Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Riyadh -- Konglomerat terkaya Arab Saudi, Pangeran Alwaleed bin Talal, dikabarkan mulai kehabisan waktu untuk membuat kesepakatan dengan pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Saudi mulai bersikap tegas terhadap para tahanan kasus korupsi, yang masih tersisa sekitar 60 orang dari sebelumnya sekitar 200 orang, dengan memindahkan mereka ke penjara pengamanan maksimum Al Ha'ir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Arab Saudi: Ingin Bebas, Pangeran Alwaleed Bayar Rp 81 Triliun
Sejumlah media global seperti CNBC dan Daily Mail melaporkan pemerintah Saudi bersikap tegas terhadap para tahanan, yang masih berkeberatan mengembalikan uang negara yang diduga telah mereka korupsi.
Baca: Pangeran Alwaleed Tolak Serahkan Hartanya Demi Bebas dari Tahanan
Pangeran Alwaleed dikabarkan menolak membayar ganti rugi terkait pembayaran denda atas kasus korupsi yang dialaminya yaitu sekitar 728 poundsterling atau sekitar Rp13,3 triliun.
"Situasinya memburuk pada awal pekan lalu saat dia dipindahkan ke penjara pengamanan maksimum di Al Ha'ir," begitu dilansir media Daily Mail, Sabtu, 13 Januari 2018, waktu setempat. "Dia juga dikabarkan menolak menyerahkan kontrol terhadap sejumlah perusahaan investasinya."
Kondisi ini membuat kesempatan Alwaleed untuk menjalani pengadilan atau menegosiasikan kebebasannya semakin mengecil. Seperti diberikan media massa global semacam Reuters, Kerajaan Arab Saudi membentuk Komisi Antikorupsi pada 4 Nopember 2018, yang dipimpin Putra Mahkota Pangeran Mohammed Bin Salman. Dia adalah putra dari Raja Salman Bin Abdul Aziz, yang mengeluarkan keputusan membentuk komisi itu.
Komisi ini, yang bekerja sama dengan Kejaksaan Agung Saudi, menahan sekitar 200 pejabat tinggi dan mantan pejabat, sejumlah pangeran dan konglomerat kakap dengan tuduhan melakukan tindak pidana korupsi. Sebagian dari mereka ditahan di Hotel Ritz Carlton di Riyadh, yang sahamnya dikontrol Kerajaan Saudi.
Pemerintah Saudi mengatakan telah kehilangan uang negara minimal sekitar US$100 miliar atau sekitar Rp1300 triliun akibat praktek korupsi yang telah terjadi selama bertahun-tahun. Para tahanan ini diminta mengembalikan uang negara yang diduga telah mereka peroleh.
Sebagian media menyebut pemerintah Saudi meminta minimal sepertiga dari total harta para tahanan. Mayoritas tahanan menyanggupi ketentuan ini. Namun sebagian kecil berkukuh ingin membela dirinya di pengadilan secara terbuka. Ini termasuk Pangeran Alwaleed, yang merupakan pemilik Kingdom Holdings dan memiliki saham di sejumlah perusahaan kakap dunia seperti Citigroup, Fox dan Twitter.
Menurut media CNBC, yang mengutip media lokal Saudi yaitu Al-Araby Al-Jadeed, ada sekitar 60 tahanan tersisa di Hotel Ritz Carlton. Mereka seperti Alwaleed Bin Talal dan Pangeran Turki Bin Abdullah. Pemerintah Saudi dikabarkan meminta Alwaleed untuk mengembalikan uang negara sekitar US$6 miliar atau sekitar Rp81 triliun. Ini masih ditambah dengan penyerahan saham atas sejumlah perusahaan investasi miliknya.