Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, menyebut Competent Person Indonesia (CPI) dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) menjadi alasan perusahaan yang dipimpinnya kala itu memilih bekerja sama dengan lima perusahaan smelter swasta meskipun ada 20 smelter swasta di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
PT Timah menjalin kerja sama dengan lima perusahaan smelter, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Izin saya jelaskan, Yang Mulia. Pada bulan, saya lupa kalau enggak salah April ada Kepmen 1806 ESDM yang mengatakan bahwa RKAB itu ada harus ada neraca cadangan yang harus disertifikasi oleh Competent Person," kata Riza Pahlevi dalam persidangan kasus korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Kamis, 26 September 2024.
Riza berdalih bahwa dari 20 perusahaan smelter yang ada, hanya lima perusahaan smelter yang memiliki neraca cadangan. Neraca cadangan ini memuat data produksi dan data explorasi, yang kemudian disertifikasi oleh CPI.
"Saya waktu itu diinfokan Pak Direktur Operasional, Pak Alwin Albar soalnya ini ada potensi beberapa smelter tidak bisa dapatkan RKAB karena ada masalah competen person," ujarnya.
Dalam kesaksiannya, Riza beralasan pemilihan terhadap kelima smelter dilakukan karena adanya prediksi bahwa akan terjadi over supply bijih timah. Oleh karena itu, PT Timah memutuskan bekerja sama dengan perusahaan smelter tersebut.
Tak puas atas jawaban Riza, Hakim Ketua Eko Ariyanto pun meminta ketegasan sang mantan Dirut PT Timah itu. Sebab, Eko menduga ada sosok tertentu di balik dipilihnya lima perusahaan smelter itu dan dia meminta Riza untuk tidak melindungi sosok tersebut. "Apakah sebelum Saudara pernah PT Timah mengadakan kemitraan yang sama dengan lima PT ini, tidak pernah, kan?" tanya Eko.
Riza pun menjawab tidak pernah bekerja sama dengan kelima smelter itu dan saat ditanya proses penyaringan mitra kerja sama, Riza juga tidak menjawab secara gamblang.
Melihat sikap Riza, Eko pun kembali melontarkan pertanyaan soal proses pemilihan mitra kerja sama smelter. Sebab, tidak hanya berbelit-belit, Riza juga memberikan keterangan yang berbanding terbalik dengan saksi-saksi lain. "Nah, makanya kenapa ada dari 20 kok lima, apakah diadakan kayak fit n proper test?" tanya Eko.
Dalam kesempatan itu, Riza mengakui ada pengajuan permohonan untuk kerja sama dari kelima smelter dan PT Timah pun melakukan komunikasi pertama dengan mereka.
Kemudian, kata dia, karna pada saat itu kapasitas peleburan bijih timah dinilai sudah cukup, maka PT Timah tidak menambah kapasitas smelter. Dia beralasan, awalnya kerja sama ini dilakukan hanya untuk peleburan bijih timah yang selanjutnya berlanjut ke kegiatan penambangan.