Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ada sejumlah catatan positif dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Rabu lalu. Pertama, dan terpenting, hasil hitung cepat berbagai lembaga survei menunjukkan gejala sektarianisme pemilih di Ibu Kota ternyata tak sebesar kekhawatiran banyak orang.
Pasangan inkumben Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, yang berbulan-bulan dipojokkan oleh isu agama, malah memperoleh suara tertinggi. Unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan berturut-turut setelah Ahok dituduh menistakan agama- dilabeli dengan "aksi bela Islam I-III"- tak menggerus habis dukungan untuk mereka.
Dengan dua pesaing mereka, yakni Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, mengkapitalisasi "keunggulan agama" itu, Basuki-Djarot sempat diperkirakan bakal tersingkir. Sebab, 85 persen dari 7,1 juta pemilih Jakarta adalah muslim. Mendekati hari pemilihan, elektabilitas pasangan itu justru kembali meningkat.
Adalah menggembirakan bahwa mayoritas pemilih Jakarta tetap bersikap rasional. Mereka melihat kinerja dan riwayat gubernur inkumben sebagai acuan dalam mengambil keputusan. Pada kandidat Anies Baswedan pun tak semua memilihnya berdasarkan alasan kesamaan agama. Sejumlah sigi yang dilakukan di luar tempat pemungutan suara menunjukkan hanya belasan persen pemilih Anies yang mengaku menggunakan alasan itu. Sebagian besar responden menyatakan memilih Anies karena janji kampanye dan penampilannya dalam tiga kali debat publik lebih baik dibanding yang lain.
Isu sektarianisme dan primordialisme sempat menjadi hantu selama tiga bulan masa kampanye. Jika hanya melihat periode itu, demokrasi tampak suram. Kualitas pemilihan umum seolah runtuh. Musababnya, perdebatan di masyarakat dan media sosial lebih banyak berkutat pada masalah agama kandidat ketimbang program-programnya. Bahwa hasil pemilihan menjungkirkan kekhawatiran itu, sungguh satu hal yang patut dicatat secara positif.
Sudah semestinya persaingan para calon gubernur dilakukan dengan pertarungan gagasan untuk menciptakan kebijakan publik terbaik. Hal itulah yang semestinya dilakukan Basuki-Djarot dan Anies-Sandi menghadapi putaran kedua, yang akan dilakukan pada 19 April mendatang. Mereka perlu beradu konsep, katakanlah, tentang kelanjutan proyek reklamasi pantai utara Jakarta.
Catatan positif kedua, pemungutan suara pada Rabu lalu diikuti 77 persen pemilik suara. Angka itu melampaui jumlah pemilih pada tahun-tahun sebelumnya. Antusiasme plus rasionalitas warga Jakarta dalam memilih ini perlu dipelihara. Perdebatan sehat antarkandidat, yang menyangkut hajat hidup orang banyak, perlu lebih banyak dilakukan.
Dalam kaitan itu, Komisi Pemilihan Umum Jakarta selayaknya memperbaiki daftar pemilih tetap yang ternyata masih bermasalah. Rabu lalu, sejumlah penduduk Jakarta menyatakan tidak bisa memilih karena tak terdaftar. Perbaikan daftar itu akan semakin meningkatkan kualitas pemilihan Gubernur Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini