Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Israel Selidiki Skandal Pegasus

Pemerintah Israel membentuk komisi untuk menyelidiki dugaan skandal Pegasus. Alat sadap ini bisa meretas isi telepon seluler tanpa diketahui pemakainya.

24 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah Israel menyelidiki dugaan penyalahgunaan Pegasus.

  • Cina menolak rencana penyelidikan lanjutan WHO tentang asal-usul Covid-19 di Wuhan.

  • Amerika Serikat dan Jerman mencegah Rusia menggunakan pipa gas untuk memperluas pengaruh politik,

ISRAEL

Penyelidikan Skandal Pegasus

PEMERINTAH Israel membentuk komisi untuk menyelidiki dugaan skandal Pegasus, perangkat lunak penyadapan telepon milik NSO Group dalam peretasan di berbagai negara, Kamis, 22 Juli lalu. Dugaan itu mencuat setelah sejumlah media massa menerima bocoran daftar 50 ribu nomor telepon yang disadap menggunakan Pegasus. Daftar itu memuat nomor kontak kepala negara, tokoh oposisi, aktivis, dan jurnalis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perangkat lunak bikinan perusahaan swasta Israel itu bisa meretas telepon seluler tanpa diketahui pemakainya, memungkinkan peretas membaca setiap pesan, melacak lokasi pengguna, serta memanfaatkan kamera dan mikrofon sasaran. Bocoran itu memicu masalah akuntabilitas dan kontrol atas penjualan Pegasus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Ram Ben Barak, anggota parlemen dan bekas wakil kepala badan mata-mata Mossad,  komisi penyelidikan beranggotakan sejumlah kelompok. "Ketika mereka selesai menyelidiki, kami akan menuntut untuk melihat hasilnya dan menilai apakah kami perlu melakukan koreksi," katanya seperti dikutip Al Jazeera.

NSO telah mengekspor Pegasus ke 45 negara yang disetujui pemerintah. Perusahaan itu menyatakan tujuan mereka menciptakan alat tersebut adalah membantu pemerintah memburu penjahat yang menggunakan komunikasi terenkripsi untuk menghindari endusan petugas keamanan. Perusahaan itu mengklaim data yang bocor itu bukan daftar target atau target potensial Pegasus.


CINA

Pemerintah Menolak Investigasi WHO di Wuhan

PEMERINTAH Cina menolak rencana lanjutan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyelidiki asal-usul virus penyebab Covid-19 di Wuhan. WHO sebenarnya hendak mengaudit Institut Virologi Wuhan, laboratorium utama di kota tempat virus itu pertama kali diidentifikasi. Ada dugaan virus bocor dari laboratorium tersebut, meskipun diragukan tim peneliti internasional seusai kunjungan pertama ke sana pada Maret lalu. Direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menilai penyelidikan lebih lanjut masih diperlukan dan meminta Cina lebih kooperatif dalam upaya mengungkap asal-usul virus.

Zeng Yixin, Wakil Komisi Kesehatan Nasional Cina, membantah dugaan kebocoran virus itu. Ia menilai rencana WHO tersebut tidak menghormati akal sehat dan menunjukkan arogansi terhadap sains. "Kami berharap WHO secara serius meninjau pertimbangan dan saran dari para ahli Cina serta benar-benar menelusuri asal virus Covid-19 sebagai masalah ilmiah, dan menyingkirkan campur tangan politik," ucap Zeng pada Kamis, 22 Juli lalu, seperti dikutip Reuters.

Yuan Zhiming, direktur di Institut Virologi Wuhan, mengatakan virus itu berasal dari alam. Dia menegaskan bahwa tidak ada kebocoran virus ataupun infeksi terhadap anggota staf di laboratoriumnya sejak fasilitas penelitian virus milik pemerintah itu dibuka pada 2018.


JERMAN

Blokade Jalur Pipa Gas Rusia

Para pekerja t di lokasi konstruksi pipa gas Nord Stream 2, Kingisepp, Leningrad, Rusia, 5 Juni 2019. REUTERS/Anton Vaganov/File Photo

AMERIKA Serikat dan Jerman sepakat mencegah Rusia menggunakan pipa gas Nord Stream 2 untuk memperluas pengaruh politik negeri itu di Eropa pada Jumat, 23 Juli lalu. Rusia membantah tuduhan bahwa pembangunan pipa itu bersifat politis dan menyebutnya sebagai proyek yang bermanfaat secara komersial bagi semua pihak yang terlibat.

Dalam kesepakatan itu, Jerman dan Amerika juga akan mendanai Ukraina dan Polandia, yang wilayahnya dilintasi pipa gas tersebut, untuk mengembangkan energi alternatif dan proyek pembangunan lain. Kanselir Jerman Angela Merkel berjanji membayar kompensasi kepada Ukraina atas hilangnya pendapatan dari sewa lahan yang dilintasi pipa itu setidaknya hingga sepuluh tahun ke depan.

Pipa sepanjang 1.230 kilometer yang hampir selesai itu akan menggandakan ekspor gas Rusia ke Jerman. Pipa baru berkapasitas 55 miliar meter kubik gas per tahun itu dapat memasok kebutuhan gas Eropa yang tinggi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus