Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Hanya Komite Made in Israel

Israel membentuk komite penyelidik penembakan relawan di kapal Mavi Marmara. Melibatkan diplomat Amerika dan jaksa Prancis sebagai wakil komunitas internasional.

14 Juni 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keluar dari ruang rapat, tujuh menteri senior Israel itu langsung menemui Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Mereka baru saja sepakat membentuk sebuah komite untuk menyelidiki penembakan di kapal Mavi Marmara. Komite made in Israel itu akan menampung dua wakil dari komunitas internasional, yaitu seorang diplomat Amerika Serikat dan seorang jaksa Prancis. Mendengar hasil pertemuan Kamis pekan lalu itu, Netanyahu tersenyum senang.

Kendati selalu mendapat dukungan membabi-buta dari Amerika atas segala tindakannya, kali ini Israel harus berhati-hati dalam melakukan manuver politik. Sehari setelah penembakan di Mavi Marmara, Rusia—anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa—setuju dibentuknya tim internasional dari PBB. Hanya Amerika yang masih belum bersikap saat itu. Diplomat Amerika masih ingin memberi Israel kesempatan membentuk tim sendiri untuk menyelidiki kasus itu.

Setelah 12 jam bersidang, akhirnya pertemuan para diplomat PBB merumuskan perlunya penyelidikan yang tepat, imparsial, kredibel, dan transparan, berdasarkan standar internasional. Tapi, tanpa ada pernyataan tegas tentang asal komite, kesimpulan itu dimanfaatkan Amerika dengan membuat interpretasi sendiri. Padahal Duta Besar Meksiko, yang menjadi Ketua Dewan Keamanan PBB, Claude Heller, menyatakan, ”Imparsial itu sudah bermakna internasional.”

Israel amat sadar, dukungan Dewan Keamanan bisa berakibat pada pembentukan tim seperti yang terjadi setelah penyerangan di Jalur Gaza pada akhir 2008 yang menewaskan ribuan warga Palestina. Ketika itu, tim yang dipimpin hakim dari Afrika Selatan, Richard Goldstone, dan disetujui Amerika ini membuat merah kuping Netanyahu. Namun, meski tim berhasil membuktikan terjadi kesengajaan dan pembiaran oleh Israel terhadap ”pembantaian” itu, negara Yahudi ini tetap menolak hasilnya.

Tragedi Freedom Flotilla sama bobotnya dengan peristiwa pada 2008 itu. Lawan tentara Israel adalah relawan tak bersenjata. Meski ada perlawanan dari para relawan yang diserang oleh tentara Israel di kapal itu, mereka hanya bersenjata katapel dan potongan kayu. Itu berbeda dengan tentara Israel, yang bersenjata lengkap, dengan peluru karet, bahkan dilengkapi pula dengan pistol berpeluru tajam. Senjata-senjata inilah yang akhirnya menewaskan setidaknya sembilan relawan di atas kapal yang mengangkut bantuan buat penduduk sipil Gaza yang dipenjarakan Israel sejak 2007 itu.

l l l

Sepekan lalu, pesawat telepon Wakil Presiden Amerika Joseph Biden terus-menerus berdering. Peneleponnya orang yang sama: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Dia berkonsultasi dengan Biden tentang rencana pembentukan tim penyelidik yang bisa menyelamatkan Israel dari komite independen internasional yang diserukan Dewan Keamanan PBB.

Biden ditunjuk Presiden Barack Obama sebagai arsitek untuk membantu Netanyahu mencari solusi yang nyaman buat Israel dan PBB. Badan dunia ini pada saat yang sama sedang ditekan Turki serta negara-negara Arab dan Islam lantaran tak juga menunjukkan kewenangannya. Wajar bila Turki bersikap keras. Sembilan orang relawan yang tewas merupakan warga Turki. Kapal Mavi Marmara yang diserang pasukan parakomando Israel menggunakan bendera Turki.

Turki sudah berkali-kali menyerukan pembentukan tim independen tersebut. Dalam setiap forum dunia, Turki selalu mengutuk Israel atas tindakannya tersebut. Termasuk dalam forum Conference on Interaction and Confidence-Building Measures in Asia di Istanbul. ”Kami tak akan melupakan peristiwa ini,” ujar Presiden Abdullah Gul.

Pernyataan itu disampaikan Gul dalam pertemuan yang dihadiri sejumlah pemimpin dunia, termasuk Presiden Suriah Bashar al-Assad, Presiden Palestina Mahmud Abbas, dan Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin. Hanya wakil Israel yang tak bersedia menandatangani pernyataan yang mengutuk kejadian dua pekan lalu itu dan meminta penyelidikan oleh tim independen internasional.

Sikap Amerika yang secara tersirat mendukung Israel sebetulnya tak aneh. Selama ini, Amerika kerap menyatakan Israel sebagai sekutu terbaiknya di Timur Tengah. Senator Scott Brown dari Partai Republik bahkan terang-terangan menyatakan mendukung Israel atas tindakan brutalnya di Laut Tengah itu. Dia beralasan aksi kapal kemanusiaan itu akan membahayakan Israel yang sedang diancam terorisme.

Dalam pembentukan komite made in Israel itu, Amerika menyarankan Israel lebih baik mengikutsertakan unsur internasional. Amerika juga menyarankan tim penyelidik itu dipimpin seorang bekas hakim agung supaya lebih kredibel. Dan kantor Perdana Menteri menjawab cepat dengan menunjuk satu nama, Yaakov Tirkel, sebagai kepala komite. Wakil Amerika dan Prancis yang masuk komite hanya bertindak sebagai pengawas agar penyelidikan berjalan secara independen.

Komite ini berwenang menyelidiki penembakan dan menilai apakah tindakan itu sah atau tidak, dengan meneliti sebab-sebabnya. Begitu pula soal lokasi penembakan yang dilakukan di perairan internasional. Pengiriman tentara komando Israel juga akan dikaji tim ini, apakah tepat atau tidak. Begitu pula bentrokan dan penembakan yang menewaskan sedikitnya sembilan orang Turki di kapal itu. Netanyahu, Menteri Pertahanan Ehud Barak, dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Gabi Ashkenazi akan dimintai keterangan perihal komando dan informasi yang diperoleh tentang kapal tersebut.

Setelah semua usul diproses, termasuk nama-nama anggota komite, Netanyahu menelepon Biden. Wakil Presiden Amerika itu memberikan lampu hijau. Sambil jalan, Barak, yang ditunjuk mewakili Netanyahu, langsung berkoordinasi dengan Biden untuk menjalankan rencana itu. Jumat pekan ini, rencananya Netanyahu akan menyampaikan nama-nama anggota dan wewenang komite.

Dengan pembentukan komite ini, praktis apa yang diinginkan anggota tetap Dewan Keamanan selain Rusia tercapai. Sebelumnya, Rusia menyatakan mendukung PBB dan pihak lain yang ingin mengorganisasi investigasi yang berstandar internasional. ”Yang menyeluruh, imparsial, independen, dan bisa dipercaya,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Andrei Nesterenko, melalui kantor berita Interfax.

Deputi Perdana Menteri Turki Bulent Arinc juga menyerukan formasi ideal anggota komite yang terdiri atas wakil beberapa negara untuk menyelidiki penyerangan Israel ke kapal itu. ”Apakah memang didukung dan direncanakan oleh pemerintah Israel,” katanya.

Namun Inggris—salah satu anggota tetap Dewan Keamanan—mendukung adanya perwakilan internasional di dalam tim. ”Menyeluruh, imparsial, kredibel, dan transparan,” ujar Menteri Luar Negeri William Hague di Paris, Prancis. ”Paling tidak, ada kehadiran wakil internasional,” katanya.

Prancis juga hanya menekankan pentingnya ada wakil internasional. ”Memang ini kepentingan teman kami, Israel, untuk mendapat investigasi yang menyeluruh dan berstandar internasional. Terserah mereka merespons ini,” kata Menteri Luar Negeri Bernard Kouchner. ”Saya pikir apa yang diusulkan PBB, Amerika, Inggris, dan kami sudah mengarah ke satu kesimpulan bagaimana tim itu dibentuk.”

Tafsir ketiga anggota tetap Dewan Keamanan PBB ini membuat mereka bisa menyelamatkan teman mereka, Israel, dari rasa malu, sekaligus membuat PBB tak kehilangan muka karena unsur internasional tetap diakomodasi.

Sebagai ”bayaran” atas kesepakatan itu, Israel mau mengikuti nasihat Negeri Abang Sam untuk melonggarkan blokadenya terhadap Jalur Gaza. Dengan demikian, bantuan kemanusiaan bisa masuk ke wilayah yang kini menjadi penjara raksasa itu. Saat ini makanan ringan dan obat-obatan sudah boleh masuk ke Gaza melalui wilayah Israel.

Robert Mitchell, yang ditugasi Obama menjadi mediator perdamaian di Timur Tengah, bisa sedikit bernapas lega lantaran tekanan terhadap Amerika bisa diatasi. Amerika tak perlu menanggung masalah yang lebih besar akibat perbuatan Israel.

Saat menemui Presiden Palestina Mahmud Abbas, Obama juga berjanji membuka keran bantuan senilai US$ 400 juta atau sekitar Rp 4 triliun. Bantuan ini akan digunakan untuk membangun permukiman rakyat dan sekolah.

Sejak dua pekan lalu, pintu ke Gaza juga sudah terbuka melalui sisi Mesir. Dua hari setelah penembakan Freedom Flotilla, warga Gaza bisa lalu-lalang melalui pintu perbatasan tersebut. Awalnya, hanya yang sakit yang boleh melintas. Sekarang, bantuan kemanusiaan juga bisa lewat pintu itu. ”Tapi alat berat dilarang karena pintu ini hanya bisa dilalui manusia,” kata seorang pejabat Mesir.

Yophiandi (Haaretz, Newsweek, AP, Xinhua)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus