Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Top 3 Dunia: Rohana Bertemu Dubes RI, Lima Negara Gagal Pindah Ibu Kota

Top 3 dunia kemarin adalah Rohana bertemu Dubes RI di Malaysia, daftar 5 negara yang gagal memindahkan ibu kota, AS bersiap kirim pesawat ke Taiwan.

23 Januari 2022 | 06.04 WIB

Dubes RI di Kuala Lumpur, Hermono beserta istri (kiri) dan Rohana bersama ibu angkatnya Chee Hoi Lan. ANTARA Foto/Ho-Sumarsono/KBRI Kuala Lumpur/Agus
Perbesar
Dubes RI di Kuala Lumpur, Hermono beserta istri (kiri) dan Rohana bersama ibu angkatnya Chee Hoi Lan. ANTARA Foto/Ho-Sumarsono/KBRI Kuala Lumpur/Agus

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Berita top 3 dunia kemarin adalah anak TKW di Malaysia Rohana bertemu dengan Duta Besar RI, Hermono. Mereka membahas ihwal kewarganegaran Rohana Abdullah.

Berita top 3 dunia lainnya adalah lima negara yang gagal memindahkan ibu kotanya karena berbagai alasan. Berita terakhir yaitu Amerika Serikat sedang mencari cara mempercepat pengiriman jet tempur F-16 generasi baru ke Taiwan. Berikut berita selengkapnya: 

1. Rohana Bertemu Dubes RI, Ditawari Pilih Kewarganegaraan Indonesia atau Malaysia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Anak tenaga kerja wanita atau TKW asal Indonesia, Rohana Abdullah, bertemu dengan Duta Besar RI di Kuala Lumpur Hermono. Dalam pertemuan itu, Koordinator Fungsi Pensosbud KBRI Kuala Lumpur, Yoshi Iskanda mengatakan Hermono membahas ihwal kewarganegaraan Rohana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tadi malam Pak Dubes menanyakan langsung ke Rohana, mau warga negara Indonesia atau Malaysia. Keputusannya diserahkan ke dia," ujar Yoshi Iskandar ketika dihubungi Antara, Jumat, 21 Januari 2022.

Dalam pertemuan itu Rohana didampingi oleh Ketua Majelis Perwakilan Penduduk Zon Batu, Gulam Muszaffar Ghulam Mustakim yang menguruskan kewarganegaraannya. Selain itu ada pula ibu angkat Rohana, Chee Hoi Lan, 83 tahun.

"Kami tidak memaksakan kewarganegaraan tetapi membantu menyelesaikan masalah itu. Sepertinya karena tidak begitu kenal dengan orang-orang di Indonesia dan lama di Malaysia, langkahnya itu sudah ada komunikasi dengan Kementrian Dalam Negeri Malaysia," katanya. 

Yoshi mengatakan saat pertemuan tersebut, Rohana belum memutuskan soal pilihan kewarganegaraannya. Ia kemungkinan ingin menjadi warga negara Malaysia karena sudah ada komunikasi dengan Kemendagri negeri jiran tersebut.

"Kemungkinan Rohana juga sudah mengetahui ibunya di Indonesia. Jadi kami tunggu saja dokumen-dokumen yang dibutuhkan apa saja. Bapaknya Rohana menurut penjelasannya adalah orang Malaysia," katanya.

Ibu kandung Rohana, Salimah Osman adalah petugas kebersihan di Sekolah Taman Kanak-Kanak atau Tadika yang dikelola oleh Chee Hoi Lan. Saat Salimah pulang ke Indonesia, ia menitipkan Rohana kepada Chee Hoi Lan.

Sejak berusia dua bulan Chee Hoi Lan merawat Rohana secara Islam. Ia disekolahkan di Kelas Dasar Fardu Ain (Kafa). Sejak 2016 Rohana sudah mengurus kewarganegaraan di Malaysia .



2. Lima Negara Ini Dinilai Gagal Memindahkan Ibu Kota Negara

Ibu Kota Indonesia akan dipindah dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada 2024. Indonesia bukanlah negara pertama di dunia yang memindahkan ibu kota negara. Beberapa negara pernah melakukannya. Banyak yang berasil, namun tak sedikit juga yang gagal. Berikut sejumlah negara yang dinilai gagal memindahkan ibu kota negara yang dirangkum Tempo dari berbagai sumber:

Myanmar

Myanmar memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara dari Yangon ke Naypyidaw. Rencana tersebut dicetuskan pada 2001 dan rampung pada 2005. Naypyidaw difungsikan sebagai kota administratif. Semua fungsi pemerintahan dialihkan ke kota tersebut pada 2006. Kendati semua infrastruktur telah dibangun, termasuk jalan penghubung, hotel, maupun pusat perbelanjaan, namun ibu kota yang baru tersebut sepi. Kegagalan tersebut disebabkan minimnya keterlibatan publik dalam perancangan, pembentukan, dan pemindahan ibu kota.

Australia

Melbourne dan Sydney pernah bersaing untuk menjadi ibu kota negara Australia. Untuk meredakan persaingan kedua kota, pemegang kebijakan setempat mendirikan Canberra sebagai ibu kota negara yang baru pada 1913. Canberra difungsikan sebagai pusat administratif, di mana dibangun Gedung Parlemen dan Pengadilan Tinggi Australia serta kantor pusat semua departemen pemerintah federal dan militer.

Pada 1996, Perdana Menteri John Howard mengumumkan kepada publik bahwa dirinya memilih pindah ke Kirribilli House yang menghadap Pelabuhan Sydney. Publik Australia menilai ini merupakan semacam pengakuan diam-diam atas kegagalan pemindahan ibu kota. Bahkan Mantan Perdana Menteri Paul Keating mengatakan Kota Canberra merupakan salah satu kesalahan terbesar negara Australia dan harus segera ditinggalkan.

Malaysia

Pada 1999, Malaysia memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota Negaranya ke Putrajaya sebagai kota administratif. Namun pemindahan tersebut dinilai gagal karena pegawai pemerintah Malaysia enggan pindah ke ibu kota negara baru. Meski jarak kedua kota ini tak terlampau jauh, mereka tidak mau pindah karena alasan keluarga. Selain itu, meski Kantor Perdana Menteri sudah dipindahkan ke Putrajaya, namun Pusat perekonomian dan Gedung Parlemen masih berada di Kuala Lumpur.

Kazakhstan

Pada 1997, Kazakhstan memindahkan ibu kota negara dari Almaty ke Astana karena kota sebelumnya sudah terlalu padat dan rawan gempa. Kazhakstan diklaim mengalami tekanan ekonomi setelah memindahkan ibu kota negara ke Astana. Selain itu, penduduk juga tidak tertarik untuk pindah ke ibu kota yang baru sehingga Astana hanya diisi oleh aparatur negara.

Tanzania

Tanzania memindahkan ibu kota negara dari Dar es Salaam ke Dodoma pada 1970-an. Namun pemindahan dinilai gagal karena lambatnya perkembangan di ibu kota negara yang baru tersebut dan Dar es Salaam justru malah lebih berkembang. Meski Majelis Nasional Tanzania sudah dipindahkan ke Dodoma, namun seluruh kedutaan asing dan kantor pemerintahan masih ada di Dar es Salam.



3. Hadapi Ancaman Cina, AS Cari Cara Percepat Pengiriman Jet Tempur F-16 ke Taiwan

Amerika Serikat sedang mencari cara mempercepat pengiriman jet tempur F-16 generasi baru ke Taiwan untuk memperkuat kemampuan angkatan udara menyusul meningkatnya intimidasi militer Cina, kata pejabat AS yang minta namanya tidak disebut kepada Reuters, Jumat, 21 Januari 2022.

Namun AS belum menemukan solusi tentang cara mempercepat pengiriman F-16 Block 70 produksi Lockheed Martin, yang dilengkapi dengan kemampuan baru. Tadinya pengiriman dijadwalkan pada akhir 2026.

Pemerintah Taiwan telah minta kepada pemerintahan Presiden AS Joe Biden agar pesawat dikirim lebih cepat, kata seorang pejabat senior Taiwan, ketika angkatan udara pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu mengerahkan jet untuk mencegat pesawat militer Cina yang semakin agresif.

Lebih banyak misi berarti lebih banyak kerusakan pada pesawat Taiwan. "Ini semua tentang penilaian risiko ... dan jelas di mana risikonya," kata pejabat Taiwan itu, merujuk pada ketegangan di Selat Taiwan yang memisahkan pulau itu dari daratan Cina.

F-16 dianggap sebagai pesawat dengan kemampuan manuver yang terbukti dalam pertempuran udara-ke-udara dan serangan udara-ke-permukaan.

Taiwan mempunyai armada F-16 terbesar di Asia setelah menerima pengiriman 66 pesawat F-16 C/D Block 70 yang baru dibangun di bawah kesepakatan senilai $8 miliar yang disetujui pada 2019. Ini akan menambah jumlah F-16 mereka menjadi lebih dari 200 pada 2026.

Setiap langkah untuk mempercepat pengiriman pesawat baru pada akhirnya dapat ditentukan oleh pemerintahan Biden bahwa kebutuhan pertahanan Taiwan lebih mendesak daripada sekutu dan mitra AS lainnya, menurut para ahli.

"Itu keputusan pemerintahan Biden," kata Rupert Hammond-Chambers, presiden Dewan Bisnis AS-Taiwan, sebuah organisasi yang mendorong hubungan perdagangan dan bisnis di antara kedua negara. "Mereka harus memutuskan bahwa ancaman dari Cina lebih penting daripada ancaman dari Iran atau ancaman dari Rusia."

Pesawat Block 70 adalah konfigurasi F-16 terbaru, dengan avionik baru, kokpit modern dan mesin yang ditingkatkan, menurut Lockheed Martin.

Langkah untuk mempercepat pengiriman pesawat akan terlihat Beijing sebagai tindakan politis, kata Abraham Denmark, mantan pejabat senior Pentagon.

“Ini adalah sinyal jelas lain dari tekad AS untuk mendukung kemampuan Taiwan mempertahankan diri,” kata Denmark, yang sekarang menjadi analis di lembaga pemikir Wilson Center di Washington.

Lockheed Martin menolak mengomentari potensi permintaan di masa depan untuk mengubah jadwal produksi.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, yang mengawasi penjualan ke militer asing, menolak mengomentari diskusi internal tentang kemungkinan perubahan jadwal pengiriman.

ANTARA | REUTERS 




close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus