Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah lima tahun sebagai pemimpin China, Xi Jinping, didapuk sebagai orang paling berkuasa dan terkuat sepanjang sejarah modern China. Bahkan, para pendahulunya pun berhasil dia tandingi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ia adalah sosok yang hebat dan berpengaruh sejak Deng Xiaoping namun tetap saja kekuasaannya punya batas,” ujar Cheng Li pada CNN, direktur Brookings Institution's John L. Thornton China Center.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“China tidak membutuhkan pemimpin otoriter.”
Pada masa awal kemunculannya, Xi bukan hanya menunjukkan diri sebagai sosok konservatif dalam ekonomi dan politik, tetapi juga seorang populis yang andal.
Kampanye anti-korupsinya meluas ke seluruh negeri dianggap sebagai upaya mengonsolidasikan kekuatannya dan membuatnya semakin terkenal di antara rakyat jelata.
Setelah dideklarasikan sebagai “core leader” di akhir 2016, para analis politik mengatakan Xi bersiap mengubah tradisi dua dekade Cina dan bakal tetap berkuasa setelah masa kedua kepemimpinannya sebagai ketua Partai Komunis berakhir pada 2022.
Presiden Cina Xi Jinping, disambut dengan tepuk tangan saat hadir dalam pembukaan Kongres Nasional Partai Komunis Cina ke-19 di Balai Besar Rakyat China di Beijing, Cina, 18 Oktober 2017. Xi Jinping mengatakan bahwa China memasuki era baru Sosialisme dengan kekhasan-kekhasan Cina. REUTERS/Jason Lee
Xi diharapkan memantapkan kekuasaannya selama kongres ke-19 Partai Komunis pada Oktober ini, yang sedang berlangsung. Kongres ini merupakan acara lima tahunan, yang akan mengocok ulang susunan pemimpin generasi baru.
Namun, ketika China menanjak naik ke panggung global dan Amerika Serikat fokus pada masalah domestik, para ahli meragukan apakah Xi bisa memimpin negaranya melewati masa-masa sulit di depan.
“Xi mengepalai semua pusat kekuasaan yang penting mulai dari militer hingga ke kepresidenan. Xi menjadi pusat perhatian di ranah kepemimpinan China moderen,” kata Kerry Brown, profesor Kajian China King’s College di London kepada CNN.
“Satu-satunya pertanyaan adalah apakah ada orang, yang bisa memperluas pengaruhnya seperti Xi?”
Sang Anak Revolusi
Xi lahir pada Juni 1953, hanya empat bulan setelah Republik Rakyat China didirikan oleh Mao Zedong. Ia adalah salah satu “putera mahkota” China, anak mantan pemimpin revolusi yang naik ke posisi yang tinggi dalam Partai Komunis China. Xi bergabung dengan Partai Komunis pada 1974, yang kemudian menjadi satu-satunya partai resmi di pemerintahan China
Ayahnya bernama Xi Zhongxun, seorang pejuang dan mantan wakil perdana menteri China, yang juga menjadi pionir dalam percobaan awal implementasi kapitalisme. Ayahnya terlibat dalam pendirian Shenzhen sebagai Zona Ekonomi Khusus. Saat ini, Shenzhen dikenal sebagai pusat manufaktur hardware dunia khususnya komputer dan smartphone.
Dari tahun 1969 hingga 1975, Xi, 64 tahun, bekerja sebagai petani di Liangjiahe, Provinsi Shaanxi dan merupakan salah satu dari 30 juta pemuda kota, yang dikirim ke pedesaan untuk mengajar. Kala di Liangjiahe, Xi adalah sosok yang menonjol bahkan dibuatkan museum kecil untuk mengenangnya sewaktu dia bekerja di sana.
Kenaikan Tahta Xi Jinping
Jabatan pertama Xi di pemerintahan China adalah sebagai sekretaris Menteri Pertahanan, Geng Biao. Dia ditugaskan mengamati teknologi pertanian AS di Iowa pada 1985. Karir Xi dengan cepat melesat dan pada tahun 2002 dia diangkat sebagai sebagai sekretaris partai di provinsi Zhejiang.
Willy Lam, asisten profesor di Chinese University of Hong Kong's Center for China Studies, mengatakan Xi membangun lima tahun masa pemerintahannya di provinsi Zhejiang, yang tokoh-tokohnya menyokongnya hingga hari ini.
“Dia telah mempromosikan beberapa mantan kolega dan temannya dari provinsi Zhejiang. Dan inilah yang dinamakan Ffaksi Zhejiang, yang merupakan bagian dari faksi Xi Jinping. Sekarang faksi tersebut menjadi faksi terbesar dalam partai.”
Delegasi memberikan tepuk tangan pada Presiden Cina Xi Jinping, yang telah menyampaikan pidatonya pembukaan Kongres Nasional Partai Komunis Cina ke-19 di Balai Besar Rakyat China di Beijing, Cina, 18 Oktober 2017. REUTERS/Jason Lee
Pada tahun 2007, Xi dipilih sebagai salah satu dari sembilan anggota Komite Tetap Politburo (Politburo Standing Committee), sebuah badan yang bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
Lima tahun kemudian, dia diangkat sebagai sekretaris jenderal Partai Komunis China pada November 2012 dan secara resmi menjadi presiden China empat bulan kemudian pada bulan Maret.
Namun, gaya Xi sebagai seorang pemimpin sangat berbeda dengan pendahulunya seperti Jiang Zemin dan Hu Jintao, yang cenderung mengikuti pengambilan keputusan kolektif seperti diterapkan oleh Deng Xiaoping.
“Deng adalah salah satu korban utama Revolusi Budaya. Oleh karena itu, setelah pengangkatannya, dia mengatakan tidak perlu lagi ada pemujaan pahlawan dan tak perlu ada lagi pengultusan individu. Xi lebih cenderung mirip Mao dan memang dia adalah penggemar beratnya,” kata Lam.
Xi Jinping Sebagai Sosok “Core Leader”
Perbedaan kepemimpinan Xi sangat mencolok kala dia mengampanyekan anti korupsi. Kampanye anti korupsi itu berdampak langsung dengan pencopotan jabatan di segala tingkat pemerintahan dari mulai daerah hingga pusat. Sekitar 300.000 kasus korupsi terjaring pada tahun 2015. Para pelaku mendapat sanksi ringan hingga berat berupa hukuman penjara diatas sepuluh tahun.
“Kampanye itu meningkatkan kepercayaan publik terhadap Partai Komunis China mengingat korupsi sudah menjadi masalah besar dalam sistem komunis sejak akhir Revolusi Budaya,” ujar Li.
Kampanye ini pun tidak luput dari sorotan miring karena jarang sekali ada pejabat pendukung Xi yang terjaring.
Presiden Cina Xi Jinping, menyampaikan pidato pada pembukaan Kongres Nasional Partai Komunis Cina ke-19 di Balai Besar Rakyat China di Beijing, Cina, 18 Oktober 2017. Lebih dari 2.000 perwakilan menghadiri pertemuan yang anak menentukan siapa yang akan memimpin Cina kedepannya. REUTERS/Jason Lee
“Kampanye anti korupsi ini sangat pilih kasih. Jika dilihat lebih jauh, nama-nama pejabat yang diturunkan karena praktek korupsi jarang sekali yang berasal dari sekutu Xi,” ujar Bo Zhiyue kepada CNN mengenai analis kepemimpinan China.
Pada bulan Oktober 2016, Xi dinobatkan sebagai “pemimpin inti” Partai Komunis China. Gelar simbolik yang kuat itu sejajar dan memantapkan posisi Xi Jinping sejajar dengan pendiri PKC, Mao Zedong, dan bapak reformasi Cina, Deng Xiaoping. “Untuk ukuran pemimpin Barat, itu (gelar pemimpin inti) setara dengan penguasa seumur hidup (Emperor for Life)”
Sebuah Kilas Balik
Dengan gelar barunya, Xi tetap lanjut berkuasa sebagai pemimpin China setelah akhir masa kedua kepemimpinannya pada 2022. Beberapa ahli berpendapat ini akan melanggar tradisi yang diikuti dua pendahulunya.
“Politik China sangat sulit diprediksi. Bukan tidak mungkin jika dia akan digantikan setelah tahun 2022,” ujar Bo.
Li berkata Xi perlu mengakumulasi kekuatan untuk mendorong reformasi politik dan ekonomi karena kebijakan Presiden Cina telah membuat banyak ekonom frustrasi.
“Reformasi ekonomi yang dia buat mengecewakan. Dia berharap PKC bakal tetap berkuasa dan mendominasi politk negara dan sumber daya ekonomi. Dia bukanlah sosok manusia abad ke-21. Dia lebih tepat disebut sebagai kilas balik pada era Mao Zedong ” ujar Lam.
Kondisi perekonomian China yang lamban membuat para ahli mempertanyakan apakah pertumbuhan perekonomian China bisa berlanjut di bawah kepemimpinan Xi.
“Terlepas seperti apa karisma dan kemampuan Machiavellian Xi dalam mengalahkan musuh-musuhnya, ada beberapa masalah yang sepertinya tak bisa diselesaikan. Bagaimana melanggengkan kekuasaan Partai Komunis Cina sekaligus membuat negara itu maju menjadi bangsa yang moderen?” ujar Lam.
CNN | AL-HANAAN