Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Selandia Baru menyetujui RUU atau rancangan undang-undang yang melarang warga asing membeli rumah karena krisis perumahan yang saat ini terjadi sehingga ribuan orang tidak memiliki rumah atau tuna wisma.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUU Amandemen Investasi Luar Negeri diloloskan parlemen pada hari Rabu, 15 Agusus 2018 dengan tujuan membuat harga rumah lebih terjangkau bagi warga setempat khususnya untuk warga Selandia Baru yang membeli rumah pertamanya.
Baca: Selandia Baru Pungut Pajak dari Turis Asing Mulai 2019
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pemerintah ini percaya bahwa warga Selandia Baru seharusnya tidak dikalahkan dalam tender oleh pembeli asing yang kaya," David Parker, wakil Menteri Keuangan dari partai berkuasa, Partai Buruh, seperti dikutip dari Aljazeera, Kamis, 16 Agustus 2018.
"Rumah yang berlokasi di dekat danau yang indah, di kawasan pantai, atau perumahan di pinggiran, undang-undang memastikan bahwa penjualan yang dilakukan di Selandia Baru untuk rumah kita, bukan untuk pasar internasional," kata Parker.
RUU jika diberlakukan tidak akan menjerat warga asing yang telah lebih dulu membeli rumah di Selandia Baru. Begitu juga warga Singapura dan Australia tidak terkena undang-undang ini karena kesepakatan bilateral tentang perdagangan bebas.
Sedangkan para pembeli asing akan mengajukan izin untuk membeli properti baru dan lahan untuk proyek perumahan di Selandia Baru.
Baca: Gara-gara Isu Kiamat, Selandia Baru Larang Warga Asing Beli Rumah
Menurut data statistik pemerintah Selandia Baru, sekitar tiga persen dari rumah yang terjual dalam satu kuartal pertama tahun 2018 dibeli oleh warga asing. Warga asing yang membeli properti terbesar di Selandia baru untuk periode ini tercatat Cina, Australia, dan Inggris.
Khusus di Auckland, kota terpadat di Selandia Baru, pembeli asing properti berkisar enam persen dalam periode yang sama.
Namun kehadiran RUU yang melarang warga asing membeli rumah di Selandia Baru tidak sepenuhnya mendapat dukungan. Partai oposisi, Partai Nasional, menilai dengan sinis upaya menyalahkan warga asing atas krisis perumahan saat ini.
"Rancangan undang-undang ini dalam beberapa hal mirip seperti palu yang berusaha menghancurkan sebutir kecil kacang karena rancangan undang-undang itu mau mengatakan bahwa semua rumah, semua perumahan, sekarang menjadi lahan sensitif. Ini nonsense," kata Judith Collins dari Partai Nasional.
Baca: 4 Pilihan Lokasi Berlibur di Pulau Utara Selandia Baru
Pemimpin eksekutif Real Estate Institute of New Zealand, REINZ, Bindi Norwell juga mengecam amandemen undang-undang tersebut.
"Kami tidak percaya bahwa melarang warga asing membeli properti di Selandia Baru akan berdampak pada harga rumah, atau juga akan membantu orang muda untuk mendapatkan rumah pertama mereka," kata Norwell.
Dia beralasan, harga rumah terpuruk lebih dari 60 persen sudah terjadi dalam kurun waktu 10 tahun seperti laporan Bank Sentral Selandia Baru. Selain itu, tingkat kepemilikan rumah juga jatuh sebesar 63,2 persen tahun lalu, terendah sejak tahun 1951.
Harga rata-rata rumah hunian di Selandia Baru sekitar US$ 365 ribu pada Juli lalu, menurut laporan REINZ. Angka ini lebih tinggi 11 kali dari level rata-rata income tahunan warga Selandia Baru pada tahun 2017.