Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=2 color=#FF0000>Mesir</font><br />’Kado’ Akhir Tahun untuk Hamas

Mesir membangun tembok baja di perbatasan Palestina. Sanggup membendung arus penyelundupan senjata Hamas melalui terowongan? Tempo mewawancarai warga Rafah.

21 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sudah beberapa hari terakhir, Ali Akbar—bukan nama sebenarnya—setiap sore asyik mengamati kegiatan penebang­an pohon zaitun di perkebunan dekat tokonya. Pedagang di Kota Al-Arish, Mesir, yang berbatasan dengan Jalur Gaza, Palestina, itu mengatakan sebentar lagi rerimbun pohon zaitun itu akan berganti dengan tembok baja.

Tembok di perbatasan Palestina-Mesir itu dibangun oleh pemerintah Kairo. Panjangnya sekitar 11 kilometer dengan tinggi 18 meter dan keda­laman 30 meter. Mesir telah merampungkan empat kilometer. ”Ini jadi tontonan bagi kami yang tinggal dekat perbatasan,” kata pemuda 34 tahun itu ketika dihubungi Tempo melalui sambungan telepon internasional pekan lalu.

Dengan kedalaman 30 meter, mudah diduga Mesir membangun tembok itu untuk membendung arus penyelun­dupan senjata Hamas lewat terowong­an yang melintasi wilayah Mesir. Terowongan memang bermunculan sejak 2007, ketika Israel memblokade Gaza. Saat itu terowongan dipakai untuk keluar-masuk pengungsi Palestina. Mereka menggangsir tanah untuk bersembunyi dari roket Israel. ”Atau sekadar mencari makan,” kata Samih Asyur, warga Mesir di perbatasan.

Asyur selalu memberikan makanan buat para pengungsi yang keluar dari terowongan dekat rumahnya. ”Inilah bentuk jihad bagi saudara-saudara kami di Gaza,” ujarnya kepada Tempo, yang mengunjunginya tatkala Israel membombardir Gaza, Januari lalu.

Tembok baru yang merupakan ”ka­do” akhir tahun Kairo untuk Hamas itu dirancang tahan api dan benda tajam. ”Bajanya dari Amerika Serikat,” ujar pejabat Mesir yang tak ingin disebut namanya. Pemerintah Mesir memang masih tutup mulut tentang hal ini.

Namun Presiden Husni Mubarak sebenarnya sudah lama terganggu dengan lalu lintas warga Palestina lewat terowongan. Tak cuma pengungsi kelaparan yang tiba-tiba nongol dari bawah tanah di wilayahnya. Terowong­an itu juga digunakan Hamas untuk menyelundupkan senjata, bahan peledak, dan uang dari Mesir ke Gaza.

Setiap pucuk senjata yang masuk terowongan dikenai tarif oleh si penggangsir US$ 250 (sekitar Rp 2 juta). Buron yang ingin bersembunyi di Mesir dibanderol US$ 2.000. Tak mengherankan jika pemerintah Kairo sering menyemprotkan gas ke dalam terowongan dan menutupnya. Tapi selalu saja terowongan baru muncul.

Pemerintah khawatir, keberhasilan perjuangan Hamas akan membesarkan kembali gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Kelompok ini berhasil memperoleh 88 dari 444 kursi parlemen pada 2005. Seorang pengamat politik di Mesir mengatakan, ”Hamas adalah jelmaan Ikhwanul Muslimin.”

Karena itu, sikap Mesir melunak tatkala Israel membangun tembok di Jalur Gaza. Amerika bahkan pernah menawarkan bantuan US$ 100 juta kepada Mesir jika mau membangun tembok baru. ”Siapa pun yang mau membangun tembok di tanah ini, silakan,” ujar Menteri Luar Negeri Ahmad Abul Gait, tahun lalu.

Pembangunan tembok itu tentu saja membuat senang Israel. Amerika, Prancis, Inggris, dan Jerman juga setuju. Mereka menganggap itu satu-satunya cara menghentikan penyelundupan senjata dan bahan peledak oleh Hamas.

Namun Ali menilai upaya pemerintah Mesir akan sia-sia, karena tak ada yang bisa menghentikan keinginan bertahan hidup warga Palestina. Farjat Awad, warga Palestina yang meng­gali terowongan sejak 2007, membe­narkan ucapan Ali. Bila memang tembok Mesir itu dibangun sedalam 30 meter, kata Farjat, mereka akan meng­gali terowongan lebih dalam lagi. ”Kami selama ini menggali dengan perhi­tungan, bukan asal gali.” Farjat melanjutkan, ”Kalau memang lebih dalam, kami lebih selamat dari serang­an Israel,” ujarnya berseloroh ketika dihubungi Tempo.

Inilah satu-satunya cara warga Palestina bisa hidup, lepas dari blokade Israel. Meski harus berbedak pasir dan kekurangan oksigen manakala melewati terowongan, warga Gaza akan melakukannya untuk mendapat­kan makanan dan air bersih. Menurut dia, tak ada cara buat Mesir maupun Israel untuk menghentikan aktivitas penggalian terowongan dari Palestina, kecuali blokade dibuka. ”Pilihannya, kami keluar (dari Gaza) atau mati kelaparan,” ucapnya.

Yophiandi, Akbar Pribadi Brahmana Aji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus