Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gejolak politik di Bolivia kembali membuat Amerika Latin dalam sorotan dunia. Pada Minggu, 10 November 2019, Morales melepaskan jabatan sebagai Presiden Bolivia setelah derasnya tekanan akibat dugaan kecurangan pemilu Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun keputusan Morales untuk angkat kaki dari jabatan yang sudah 14 tahun dipegangnya, tidak serta – merta membuat ketegangan di Bolivia, mereda. Sebaliknya, beberapa jam setelah Morales menyatakan mundur, terjadi ketegangan antara pendukung Morales dan penentangnya. Morales bahkan sampai berlindung ke Meksiko setelah rumahnya diserang sekelompok orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Bolivia, berikut tiga negara di Amerika Latin yang juga mengalami pergolakan pada 2019.
- Honduras
Dikutip dari reuters.com, pada Juni 2019, Honduras mengalami pergolakan politik dan keamanan. Presiden Juan Orlando Hernandez mengerahkan pasukan militer setelah aksi unjuk rasa melawan pemerintahannya berubah menjadi tindak pelanggaran hukum, dimana dua orang tewas.
Presiden Hernandez memerintahkan agar pasukan militer yang dikerahkan memastikan jalan-jalan utama tetap dibuka (tidak diblokade demonstran) dan melindungi properti.
Protes terhadap Hernandez telah berkembang terkait reformasi yang direncanakan yang dikritik oleh para pengritiknya akan mengarah pada privatisasi layanan kesehatan dan pendidikan publik.
Kerusuhan telah menambah tekanan pada Hernandez, yang pemerintahannya semakin tidak populer sejak 2017 ketika dia mengubah aturan untuk memungkinkan dia mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua. Meskipun dia memenangkan pemilihan, itu dikritik secara luas oleh pengamat internasional dan lawan politiknya yang mengatakan dia kemenangan tidak sah.
- Venezuela
Ekonom mengatakan jatuhnya Venezuela adalah keruntuhan ekonomi tunggal terbesar di luar perang dalam 45 tahun terakhir, bahkan melebihi krisis di Uni Soviet, Kuba dan Zimbabwe.
Krisis ekonomi di Venezuela diperparah oleh sanksi Amerika Serikat untuk memaksa Presiden Nicolas Maduro menyerahkan kekuasaan kepada pemimpin oposisi negara itu, Juan Guaido. Amerika Serikat melarang memperdagangkan obligasi Venezuela, mempersulit Venezuela untuk mengimpor barang, termasuk makanan dan obat-obatan.
Venezuela memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Tetapi output minyaknya, yang pernah menjadi terbesar di Amerika Latin, telah jatuh lebih cepat dalam satu tahun terakhir. Hiperinflasi Venezuela, yang diperkirakan akan mencapai 10 juta persen tahun ini menurut IMF, menjadi periode kenaikan harga terpanjang sejak di Republik Demokratik Kongo pada 1990-an.
- Chile
Ibu Kota Santiago pada Oktober 2019 berubah menjadi lautan massa yang memprotes mencoloknya kesenjangan sosial di negara itu. Demonstrasi di Chile meletup ketika pemerintah menaikkan harga tiket kereta api, yang menjadi sarana transportasi utama di negara ini.
Publik turun ke jalan karena harga tiket sudah naik sebelumnya pada Januari. Mereka memprotes dan membakar ratusan stasiun kereta api serta keretanya. Menteri Keuangan Chile Ignacio Briones memperkirakan demonstrasi yang berakhir rusuh ini telah merugikan perekonomian negara sekitar US$3 miliar atau sekitar Rp42 triliun.