Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia mengizinkan lagi pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI / TKI) ke Malaysia terhitung mulai Senin, 1 Agustus 2022. Izin tersebut diterbitkan setelah Menteri Ketenagakerjaan Indonesia Ida Fauziyah dan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia M. Saravanan pada Kamis, 28 Juli 2022, menandatangani kesepakatan implementasi MoU soal Ketenagakerjaan dan Perlindungan TKI di Malaysia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya pada Sabtu 13 Juli 2022, Indonesia memutuskan menghentikan sementara pengiriman TKI untuk semua sektor ke Malaysia. Musababnya ditemukan indikasi penggunaan metode rekrutmen maid online di Malaysia untuk mempekerjakan PMI di sektor domestik. Padahal dalam MoU yang disepakati April lalu, pengiriman resmi TKI harus menggunakan One Channel System (OCS).
Ahmad Mindoru, TKI asal Makasar, Sulawesi Selatan, yang bekerja di perkebunan kelapa sawit, Miri, Sarawak, Malaysia, 16 Maret 2018. TEMPO/Suci Sekarwati
Dalam keterangan bersama kedua menteri yang diterima Tempo, kesepakatan untuk menerapkan kembali MoU ini dimulai dari Joint Working Group (JWG) pertama antara Indonesia dan Malaysia di Jakarta pada Rabu 27 April 2022. JWG tak menyangkal, ada sejumlah masalah dalam hal kebijakan dan teknis yang mungkin mempengaruhi kelancaran implementasi MoU.
Beberapa langkah-langkah untuk menegakkan MoU tersebut kemudian disetujui. Pertama, kedua menteri menegaskan kembali bahwa OCS merupakan satu-satunya mekanisme perekrutan dan penempatan PMI di Malaysia.
Kedua, OCS diterapkan dengan mengintegrasikan sistem online yang dikelola oleh Perwakilan Indonesia di Malaysia dan yang dikelola oleh Departemen Imigrasi Malaysia sepenuhnya. Sesuai dengan syarat dan ketentuan yang disepakati, sebagaimana diatur dalam MoU.
Ketiga, sebelum penerapan penuh sistem di bawah OCS, kedua menteri setuju untuk memastikan kelancaran aplikasi dan keandalan sistem terintegrasi, proyek percontohan 3 bulan pun harus dilakukan. Ke depannya, kepastian implementasi MoU ini bakal diawasi oleh otoritas terkait di masing-masing negara.
Selain soal penegasan OCS, kedua menteri juga berbagi pandangan soal perlindungan dan kesejahteraan PMI. Isu lain seperti sikap anti-terhadap perdagangan manusia, serta sejumlah masalah residual seperti percepatan deportasi migran tidak berdokumen, terutama mereka yang termasuk dalam kelompok rentan, juga menjadi perhatian.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.