Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=arial size=1 color=#ff9900>Palestina</font><br />Kareem-Haneen Tak Muncul Lagi

Sejumlah proyek kemanusiaan di Palestina mangkrak karena dana bantuan terhenti. Anak-anak jadi korban.

30 Januari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Paris, pada suatu Jumat siang, pertengahan bulan lalu. Di tengah gerimis musim dingin, Presiden Palestina Mahmud Abbas mengerek bendera negaranya di halaman markas besar UNESCO. Wajah dan tubuhnya basah, Abbas menyaksikan bendera berwarna hitam, putih, hijau, dan merah itu mulai berkibar.

Upacara sederhana yang berlangsung di ibu kota Prancis ini menandai masuknya Palestina sebagai anggota badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan itu. "Ini awal yang baik bagi Palestina untuk menjadi anggota lembaga internasional lain," ujar Abbas di hadapan sekitar 50 diplomat dari berbagai negara, termasuk Direktur Jenderal UNESCO Irina Bokova.

UNESCO menerima Palestina sebagai anggota pada akhir Oktober 2011. Inilah pengakuan internasional terbesar bagi Palestina. Namun kemenangan diplomatis itu rupanya harus dibayar mahal. Kongres Amerika Serikat membekukan bantuan senilai US$ 200 juta atau sekitar Rp 1,79 triliun, yang sebelumnya disalurkan melalui US Agency for International Development.

Sejumlah proyek di Palestina pun terbengkalai. Salah satunya Shara’a Simsim, program televisi Sesame Street versi Palestina. Tayangan untuk anak-anak itu berhenti mengudara mulai bulan ini. Film boneka yang mengajarkan toleransi, cinta kasih, dan perdamaian ini merupakan mercusuar harapan bagi anak-anak Palestina di tengah kekerasan yang melanda wilayah itu.

Dua pekan lalu, kantor Shara’a Simsim di Ramallah tampak sepi. Ruang penulisan tampak kosong dan panggung pengambilan gambar ditutup. "Kalau mendapatkan dana lagi, kami akan menulis naskah dan memproduksi video," kata produser eksekutif acara itu, Daoud Kuttab.

Di saat yang sama, program serupa versi Israel justru mendapat suntikan dana lebih dari Rp 6,8 miliar dari Negeri Abang Sam. Danny Labin, produser eksekutif sebuah stasiun televisi Israel yang ikut memproduksi acara itu, menyayangkan pembekuan dana untuk Shara’a Simsim. Sebab, anak-anak, apakah itu warga Israel atau Palestina, membutuhkan acara ini sebagai sarana mengapresiasi keberagaman. "Anak-anak tidak boleh dihukum atau bertanggung jawab atas keputusan politik," ujarnya.

Shara’a Simsim mengawali kiprahnya di Palestina pada 1996, tapi kemudian muncul-tenggelam karena masalah pendanaan. Tokoh utamanya bernama Haneen, boneka oranye berambut merah, dan ayam jago hijau bernama Kareem. Acara ini merupakan satu dari sekitar dua lusin tayangan yang diproduksi Sesame Workshop, perusahaan induknya di Amerika.

Amerika mengucurkan bantuan hingga Rp 22,5 miliar untuk Shara’a Simsim sejak 2008 hingga 2011. Menurut Kuttab, dana sebesar itu hampir menutup seluruh biaya produksinya. Lembaga donor Amerika sebenarnya sudah siap mencairkan lagi dana sejumlah itu untuk 2012-2014, tapi dibekukan pada Oktober lalu.

Pemerintah Barack Obama terus melobi Kongres agar mencairkan dana bantuan itu. Sebab, bagi Amerika, perdamaian di Palestina sangat penting untuk kestabilan keamanan Israel. "Bantuan itu sangat penting untuk menegakkan dan memperkuat fondasi bagi masa depan Negara Palestina," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika, Victoria Nuland.

Kongres Amerika melunak dengan mencairkan 20 persen dari nilai total bantuan ekonomi dan kemanusiaan untuk Palestina, senilai Rp 358 miliar. Namun pembekuan bantuan telah mengganggu berbagai sektor pelayanan, seperti rumah sakit, pendidikan, dan komunikasi.

Palestinian Medical Center, rumah sakit terbesar di Ramallah yang selalu penuh, terkena dampaknya. Para dokter dan perawat terpaksa menggunakan pesan pendek untuk berkomunikasi. Sistem komunikasi yang sedang dibangun mangkrak. Dr Niha Sawaheh, kepala unit gawat darurat, mengatakan sistem itu sangat berguna. "Kalau suatu saat menghadapi keadaan darurat, kami tinggal menekan tombol dan semua dokter jaga akan datang dalam hitungan detik," ujarnya.

Juru bicara pemerintah Palestina, Ghassan Khatib, mengatakan pembekuan bantuan itu merupakan bentuk hukuman bagi rakyat Palestina. "Saya pikir keputusan itu dibuat untuk menghukum rakyat Palestina dalam pendidikan dan kesehatan dengan cara yang sangat sulit dipahami."

Sapto Yunus (AP, BBC, The Guardian)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus