Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RATU Elizabeth II ternyata keturunan Nabi Muhammad. Demikian laporan yang beredar di berbagai media, dari Maroko sampai Inggris. Tabloid Inggris, seperti The Daily Mail dan The Daily Express, mengangkatnya. Kalau berita itu benar, berarti Ratu Elizabeth adalah sepupu raja-raja Maroko dan Yordania. Tapi benarkah?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dugaan hubungan antara raja-raja Inggris dan Nabi Muhammad ini sudah lama muncul dan dibahas para sejarawan. Hal ini diungkit lagi pada mulanya oleh Al Ousboue, surat kabar Maroko, Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Abdelhamid al-Aouni, sejarawan Maroko yang juga penulis artikel di Al Ousboue, melacak kembali pohon keluarga sang Ratu dan menemukan bahwa darah biru Elizabeth II diturunkan dari Earl of Cambridge pada abad ke-14, melintasi kaum muslim Spanyol di Abad Pertengahan, hingga berhulu ke Fatimah, putri Nabi Muhammad. "Ini membangun jembatan antara dua agama dan dua kerajaan," kata Al-Aouni, seperti dikutip Newsweek.
Mantan Mufti Agung Mesir, Ali Gomaa, juga pernah meneguhkan ini. "Seseorang, yang berasal dari Bani Hasyim (keluarga Nabi), ditangkap di Inggris dan dipaksa masuk Kristen. Konon dia adalah nenek moyang Ratu Elizabeth II," ujar Gomaa dalam sebuah acara di stasiun televisi swasta Mesir yang diasuhnya, CBC, pada 2015.
"Menyangkal kenyataan dan sejarah tidak akan mengarah pada pemikiran yang baik," kata ulama 66 tahun itu. Di laman Facebooknya, Gomaa memajang senarai pranala ke buku-buku mengenai hal ini. Salah satunya temuan Harold B. Brooks-Baker, ahli silsilah raja-raja Inggris, pada 1986.
Brooks-Baker adalah Direktur Burke's Peerage Foundation, yayasan Inggris yang khusus meneliti dan mempublikasikan catatan silsilah ningrat Inggris. Buku-buku Burke's Peerage dianggap otoritatif dalam memetakan asal-usul para ningrat Eropa. "Sedikit orang Inggris yang mengetahui bahwa darah Muhammad mengalir di pembuluh darah ratu. Namun semua pemimpin agama Islam bangga dengan fakta ini," katanya, seperti dikutip United Press International.
Al-Aouni dan Brooks-Baker sama-sama menemukan kaitan antara Ratu Elizabeth II dan ningrat muslim dengan melacak garis darah ke atas hingga generasi ke-43. Tapi para genealog atau ahli silsilah memperingatkan, jika kita melacak garis nenek moyang kita lebih dari 43 generasi, secara statistik kita punya sekitar 60 ribu moyang. Dengan kata lain, kita semua sangat mungkin bersaudara.
Pelacakan itu akan tiba pada masa Bani Umayyah, kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin. Kekhalifahan yang didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan ini menguasai jazirah Arab, Afrika bagian utara, hingga Al-Andalusia (kini Spanyol).
Raja-raja Eropa merebut kembali satu per satu wilayah Andalusia pada akhir abad ke-11. Salah satu yang terkenal adalah Raja Leon, Alfonso VI dari Kastilia. Ia jadi legenda setelah merebut Toledo pada 1085 dan mendeklarasikan dirinya sebagai Raja Toledo, Al-Andalusia, dan Galisia.
Alfonso menikah sekurang-kurangnya lima kali dan punya dua selir. Salah satu selir itu disebut-sebut bernama Zaida. Kerumitan mulai terjadi di sini karena sejumlah kronik menyatakan Zaida adalah muslimah yang pindah ke agama Kristen. Al-Aouni dan Brooks-Baker sama-sama merujuk pada Zaida sebagai titik sambung antara garis keturunan Raja Inggris dan garis Nabi.
Salah satu buku yang paling sering jadi rujukan mengenai Zaida adalah Chronicon Regum Legionensium karya Uskup Pelayo dari Oviedo yang terbit sekitar 1121. "Dia (Alfonso) juga punya dua selir: Jimena Munoz dan Zaida, putri Abenabeth (Ibn Abbad), Raja Sevilla, yang dibaptis dan diberi nama Elizabeth, yang kemudian melahirkan Sancho, yang wafat dalam perang Ucles," tulis Pelayo.
Masalahnya, Pelayo punya reputasi buruk di mata sejarawan. Misalnya, Simon Barton, dalam Conquerors, Brides, and Concubines: Interfaith Relations and Social Power in Medieval Iberia (2015), menyebutnya sebagai pemelintir cerita dan pemasok dokumen palsu.
Tapi Pelayo tidak sendirian. Kisah Zaida ini didukung catatan dari masa itu, seperti Chronicon Floriacense, yang disusun biara Fleury di Loire Valley, Prancis Tengah. Kitab itu membahas kemenangan Almoravid, dinasti Islam di Maroko, atas pasukan Leon-Kastilia dalam perang Ucles pada 1108. Kronik itu menyebutkan putra Raja Alfonso, Sancho, "Dilahirkan dari perawan mulia Saracen (Salahuddin) yang telah dibaptis."
Sejarawan muslim Ibn Idhari al-Marakushi menyebutnya dalam Al-Bayan Al-Mughrib Fi Akhbar Al-Andalusi Wa Al-Maghrib. Berbeda dari sejarawan Kristen, dia mengatakan Sancho sebagai putra Alfonso "yang diperoleh dari istri Al-Mamun ibn Abbad yang telah pindah ke agama Kristen".
Joshua C. Birk, dalam Norman Kings of Sicily and the Rise of the Anti-Islamic Critique: Baptized Sultans (2016), menyodorkan alternatif lain: Zaida adalah menantu Ibn Abbad dan janda Fath al-Mamun dari Kordoba, putra Ibn Abbad. Menurut Birk, Ibn Abbad bersedia memberi persembahan kepada Alfonso agar Sevilla tidak diserang. Ketika Kordoba jatuh ke tangan Almoravid dan suaminya wafat, Zaida menjadi selir Alfonso. Zaida lalu pindah agama menjadi Kristen dan dibaptis sebagai Isabella. "Hal ini melahirkan kebingungan dan kemungkinan pencampuradukan dengan Isabella dari Prancis dalam kronik sejarah," tulis Birk. Sejumlah kronik mencatat bahwa Alfonso menikah dengan seorang perempuan bernama Isabella pada 1099. Apakah Isabella ini sama dengan Zaida, tak pernah pasti hingga kini.
Patricia Grieve, guru besar Departemen Budaya Amerika Latin dan Iberi, Columbia University, menilai cerita ini hanyalah mitos yang tumbuh di masyarakat Al-Andalusia masa itu. Dalam The Eve of Spain: Myths of Origins in the History of Christian, Muslim, and Jewish Conflict, Grieve menggambarkan banyak fiksi yang lahir dari kisah Zaida ini karena menawarkan alur memikat: seorang muslimah yang jatuh cinta kepada seorang raja Kristen, pindah agama ke Kristen, dan melahirkan satu-satunya putra bagi sang raja.
Sejarawan masa kini umumnya ragu akan kesahihan kisah ini. Lesley Hazleton, penulis yang telah menerbitkan beberapa buku tentang masa awal Islam, mengkritik artikel Abdelhamid al-Aouni yang bikin heboh itu. "Itu pelintiran lintas-agama yang bermaksud baik," kata Hazleton. Tapi, "Itu jebakan klik (clickbait)," ujarnya, seperti dikutip kanal sejarah populer Amerika Serikat, History.com.
Hazleton menganggap cerita hubungan darah Ratu Elizabeth II dengan Nabi itu cuma rumor sebagai reaksi terhadap upaya menjelek-jelekkan Islam di Barat. Menurut dia, hal ini mengungkapkan sebuah harapan bahwa Elizabeth mungkin meminjamkan "kehormatan" kepada agama utama dunia itu.
Iwan Kurniawan (newsweek, History.com)
Nenek Moyang Ratu Elizabeth II
ELIZABETH II, RATU INGGRIS
George VI, Raja Inggris
George V, Raja Inggris
Edward VII, Raja Inggris
Victoria, Ratu Inggris
Edward, Duke of Kent and Strathearn
George III, Raja Inggris
Frederick, Pangeran Wales
George II, Raja Inggris
George I, Raja Inggris
Sophia, Ratu Hanover
Elizabeth dari Bohemia
James I/VI, Raja Inggris
Mary, Ratu Skotlandia
James V, Raja Skotlandia
Margaret Tudor
Elizabeth dari York
Edward IV, Raja Inggris
Richard Plantagenet, Duke of York
Richard of Conisburgh, Earl of Cambridge
Isabella Perez dari Kastilia
Maria Juana de Padilla
Maria Fernandez de Henestrosa
Aldonza Ramirez de Cifontes
Aldonza Gonsalez Giron
Sancha Rodriguez de Lara
Rodrigo Rodriguez de Lara
Sancho Alfonsez, Pangeran Kastilia
Zaida menikah dengan Alfonso VI, Raja Leon dan Kastilia
AL-MUTAMID IBN ABBAD, RAJA SEVILLA
Abbad II Al-Mutadid, Raja Sevilla
Abu al-Qasim Mohammad bin Abbad, Raja Sevilla
Esmail bin Qarais
Qarais bin Abbad
Abbad bin Amr
Amr bin Aslan
Aslan bin Amr
Amr bin Itlaf
Itlaf bin Na'im
Naim II Al-Lakhmi
Naim al-Lakhmi
Zahra binti Hussein
Hussein bin Hasan
Hasan bin Ali
Fatimah
NABI MUHAMMAD
Sumber: Gulf News
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo