Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Korea Utara sudah lama mencari cara untuk melancarkan serangan ke musuh bebuyutannya, Amerika Serikat. Uji coba bom nuklir terbaru Korut dilaporkan bisa memuat bom hidrogen ke dalam misil balistik antarbenua (intercontinental ballistic missile – ICBM).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Korea Utara: Perang Nuklir Tinggal Menunggu Waktu di Semenanjung
Uji nuklir terakhir itu diperkirakan memiliki kekuatan 100 kiloton, 10 kali lebih kuat dibanding uji nuklir tahun lalu, yang menyebabkan gempa berskala 5,3.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembawa berita Korea Utara memuji secara antusias ledakan besar yang tak terduga di televisi dan menambahkan bahwa itu menandai perkembangan yang sangat signifikan dalam memperoleh tujuan akhir untuk menjadi negara dengan kekuatan nuklir.
Bom hidrogen yang juga disebut bom termonuklir menggunakan fusi yaitu inti-inti atom yang bergabung untuk menghasilkan energi ledakan. Bintang pun menghasilkan energi melalui proses fusi. Sedangkan bom atom bekerja dengan cara fisi, yaitu pembelahan atom sebagaimana cara kerja pembangkit nuklir.
Teknologi bom hidrogen lebih canggih dan sekali dijatuhkan, ia merupakan ancaman besar. Ia juga bisa dibuat cukup kecil untuk masuk ke ujung misil balistik antarbenua.
Andrei Lankov, Profesor Universitas Kookmin, mengatakan bom H mampu meluluhlantakkan New York. “Dengan bom atom, paling parah setengah kota Manhattan bisa hancur,” ujarnya. Dengan kekuatan yang lebih dahsyat, biaya bom hidrogen juga lebih besar.
“Sangat berlebihan mempunyai alat sebesar dan semahal itu untuk ukuran orang Korea Utara. Itu sangat tidak masuk akal. Sama seperti membeli Porsche saat berbelanja di toko sebelah. Program yang sangat mahal yang tidak akan berkontribusi besar bagi keamanan negara. Namun, kadangkala pemerintah melakukan hal-hal gila seperti ini,” kata Lankov.
Bom hidrogen merupakan standar global untuk lima negara dengan kemampuan nukir yang luar biasa, yaitu AS, Rusia, Prancis, Inggris, dan Tiongkok. Negara lain juga bisa jadi mempunyai nuklir atau sedang membangun nuklir meski seluruh dunia berupaya untuk mencegah peningkatannya.
Kune Y Suh, Profesor teknik nuklir di Universitas Nasional Seoul mengatakan, “Korea Utara sudah memantapkan diri mereka sebagai negara pengembang nuklir. Ini sudah bukan lagi ‘game changer’ (pengubah tatanan) melainkan ‘game over’.”
ALJAZEERA | AL-HANAAN