Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL - Kelompok peneliti dari Pendidikan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) mengajukan rekomendasi kepada pemerintah agar menerapkan kebijakan yang berbasis GESI (Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial). Ini demi tercapainya keseteraan gender terhadap kaum perempuan dan kelompok marginal lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“GESI dapat melibatkan minoritas di dalam penelitian, dunia akademis, dan lingkungan masyarakat,” ujar Ketua Pokja Sains dan Pendidikan ALMI Dr. Inaya Rakhmani dalam webinar bertajuk “KSIxChange#31: Tantangan Peneliti Perempuan di Masa Pandemi Covid-19” pada Selasa, 3 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
GESI menjadi isu penting ketika pandemi berlangsung sejak tahun lalu. Dari hasil riset dengan dua rekannya, Inaya menemukan meningkatnya berbagai tantangan kaum perempuan. Khususnya para ibu yang harus membagi waktu antara pekerjaan dengan urusan keluarga, kekerasan seksual dalam rumah tangga, dan lain-lain.
Dua rekan Inaya yakni, Dr. Evi Eliyanah dari Universitas Negeri Malang dan Dr. Zulfa Sakhiyya, Ketua Pusat Kajian Literasi di Universitas Negeri Semarang
Counsellor Development Effectiveness and Sustainability, Kedutaan Besar Australia Jakarta, Simon Ernst memaparkan dampak pandemi 1,8 kali lebih rentan terhadap perempuan. Bahkan, Komnas Perempuan mencatat kekerasan pada perempuan meningkat 63 persen selama pandemi.
Inaya pun merekomendasikan agar pemerintah memperhatikan tiga hal yakni membuat kebijakan yang menyertakan elemen GESI dalam penelitian, mengutamakan peneliti dan tema dengan karakter minoritas, dan mengarusutamakan kebijakan inklusif.
ALMI berpendapat pemerintah cukup berhasil menerapkan kesetaraan gender untuk penerima beasiswa pria dan wanita. Namun beasiswa tak sebatas di bidang STEM (sains, teknologi, teknik, matematika) tetapi turut menyentuh bidang humaniora sosial.
Sementara itu Dr. Medelina K. Hendityo selaku Wakil Direktur Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mendorong agar penggunaan elemen GESI diaplikasikan atas dasar kebutuhan, bukan keberpihakan. “Untuk mendorong perspektif gender dalam organisasi adalah pada pendekatan kebutuhan, urgensinya,”katanya.
Di dunia usaha, para pelaku tidak peduli jika dihadapkan pada isu keseteraan gender, karena mereka sudah menerapkannya sejak lama. “Jangan membungkus dengan keseteraan gender, tapi bagaimana pemberdayaan perempuan akan mendorong bisnis mereka,” kata Maya Juwita, Executive Director Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE).
Maya mencontohkan Unilever membutuhkan waktu riset selama 20 tahun untuk mencapai kesimpulan bahwa 70 persen pengambil keputusan dalam rumah tangga adalah perempuan. Dari hasil penelitian tersebut kini perusahaan itu menuai hasilnya dengan produk-produk yang menyasar kaum perempuan.
Pemerintah kini membuka kesempatan kepada seluruh ilmuwan dan akademisi untuk berperan di setiap bidang penelitian, tanpa memandang latar belakang gender seseorang. “Jumlah usulan proposal penelitian sepanjang 2020 dan 2021 mengalami kenaikan sebanyak 53 persen kaum perempuan dibanding tahun sebelumnya 46 persen,” ujar Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang P. S. Brodjonegoro.
Para peneliti dan narasumber tersebut berdiskusi dalam gelaran KSIxChange#31 untuk memperingati Hari Perempuan Internasional 2021. KSIxChange adalah diskusi interaktif yang diinisiasi Knowledge Sector Initiative (KSI), kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Australia dengan pendanaan dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia.
KSIxChange yang digelar minimal sekali dalam sebulan bertujuan untuk mendukung pelaksanaan program pemerintah melalui peningkatan diskursus publik yang berdasarkan penggunaan bukti dalam proses pembuatan kebijakan. (*)