Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Partai Komunis India Tolak Pencabutan Status Khusus Kashmir

Pengurus Partai Komunis India menilai keputusan PM Narendra Modi soal Kashmir sebagai kematian demokrasi.

8 Agustus 2019 | 12.35 WIB

Pasukan militer India berjaga-jaga sebelum dilakukan pembebasan pilot Angkatan Udara India Abhinandan, yang ditangkap Pakistan pada hari Rabu, di perbatasan Wagah, di pinggiran kota utara Amritsar, India, 1 Maret 2019. Perdana Menteri Pakistan mengatakan pilot India akan dibebaskan pada hari Jumat, setelah militer Pakistan mengkonfirmasi empat warga sipil Pakistan tewas selama serangan udara India di Kashmir. REUTERS/Danish Siddiqui
Perbesar
Pasukan militer India berjaga-jaga sebelum dilakukan pembebasan pilot Angkatan Udara India Abhinandan, yang ditangkap Pakistan pada hari Rabu, di perbatasan Wagah, di pinggiran kota utara Amritsar, India, 1 Maret 2019. Perdana Menteri Pakistan mengatakan pilot India akan dibebaskan pada hari Jumat, setelah militer Pakistan mengkonfirmasi empat warga sipil Pakistan tewas selama serangan udara India di Kashmir. REUTERS/Danish Siddiqui

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, New Delhi - Ratusan orang berkumpul di ibukota New Delhi, India, untuk memprotes rencana penghapusan pasal konstitusi yang memberikan status khusus kepada Kashmir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Menjelang pengumuman kebijakan kontroversial pada Senin, 5 Agustus 2019, pemerintahan Perdana Menteri, Narendra Modi, mengirim ribuan pasukan tambahan ke wilayah yang disengketakan dengan Pakistan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah juga menerapkan jam malam di sejumlah wilayah, menangkap para pemimpin politik dan menutup saluran telekomunikasi.

Para pengunjuk rasa menyebut keputusan pemerintah India sebagai kematian demokrasi. Mereka berunjuk rasa pada Rabu, 7 Agustus 2019, menuntut pemerintah yang baru terpilih dari partai nasionalis Hindu yaitu Partai Bharatiya Janata untuk mempertimbangkan kembali keputusannya.

"Cara mereka [BJP] memperlakukan konstitusi dan cara mereka mencabut Pasal 370 ini merupakan serangan terhadap demokrasi India. Ini merupakan serangan terhadap konstitusi kita. Ini merupakan serangan terhadap prinsip-prinsip federal dari pemerintahan demokratis kita," kata Doraisamy Raja, sekretaris jenderal Partai Komunis India seperti dilansir Aljazeera pada Rabu, 7 Agustus 2019.

Raja mengatakan protes serupa sedang diadakan di bagian lain dari negara itu dan penyelenggara berencana untuk terus memobilisasi massa.

Pada Senin pagi, Amit Shah, Menteri Dalam Negeri India dan sekutu dekat Modi, mengumumkan di parlemen yang dikuasai BJP soal keputusan untuk menghapuskan Pasal 370 dari Konstitusi. Ini berarti mencabut status khusus dari negara bagian Jammu dan Kashmir.

Ketentuan konstitusional ini merupakan dasar dari bergabungnya negara bagian dengan mayoritas penduduk Muslim ini India pada 1947. Ketika negara-negara bagian ini memiliki pilihan untuk bergabung dengan India atau Pakistan, yang baru merdeka.

Pasal 370 itu, yang mulai berlaku pada 1949, memungkinkan negara untuk memiliki "otonomi terbatas" di daerah-daerah tertentu dan mencegah non-penduduk dari luar wilayah untuk membeli properti di wilayah yang disengketakan.

Artikel 35A diperkenalkan pada 1954 untuk melanjutkan ketentuan lama dari peraturan wilayah berdasarkan Pasal 370. Ini memberdayakan badan legislatif negara bagian untuk mendefinisikan "penduduk tetap" dan memberikan hak istimewa khusus kepada mereka.

"Orang-orang Kashmir pada 1947 bergabung dengan India karena mereka pikir identitas Kashmir mereka penting dan mereka merasa bahwa otonomi Kashmir mereka sebagai Kashmir akan lebih aman dengan India sekuler daripada Pakistan dan pasal 370 adalah janji bagi mereka," kata Kavita Krishnan, seorang anggota Pembebasan Partai Komunis India (Marxis-Leninis).

Dalam mengumumkan langkah pada Senin, Shah berpendapat itu dimaksudkan untuk membantu integrasi wilayah ke India dan struktur pemerintahannya.

"Karena Pasal 370, demokrasi tidak pernah mengakar di J&K (Jammu dan Kashmir), korupsi berkembang, kemiskinan meluas berakar dan tidak ada infrastruktur sosial-ekonomi yang bisa muncul."

Namun langkah itu, yang berisiko meningkatkan ketegangan yang sudah meningkat dengan negara tetangga Pakistan, diperkirakan akan menghadapi tantangan hukum.

"Keputusan itu diambil karena tidak adanya majelis legislatif terpilih di negara bagian Jammu dan Kashmir, jadi kami akan menentang keputusan ini secara hukum dan politik," kata Shehla Rashid, mantan aktivis mahasiswa dan anggota Partai Gerakan Rakya Jammu dan Kashmir yang baru saja muncul. Gerakan ini mengutuk langkah pemerintah India ini.

Krishnan menyebutnya serangan terhadap konstitusi federal India. "Jika mereka telah menghilangkan halaman [Pasal 370] konstitusi India, setiap halaman lainnya juga dalam bahaya," katanya soal Kashmir.

 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus