Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Hawkish di Balik Romney, Era Asia-Pasifik bagi Obama

Kebijakan luar negeri menjadi isu terpanas menjelang debat terakhir kandidat Presiden Amerika, Senin ini. Romney merekrut bekas orang kepercayaan George W. Bush sebagai penasihat politik luar negeri.

22 Oktober 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mitt Romney melangkah mantap menuju podium di Akademi Militer Citadel, Carolina Selatan. Di depan para calon perwira pada Jumat dua pekan lalu itu, ia mengumumkan tim penasihat kebijakan luar negeri dan pertahanan untuk kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat. Kandidat presiden dari Partai Republik ini memiliki 24 penasihat politik luar negeri, yang 17 di antaranya bekas orang kepercayaan George Walker Bush, mantan Presiden Amerika, juga dari Republik.

Mereka dikenal sebagai hawkish, penganut garis keras dalam menjalankan politik luar negeri. Antara lain ada bekas Direktur Dinas Intelijen Amerika (CIA) dan Badan Keamanan Nasional (NSA) Michael Hay­den, bekas Kepala Antiterorisme CIA Cofer Black, bekas Menteri Keamanan Negara Michael Chertoff, bekas Wakil Menteri Pertahanan Bidang Kebijakan Eric Edelman, serta mantan perencana kebijakan Departemen Luar Negeri sekaligus pakar Korea Utara, Mitchell Reiss.

Di antara penasihat itu, Cofer Black dianggap paling mengkhawatirkan. Black adalah figur paling brutal dalam sejarah CIA. Dialah yang memimpin Pusat Antiterorisme pascatragedi 11 September 2001, yang diikuti penangkapan dan penyiksaan orang-orang yang dituding terlibat penyerangan di Kota New York itu.

Romney, 65 tahun, juga mengajak pejabat di era Bush lainnya sebagai penasihat pertahanan, yakni Robert Joseph dan Stephen Rademaker. Keduanya wakil Menteri Bidang Keamanan Internasional dan Pengendalian Senjata. Romney juga merek­rut penasihat untuk masalah Timur Tengah, yakni bekas penasihat keamanan nasional untuk Irak, Meghan O'Sullivan.

Di luar tim itu, ada dua nama besar yang sangat berpengaruh terhadap Romney, yakni bekas Wakil Presiden Amerika Dick Cheney dan bekas Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld. Dua orang ini perancang utama kebijakan luar negeri Bush.

Sudah lama Cheney menjadi sahabat karib keluarga Bush. Ia menjadi Menteri Pertahanan di era Bush senior pada 1989-1993. Kala itu, ia menjadi pengawas dalam Operasi Badai Gurun di Perang Teluk pada 1991. Setelah operasi ini berakhir pada Februari 1991, Pentagon membayar anak perusahaan Halliburton, Brown & Root Services, lebih dari US$ 8,5 juta untuk mengkaji penggunaan tentara bayaran di zona perang.

Setelah tak menjadi menteri, Cheney menjadi chief executive officer di Halliburton, perusahaan perminyakan yang berkantor pusat di Houston, Texas, pada 1995-2000. Setahun kemudian, ia diajak mendampingi Bush junior menjadi wakil presiden.

Cheney kini berperan penting dalam penggalangan dana bagi kandidat Partai Republik. Ia mengatakan Romney-lah satu-satunya orang yang bisa membuat keputusan tepat dalam krisis kebijakan luar negeri Amerika saat ini. ”Melihat betapa sulitnya pekerjaan dan tantangan yang akan dihadapi, saya pikir hanya Mitt Romney yang memenuhi persyaratan,” ujarnya pada penggalangan dana di rumahnya di Wyoming, Juli lalu.

Sedangkan Rumsfeld dikenal sebagai penggagas restrukturisasi militer Amerika. Ia menjadi perencana tindakan Amerika terhadap serangan 11 September 2001, termasuk invasi militer ke Afganistan dan Irak. Dengan kondisi Timur Tengah yang makin tak menentu dan serangan terhadap konsulat Amerika di Benghazi, Libya, Romney merasa yakin dapat mengalahkan inkumben Barack Obama dalam debat terakhir tentang kebijakan luar negeri pada Senin pekan ini.

Dengan kekuatan tim seperti ini, tak mengherankan bila kebijakan luar negeri Romney setali tiga uang dengan Bush. Romney mengatakan ini adalah era Amerika, yang memiliki perekonomian dan militer paling kuat di dunia. Di abad ini, kata dia, Amerika harus memimpin dunia atau orang lain yang akan merebutnya. ”Tanpa kepemimpinan Amerika, dunia menjadi tempat yang jauh lebih berbahaya,” ujarnya di Citadel.

Komposisi tim ini menggambarkan tekad Romney memimpin Amerika melawan semua ancaman terorisme. Menurut direktur legal dan kebijakan kampanye Romney, Alex Wong, kebijakan luar negeri Romney sudah terang-benderang. Pendekatan Romney sama seperti para pendahulunya. Kubu Romney menganggap Obama gagal melanjutkan tradisi sebagai negara yang memiliki militer dan kepemimpinan yang kuat di dunia. Para penasihat Romney mengatakan dia merupakan penerus tradisi tersebut, seperti halnya Presiden Harry Truman, John F. Kennedy, dan Ronald Reagan.

Namun, menurut anggota Kongres dari Partai Demokrat, David Adam Smith, Romney mengulangi kesalahan-kesalahan pemerintah Bush. Bukan rahasia lagi bahwa Cheney berada di balik kegagalan kebijakan luar negeri Bush, seperti mengawali perang di Irak tanpa punya rencana meng­akhirinya.

Menurut Smith dalam Foreign Policy, bila Romney menjadi presiden, sebagian besar anggota tim penasihatnya bakal menempati posisi penting di pemerintahan. Artinya, keputusan mengakhiri keterlibatan Amerika di Afganistan dan Irak—perang di negara orang—bisa dianulir. Padahal campur tangan Amerika di dua negara tersebut menggerus citra Abang Sam di mata negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim.

Kebijakan luar negeri Obama memang memiliki fokus pada cara memperbarui cit­ra Amerika di luar negeri—khususnya di negara-negara mayoritas muslim—mengakhiri perang di Irak dan Afganistan, serta menawarkan kerja sama dengan Iran. Obama juga menata kembali hubungan dengan Rusia sebagai langkah membersihkan dunia dari senjata nuklir, bekerja sama dengan Cina dalam isu-isu regional dan global, serta menciptakan perdamaian di Timur Tengah.

Selain itu, tim politik luar negeri Obama menganggap masa depan politik dunia akan ditentukan di Asia-Pasifik. Untuk mempertahankan kebijakannya, Obama mendapat dukungan tim yang tak kalah kuat dibanding penantangnya, seperti Wakil Presiden Joe Biden, Menteri Luar Negeri Hillary Rodham Clinton, Menteri Pertahanan Leon Panetta, dan penasihat keamanan nasional Tom Donilon.

Biden tak hanya berperan sebagai wakil presiden, tapi juga sebagai penasihat politik utama Obama saat ini. Kiprahnya di bidang kebijakan luar negeri sudah dimulai saat ia menjadi Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika pada 2001. Komite ini terlibat dalam legislasi dan debat soal kebijakan luar negeri di Senat. Lembaga ini juga bertanggung jawab mengawasi dan mendanai program-program bantuan luar negeri, penjualan senjata, serta pelatihan bagi negara-negara sekutu Amerika.

Ujung tombak kebijakan luar negeri Amerika saat ini, tak dapat dimungkiri, adalah Hillary Clinton. Ia menjadi bintang dalam lingkaran diplomatik, dikagumi karena ketangguhan dan kepeduliannya. Sedangkan dalam bidang pertahanan, Obama memiliki Leon Panetta. Bekas Direktur CIA ini sukses dalam memburu Usamah bin Ladin, yang menjadi musuh nomor satu Amerika. Sebagai Menteri Pertahanan, ia berhasil menjalankan kebijakan Obama dalam meredakan perang di Afganistan dan merampingkan militer Amerika.

Meski begitu, ia bukan orang yang lembek. Ia tetap galak kepada Iran. Ia mengatakan Amerika tidak bisa membiarkan Iran mengembangkan senjata nuklirnya. Dia juga menentang pemotongan bujet pertahanan sebesar US$ 400 miliar sebagai bagian dari beleid pengurangan utang yang ditandatangani Obama.

Figur penting lain dalam tim Obama adalah Tom Donilon, penasihat keamanan nasional. Ia berperan dalam mengendalikan respons Gedung Putih terhadap gelombang Musim Semi Arab dan serangan ke Pakistan yang menewaskan Bin Ladin.

Adu kuat konsep kebijakan luar negeri ini akan menjadi penentu dalam debat terakhir, mengingat keduanya membagi angka imbang dalam debat sebelumnya. Romney menarik perhatian publik pada debat pertama dan Obama membalasnya pada debat kedua. Dalam jajak pendapat setelah debat kedua, Rabu pekan lalu, Obama unggul dengan 47 persen dibanding Romney, 44 persen.

Sapto Yunus (The Washington Post, Reuters, AP, Foreign Policy)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus