Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Paris - Panglima militer Prancis mengumumkan pengunduran dirinya setelah dikecam Presiden Emmanuel Macron karena memprotes pemotongan anggaran militer.
Jenderal Pierre de Villiers mengatakan bahwa ia tidak lagi cukup kompeten memimpin pasukan keamanan yang sangat penting dalam melindungi Prancis dan rakyatnya.
De Villiers dalam pernyataan pada Rabu waktu setempat itu juga mengatakan, bahwa ia percaya adalah menjadi bagian dari bidang tugasnya untuk menjelaskan tentang pendiriannya ke setiap politisi.
Baca: Email Macron Diretas, Rusia Ikut Bermain dalam Pilpres Prancis?
Jenderal Pierre de Villiers mengundurkan diri menyusul perbedaan pendapat dengan presiden Macron terkait pemotongan anggaran militer.
Perselisihan antara presiden dan De Villiers, 60, bermula pada minggu lalu ketika pemimpin tertinggi tentara Prancis sejak 2014 itu dalam pernyataan kepada komite parlemen, berpegang dengan pendiriannya untuk tidak mengizinkan pemotongan sebesar 850 juta euro atau setara Rp atas pengeluaran militer.
Ia bahkan mengeluarkan kata-kata yang cukup kasar.
Baca: Macron Dilantik Jadi Presiden Prancis, Paris Dijaga Ketat
Macron kemudian membalas pernyataan itu dengan berkata: "Saya adalah bosnya" sambil menambahkan, perubahan hanya akan terjadi jika kepala tentara itu mengubah posisinya.
Perselisihan telah membuka kembali perdebatan tentang apakah tentara Prancis, yang pendanaannya terus menurun selama tiga dekade terakhir, mampu untuk melakukan banyak hal dengan sedikit sumber daya.
Tentara Prancis, bersama dengan Inggris, adalah salah satu kekuatan terbesar di Eropa. Saat ini dikerahkan dalam jumlah besar di seluruh dunia, dalam operasi mulai dari perang melawan teroris di Mali dan Sahel sampai Irak, serta ribuan tentara ditempatkan di dalam negeri untuk melindungi situs-situs utama dari serangan teroris.
GUARDIAN | BBC | YON DEMA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini