Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Inflasi Jepang di Level Tertinggi dalam 8 Tahun

Tingkat inflasi di Jepang mencapai level tertinggi dalam delapan tahun, yakni 3,0 persen pada September 2022.

21 Oktober 2022 | 14.00 WIB

Pembeli membeli bahan untuk "osechi" atau masakan tradisional Tahun Baru Jepang, di pasar ikan Tsukiji di Tokyo, Jumat, 29 Desember 2017. AP
Perbesar
Pembeli membeli bahan untuk "osechi" atau masakan tradisional Tahun Baru Jepang, di pasar ikan Tsukiji di Tokyo, Jumat, 29 Desember 2017. AP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Tingkat inflasi di Jepang mencapai level tertinggi dalam delapan tahun, yakni 3,0 persen pada September 2022. Kondisi ini menjadi tantangan bagi Bank Sentral Jepang yang bertekad mempertahankan kebijakan ultra-mudah karena kemerosotan mata uang yen ke posisi terendah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Data inflasi ini membuat Bank Sentral Jepan menghadapi dilema ketika mencoba menopang perekonomian Jepang yang melemah dengan mempertahankan suku bunga, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan mata uang yen.

Data pada Jumat, 21 Oktober 2022, memperlihatkan kenaikan indeks harga konsumen inti (CPI) nasional, sesuai dengan perkiraan pasar median mengalami kenaikan 2,8 persen pada Agustus 2022. Hal itu tetap di atas target Bank Sentrak Jepang, yang memprediksi 2,0 persen untuk bulan keenam, dan merupakan laju kenaikan tercepat sejak September 2014.

CPI tidak termasuk makanan segar yang mudah menguap, tetapi termasuk biaya bahan bakar. 

Meluasnya tekanan (kenaikan) harga-harga di Jepang dan anjloknya mata uang yen terhadap USD kemungkinan akan membuat spekulasi pasar tetap hidup dari perubahan sikap Bank Sentral Jepan selama beberapa bulan mendatang.

"Kenaikan harga saat ini sebagian besar didorong oleh kenaikan biaya impor bukan karena permintaan yang besar. Gubernur (Bank Sentral Jepang) Kuroda dapat mempertahankan kebijakan untuk sisa masa jabatannya hingga April 2023, meskipun kuncinya adalah apakah pemerintah akan mentolerir itu," kata Takeshi Minami, Kepala Ekonom dari Lembaga Penelitian Norinchukin.

Sejumlah analis menyebut data tersebut meningkatkan kemungkinan Bank Sentral Jepang akan merevisi perkiraan inflasi dalam proyeksi kuartal terbaru yang akan dirilis dalam rapat kebijakan minggu depan.

Penurunan mata uang yen sangat menyakitkan bagi Jepang karena ketergantungannya yang besar pada impor bahan bakar dan sebagian besar bahan mentah. Kondisi ini memaksa perusahaan-perusahaan untuk menaikkan harga sejumlah barang, di antaranya ayam goreng, coklat hingga roti.

Indeks inti yang menghapus biaya makanan segar dan bahan energi, naik 1,8 persen pada September 2022 dari tahun sebelumnya. Angka itu juga naik dibanding pada Agustus 2022 yang tercatat 1,6 persen yang sekaligus menandai laju tahunan tercepat sejak Maret 2015.

Kenaikan indeks inti, yang diawasi ketat oleh Bank Sentral Jepang sebagai ukuran utama dari kekuatan yang mendasari inflasi, menuju target 2 persen memperlihatkan adanya keraguan pada pandangan Bank Sentral Jepang kalau kenaikan harga baru-baru ini hanya sementara.

Gubernur Bank Sentral Jepang Haruhiko Kuroda telah menekankan perlunya fokus mendukung pertumbuhan ekonomi sampai adanya kenaikan upah (UMR) yang cukup agar bisa mengimbangi kenaikan biaya hidup.

Sementara itu, serikat pekerja di Jepang berjanji akan menuntut kenaikan upah sekitar 5 persen dalam negosiasi upah tahun depan. Analis ragu gaji akan naik sebegitu banyak dengan kekhawatiran resesi global dan permintaan domestik yang lemah sehingga mengaburkan prospek banyak perusahaan.

Data CPI pada September 2022 memperlihatkan harga barang-barang naik 5,6 persen year-on-year. Sedangkan harga jasa hanya naik 0,2 persen, yang memberikan sinyalemen kalau inflasi Jepang sebagian besar masih didorong oleh faktor kenaikan biaya.

"Inflasi yang dirasakan konsumen mungkin akan melambat pada 2023. Jika demikian, perubahan apa pun pada kebijakan moneter Bank Sentral Jepang akan menjadi kecil (tidak ada artinya) bahkan di bawah kepemimpinan yang baru pada tahun depan," kata Yasunari Ueno, Kepala Ekonom pasar dari Mizuho Securities.

REUTERS | NESA AQILA

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.       

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus