Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok Jihad Islam Palestina menembakkan rentetan roket ke Israel pada Senin, 1 Juli 2024, dalam sebuah unjuk kekuatan ketika tank-tank Israel mendesak maju lebih dalam ke Gaza di tengah pertempuran sengit, kata penduduk dan pejabat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sayap bersenjata Jihad Islam, sekutu Hamas yang didukung Iran, mengatakan para pejuangnya menembakkan roket ke arah beberapa permukiman Israel di dekat pagar perbatasan dengan Gaza sebagai tanggapan atas "kejahatan musuh Zionis terhadap rakyat Palestina".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tembakan sekitar 20 roket tersebut tidak menimbulkan korban jiwa, menurut militer Israel. Namun, hal itu menunjukkan bahwa para militan masih memiliki kemampuan roket hampir sembilan bulan setelah serangan Israel yang dikatakan bertujuan untuk menetralisir ancaman terhadapnya.
Di beberapa bagian Gaza, para militan terus melancarkan serangan terhadap pasukan Israel di daerah-daerah yang telah ditinggalkan tentara beberapa bulan lalu.
Pada Senin, tank-tank Israel memperdalam serangan mereka ke pinggiran kota Shejaia di timur Kota Gaza untuk hari kelima, dan tank-tank bergerak lebih jauh ke arah barat dan tengah Rafah, di selatan Gaza dekat perbatasan dengan Mesir, kata penduduk.
Militer Israel mengatakan bahwa mereka telah menewaskan sejumlah militan dalam pertempuran di Shejaia pada Senin dan menemukan sejumlah besar senjata di sana.
Hamas mengatakan bahwa, di Rafah, para militannya memancing pasukan Israel masuk ke dalam sebuah rumah jebakan di bagian timur kota itu dan kemudian meledakkannya, sehingga menyebabkan jatuhnya korban.
Juga di Rafah, militer Israel mengatakan bahwa sebuah serangan udara menewaskan seorang militan yang menembakkan sebuah rudal anti-tank ke arah pasukannya.
Israel telah mengisyaratkan bahwa operasinya di Rafah, yang dimaksudkan untuk membasmi Hamas, akan segera berakhir. Setelah fase perang yang intens ini berakhir, pasukannya akan fokus pada operasi berskala lebih kecil yang dimaksudkan untuk menghentikan Hamas menyusun kekuatan, kata para pejabat.
Perang dimulai ketika para pejuang yang dipimpin Hamas menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang, termasuk warga sipil dan tentara, kembali ke Gaza, demikian menurut perhitungan Israel.
Serangan udara, darat, dan laut Israel sejauh ini telah menewaskan hampir 38.000 orang, menurut kementerian kesehatan Gaza, dan membuat daerah kantong pantai yang padat penduduknya itu hancur berantakan.
Kementerian Kesehatan Gaza tidak membedakan antara pejuang dan non pejuang, namun para pejabat mengatakan bahwa sebagian besar korban tewas adalah warga sipil. Israel telah kehilangan 316 tentaranya di Gaza dan mengatakan setidaknya sepertiga dari korban tewas dari pihak Palestina adalah para pejuang.
Upaya Gencatan Senjata Berhenti
Upaya para mediator Arab untuk mengamankan gencatan senjata, yang didukung oleh Amerika Serikat, telah terhenti. Hamas mengatakan bahwa setiap kesepakatan harus mengakhiri perang dan membawa penarikan mundur Israel secara penuh dari Gaza. Israel mengatakan bahwa mereka hanya akan menerima jeda sementara dalam pertempuran sampai Hamas, yang telah memerintah Gaza sejak tahun 2007, diberantas.
Pihak berwenang Israel membebaskan 54 warga Palestina yang ditahannya selama perang, kata para pejabat perbatasan Palestina.
Di antara mereka adalah Mohammad Abu Selmeyah, direktur Rumah Sakit Al Shifa, yang ditangkap oleh militer ketika pasukannya pertama kali menyerbu fasilitas medis tersebut pada bulan November.
Israel mengatakan bahwa Hamas telah menggunakan rumah sakit tersebut untuk tujuan militer. Militer telah merilis rekaman CCTV rumah sakit pada 7 Oktober yang menunjukkan orang-orang bersenjata dan sandera di tempat itu dan membawa wartawan ke sebuah terowongan yang ditemukan di kompleks tersebut.
Hamas telah berulang kali membantah menggunakan rumah sakit untuk tujuan militer. Abu Selmeyah menolak tuduhan tersebut pada hari Senin dan mengatakan bahwa para tahanan telah dianiaya selama penahanan mereka, termasuk tidak diberi makanan dan obat-obatan dan beberapa di antaranya telah meninggal.
"Saya mengalami penyiksaan berat, jari kelingking saya patah, dan saya dipukuli di kepala hingga darah keluar, lebih dari sekali," kata Abu Selmeyah dalam sebuah konferensi pers di Rumah Sakit Al-Aqsa di Deir Al-Balah.
Israel pada Mei mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki kematian warga Palestina yang ditangkap selama perang serta kamp penahanan yang dikelola militer di mana para tahanan yang dibebaskan dan kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh adanya penyiksaan terhadap para narapidana.
Pihak militer tidak segera mengomentari pernyataan Abu Selmeyah.
REUTERS