Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Calon-Calon Itu

Berdasarkan pengalaman pemilu 1971, calon no. urut 1-3 pasti terpilih, calon dropping, calon kiriman pusat. Calon vote getter, dipilih karena punya pengaruh untuk pemikat massa.

25 Desember 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERSAMA ini dipermaklumkan dengan hormat kepada para mustahik pemilih, lelaki atau perempuan, supaya memahami betul-betul perihal calon-calon, sehingga bisalah menyoblos dengan senang hati, ikhlas serta plong, bukan dipaksa atau didorong-dorong, tidak jadi menyesal di belakang hari, menggerutu atau memaki-maki, ibarat orang membeli barang lancung. Dalam Pemilu ini berlaku juga pepatah sehari-hari: "Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna". Permakluman ini tentu tidak berlaku bagi mereka yang asal coblos saja, seperti halnya meludah di lantai. Juga tidak berlaku bagi mereka yang merasa berhak untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Secara umum dapat dipastikan, mereka yang terdaftar dalam daftar calon, lengkap dengan nomor urutnya, sesudah mengisi rupa-rupa jenis formulir yang melelahkan, adalah orang orang yang sudah berumur 21 tahun ke atas, lagipula warganegara, serta tergolong yang bertaqwa kepada Tuhan Yan Maha Esa. Dan tentu saja, mereka itu senantiasa setia kepada Pancasila, kepada UUD 1945, kepada revolusi, kepada Proklamasi 17 Agustus 1945 untuk mengemban Amanat Penderitaan Rakyat. Kemudian daripada itu, mereka tentulah dapat berbahasa Indonesia serta cakap menulis dan membaca huruf Latin, karena tidak bisa tidak mereka yang jadi calon itu paling sedikit tamatan SLP, atau pengetahuannya dianggap sederajat dengan sekolah itu, atau pun punya pengalaman di bidang kemasyarakatan atau kenegaraan. Dengan sendirinya bukanlah calon-calon itu orang-orang yang terganggu jiwa maupun ingatannya, karena penduduk tidak mungkin punya wakil-wakil setengah gila. Berbahaya. Bagaimala Bisa Tahu? Bagaimana bisa tahu mereka itu sip? Jangan khawatir, ada Panitia Peneliti yang sengaja dibentuk Mendagri/Ketua Lembaga Pemilu lewat Keputusan No. 121/LPU/l976 tanggal 16 September. Di sini berkumpul 16 orang (jadi bukan 17) yang berkeakhlian dalam soal teliti-meneliti, satu pekerjaan yang tidak bisa dilakukan sembarang orang: Sintel Kopkamtib, Ster Kopkamtib, Khusus Sospol Kopkamtib, Kasub Bakin Intel Kejagung, Kehakiman. Bisa jadi, daftar calon yang kelak tertempel di papan atau tembok, mulanya tidaklah begitu melainkan sudah kena coret atau ganti, atau nomor urutnya terputar balik. Entah karena dianggap kurang Pancasilais. Entah kelewat ketus dan ekstrim mulutnya. Entah karena alasan-alasan moril yang patokan-patohdnnya tergenggan di tangan panitia. Maka dari itu, daftar calon final yang bakal turun tanggal 2 Mei 1977, tak salah lagi berisi orang-orang yang mulus dari segala sudut, bagaikan mobil dokter. Ditilik dari jarak jauh calon-calon yang namanya tersusun rapi dalam daftar tidaklah punya kelainan yang berarti, keuali nomor urutnya. Tapi, kalau mau diperhatikan baik-baik seperti lazimnya memperhatikan pelbagai jenis ikan di akuarium, akan terjumpai puak-puak yang menyimpan keistimewaan-keistimewaan sendiri-sendiri. Adanya puak-puak ini bukanlah cacad apalagi aib, melainkan sepenuhnya akibat logis dari "sistim daftar", yang tak akan terjadi pada "sistim distrik". Ada puak "calon estimate". Istilah Inggeris ini merupakan petunjuk bahwa si calon berada dalam kelompok yang kira-kira bakal pasti jadinya. Apabila menurut estmate di propinsi Bengkulu dapat 3 korsi, berdasar pengalaman Pemilu 1971, maka calon urut nomor 1 sampai nomor 3 bolehlah berkemas-kemas, sedangkan calon nomor selanjutnya dianjurkan berdoa banyak-banyak. Namanya sudah berkira-kira, bisa benar dan bisa juga tidak. Benar syukur, tidak benar tidak jadi apa. Pemilu punya kuasa. Ajaib Sedikit Ada puak "calon dropping", bagaikan beras Korea berkadar air 5O yang turun ke pasar. Calon-calon ini sedikit ajaib, muncul di daftar daerah berkat kiriman dari pusat lewat cara ini atau cara itu. Pada mulanya tentu menimbulkan rasa heran, barangkali juga enggan, tapi sesudan dipikir-pikir satu dua minggu, kemudian mengangguk-angguk. Tentu ada pula droppingan yang ditolak daerah, maka akan duduklah ia termangu-mangu, tak tahu berbuat apa. Begitu rupanya sudah jadi adat Pemilu, orang-orang pusat sekali waktu turun merangkak ke daerah, karena memang suara yang banyak ada di dusun-dusun, di bawah pucuk kelapa dan atap rumbia. Ada pula yang namanya "calon vote-getter", dipasang bukan karena apa, melainkan dimaksud untuk pancing suara, terdiri dari orang-orang kesohor punya pengaruh, bagai gula pemikat semut. Permainan ini tentu ada unsur tipunya sedikit, seperti teknik etalase toko, lain yang dipajang lain pula yang dijual. Tapi, kemungkinan main-main jadi sungguhan pun ada, jikalau "calon vote-getter" itu tiba-tiba berubah pikiran sesudah dapat suara, memutuskan ambil korsi dalam arti yang sebenar-benarnya. Kalau ada "calon estimate" tentu ada "calon sampingan", yang nomor antriannya di belakang-belakang. Kecuali turun keajaiban, mereka ini pasti tidak kebagian tempat duduk. Puak ini membuktikan betapa berlebihnya jumlah orang yang merasa layak jadi calon, dan punya keinginan besar ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum. Di samping itu arti praktisnya pun ada: siapa tahu bisa dapat jatah MPR. Kemungkinan, betapa pun kecilnya, jangan sekali-kali diabaikan. Akan halnya ongkos mendudukkan mereka semua, resminya Rp 60 miliar. Mahal atau murah, tergantung cara memandang. Mau terasa seperti gratis pun bisa juga, yaitu kalau kita kaitkan dengan ilmu hitung Menteri Perdagangan Radius Prawiro: memindahkan pabrik pupuk terapung dari perairan Kaltim ke-daerah Bontang 100 Km sebelah utara Samarinda berarti "menyelamatkan uang Negara sebanyak Rp 89,64 miliar". Malahan masih ada untung Rp 29,64 miliar, paling sedikit di atas kertas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus