hakim, Mirza tetap kekeuh dengan jawabannya bahwa anggaran dibayarkan demi realisasi anggaran.
"Pertimbangannya realisasi anggaran, Yang Mulia," kata dia.